Pecah Kongsi di Enam Daerah

Kamis, 30 Juli 2015 - 09:09 WIB
Pecah Kongsi di Enam...
Pecah Kongsi di Enam Daerah
A A A
SEMARANG - Politik pecah kongsi bakal tersaji di enam daerah saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2015 di Jawa Tengah. Para petahana yang kembali mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak lagi saling gandeng dengan pasangannya dulu.

Meski pernah berduet memimpin daerahnya, kini satu sama lain akan saling bertarung. (selengkapnya lihat grafis ). Hanya di Kota Solo yang tetap kompak. Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo, yang akrab disapa Rudy, tetap berpasangan dengan Wakil Wali Kota Solo Achmad Poernomo saat kembali maju dalam pilkada tahun ini.

“Adanya pecah kongsi itu akibat partai politik maupun politisi mengedepankan sisi pragmatisnya dari pada sisi ideologisnya,” ujar pakar politik Uni versitas Diponegoro (Un dip) Semarang Budi Setyono ke pada KORAN SINDO kemarin. Sisi pragmatis itu juga ditunjukkan partai politik (parpol) ketika melakukan koalisi dalam pengusungan calon kepala daerah.

Buktinya, setiap parpol me lakukan koalisi dengan partai yang berbeda-beda di tiap daerah. Budi menilai pertimbangan pengusungan calon itu bukan berdasarkan kesamaan ide dan gagasan untuk memperbaiki daerah, tapi hanya untuk hasrat kekuasaan. “Kondisi itu tidak hanya terjadi di kancah perpolitikan daerah, tapi juga di tingkat nasional,” tandasnya.

Kondisi itu akan berbuntut pada ketidakjelasan program-program yang akan diusung selama kampanye, serta saat terpilih menjadi kepala daerah. “Ketika tidak ada program yang konstruktif dan semua calon hampir sama, maka yang ada hanya program gado-gado. Hal ini karena sistem politik kita belum memiliki kerangka yang baik dalam melakukan rekrutmen pemimpin,” katanya.

Akibatnya, lanjut Pembantu Rektor III Undip ini, pemilih tidak punya kesempatan yang lebih luas atas pilihan-pilihan ideal yang dikehendaki lantaran semua calon karakternya hampir sama, program yang dita war kan juga sama. “Bahkan, hasil dari pilkada bukan lagi demi perbaikan daerah, tapi justru memperburuk keadaan. Pilkada ini tidak secara substantif untuk kepentingan rakyat, tapi hanya untuk partai politik,” ucapnya.

Menurut Budi, pola rekrutmen pemimpin di partai politik harus diubah. Paling tidak, yang akan dicalonkan sebagai kepala daerah harus menjadi ketua partai di tingkat daerah serta waktu pendaftarannya mi nimal tiga tahun. Sehingga masyarakat jauh-jauh hari akan mengetahui rekam jejaknya. “Saat ini kandidat datang ke KPU di menit-menit terakhir, sehingga masyarakat tidak mengetahui waktu untuk menilai latar belakangnya.

Waktu kampanye itu sudah tidak efektif untuk pengenalan, karena sudah banyak yang by design (setingan),” kata dia. Ketua Desk Pilkada Partai Gerindra Jateng Sriyanto Saputro mengungkapkan, dalam pengusungan calon kepala daerah ini tidak lagi mengenal Koa lisi Indonesia Hebat (KIH) atau Koalisi Merah Putih (KMP).

Tetapi tergantung kondisi daerah masing-masing. Bah kan di beberapa daerah, Partai Ge rindra telah berkoalisi dengan PDIP, seperti di Blora, Rembang, Purbalingga, dan Kota Mage lang. “Jadi sangat cair,” ujarnya. Menurut anggota DPRD Jateng ini, dalam pengusungan calon kepala daerah, dasar pertimbangannya adalah popularitas, elektabilitas, kapabilitas, dan finansial untuk pemenangan.

Pihaknya juga mempertimbangkan antara kader dan nonkader, serta komitmen ke depan yang sevisi dengan garis perjuangan partai. “Syaratmutlak calon yang diusung Gerindra harus rukun ketika sudah menjabat, kalau saling jegal yang rugi rakyat,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Desk Pilakda PDIP Jateng, Agustina Wilujeng menjelaskan, partainya juga terus membangun koa lisi dengan partai lain, koalisi yang dibangun dengan partai lain di tiap daerah berbedabe da. “Tergantung mozaik di tiap kabupaten atau kota,” ucapnya.

Amin fauzi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9111 seconds (0.1#10.140)