Medan Sulit Jadi Kota Layak Anak

Sabtu, 01 Agustus 2015 - 11:15 WIB
Medan Sulit Jadi Kota Layak Anak
Medan Sulit Jadi Kota Layak Anak
A A A
MEDAN - Kota Medan dinilai sulit menjadi kota layak anak, karena hingga saat ini Pemerintah Kota (Pemko) Medan belum menjadikan perlindungan terhadap anak sebagai prioritas.

Masalah ini terkesan dianggap tidak penting untuk diatasi. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumut, Zahrin Piliang, mengatakan, sesuai Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 tahun 2011, sedikitnya ada 31 indikator syarat daerah menjadi kota layak anak.

Salah satu yang paling penting dari sudut penguatan kelembagaan. Indikator penguatan kelembagaan ini ada tiga poin, yakni ada tidaknya peraturan atau kebijakan yang dibuat untuk pemenuhan hak anak. “Jadi, bukan pemenuhan hak anak saja, melainkan juga perlindungannya seperti, keamanan saat pergi dan pulang sekolah. Kedua, persentase anggaran untuk memenuhi hak dan perlindungan anak serta ada tidaknya kebijakan masuk dalam forum anak,” ungkapnya, Jumat(31/7).

Kemudian, indikator yang paling penting lagi, yakni perlindungan terhadap anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Ada 15 anak yang membutuhkan perlindungan khusus seperti dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi secara ekonomi atau seksual, anak korban NAPZA, anak dengan HIV/- AIDS, dan anak disabilitas.

“Anak yang menjadi korban seksual memang secara hukum diproses hukumnya tapi secara psikis tidak. Sebab, tidak ada rehabilitasi khusus yang disediakan pemerintah menyembuhkan secara psikis anak korban kekerasan seksual. Begitu juga anak yang berhadapan dengan hukum. Jadi, jangankan jadi kota layak anak, bersiap menuju kota layak anak saja tidak dilakukan Pemko Medan,” paparnya.

Direktur Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Sumut, Misran Lubis mengungkapkan, untuk menjadi kota layak anak, Pemko Medan harus melakukan gerakan konkret. Pertama, harus ada kesinergian antara rencana pemerintah, organisasi LSM dan lintas sektor.

Kedua, harus ada payung hukum atau peraturan daerah (perda) di daerah yang mengikat dan yang ketiga proses implementasinya. “Mirisnya sampai sekarang regulasi yang dibutuhkan itu belum ada,” ucapnya.

Eko agustyo fb
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5018 seconds (0.1#10.140)