Lodeh Terong Agar Tetap Afdol
A
A
A
Lontong opor merupakan menu wajib saat Lebaran tiba. Di Pekalongan dan sekitarnya, ada menu berbeda sebagai makanan pendamping lontong opor. Jika di sejumlah daerah lain menu pendamping lontong berupa sambal goreng kentang, di wilayah Pekalongan ada sayur lodeh terong. Sayur ini sudah menjadi semacam tradisi turun-temurun saat Lebaran tiba, meski akhirnya terus tergerus zaman.
Namun sejumlah warga tetap mempertahankan tradisi itu. Salah satunya warga Kelurahan Sapuro, Kota Pekalongan, Udin, 35. Dia mengaku tak pernah meninggalkan makanan khas itu setiap Lebaran datang. “Tidak afdal kalau tidak pakai sayur lodeh terong saat Lebaran datang,” ujarnya.
Diakuinya, untuk menemukan sayur ini saat Lebaran tidak mudah. Karena itu, dia selalu meminta istri membuat sendiri menu tersebut. “Warung sudah jarang yang memasak lodeh terong. Hanya ada beberapa yang sedia setiap hari,” ujarnya. Sayur itu nanti disandingkan dengan opor ayam dan lontong. “Untuk ayamnya harus pakai ayam kampung,” ujarnya.
Pada hari-hari biasa, dirinya juga tak lepas dari menu lodeh terong. Tak jarang, dia menyandingkan lodeh terong dengan menu lain. “Kalau pas hari-hari biasa, saya kadang juga tetap makan lodeh terong. Tapi paling suka dengan lauk pindang goreng,” ujarnya.
Diakuinya, menu lodeh saat Lebaran mulai memudar. Dia menceritakan saat masih SD, dirinya merasakan masamasa lodeh terong selalu tersedia saat Lebaran. “Namun, saat saya SMA, tradisi itu sudah mulai hilang. Kalau yang sudah umum biasanya ya sambal goreng kentang dan opor ayam itu,” katanya.
Bapak dua anak itu mengungkapkan, lodeh terong cenderung dibuat oleh orangorang yang menyukainya. Sementara di satu sisi banyak makanan lain cepat saji. “Mungkin itu juga penyebab mulai pudarnya tradisi lodeh terong itu,” katanya. Sementara penggemar lodeh terong lainnya, Nana, 32, mengaku hampir setiap hari menjadi menu makan siangnya.
Dia mengaku memiliki warung langganan yang setiap hari menyediakan lodeh terong. “Saya hampir setiap makan siang beli lodeh terong. Kalau pas puasa, ya saya bungkus untuk berbuka,” ujarnya. Perantau asal Tuban Jawa Timur itu mengaku menggemari menu itu karena kandungan gizi di dalam buah terong tersebut.
“Baik diolah lodeh maupun balado saya suka. Sebab selain enak, pedas dan manis, saya baca di internet juga banyak kandungan gizinya. Ada vitamin B, ada juga mengandung fitonutrien untuk menjaga otak dari kerusakan dan membuat tidak cepat pikun,” ujarnya.
Pemilik warung Bu Kus di Jalan Kurinci No 12, Kustiah, 70, mengaku sejak tahun 1978 berjualan lodeh terong. Kini dirinya dibantu sejumlah anaknya untuk berjualan. “Saya buka warung makan sudah lama, dan lodeh terong itu juga menjadi salah satu menu favorit di sini. Sampai sekarang juga masih banyak yang langganan. Kata pelanggan, lodeh terong buatan kami lebih berani bumbunya dan santannya,” ujarnya.
Prahayuda febrianto
Namun sejumlah warga tetap mempertahankan tradisi itu. Salah satunya warga Kelurahan Sapuro, Kota Pekalongan, Udin, 35. Dia mengaku tak pernah meninggalkan makanan khas itu setiap Lebaran datang. “Tidak afdal kalau tidak pakai sayur lodeh terong saat Lebaran datang,” ujarnya.
Diakuinya, untuk menemukan sayur ini saat Lebaran tidak mudah. Karena itu, dia selalu meminta istri membuat sendiri menu tersebut. “Warung sudah jarang yang memasak lodeh terong. Hanya ada beberapa yang sedia setiap hari,” ujarnya. Sayur itu nanti disandingkan dengan opor ayam dan lontong. “Untuk ayamnya harus pakai ayam kampung,” ujarnya.
Pada hari-hari biasa, dirinya juga tak lepas dari menu lodeh terong. Tak jarang, dia menyandingkan lodeh terong dengan menu lain. “Kalau pas hari-hari biasa, saya kadang juga tetap makan lodeh terong. Tapi paling suka dengan lauk pindang goreng,” ujarnya.
Diakuinya, menu lodeh saat Lebaran mulai memudar. Dia menceritakan saat masih SD, dirinya merasakan masamasa lodeh terong selalu tersedia saat Lebaran. “Namun, saat saya SMA, tradisi itu sudah mulai hilang. Kalau yang sudah umum biasanya ya sambal goreng kentang dan opor ayam itu,” katanya.
Bapak dua anak itu mengungkapkan, lodeh terong cenderung dibuat oleh orangorang yang menyukainya. Sementara di satu sisi banyak makanan lain cepat saji. “Mungkin itu juga penyebab mulai pudarnya tradisi lodeh terong itu,” katanya. Sementara penggemar lodeh terong lainnya, Nana, 32, mengaku hampir setiap hari menjadi menu makan siangnya.
Dia mengaku memiliki warung langganan yang setiap hari menyediakan lodeh terong. “Saya hampir setiap makan siang beli lodeh terong. Kalau pas puasa, ya saya bungkus untuk berbuka,” ujarnya. Perantau asal Tuban Jawa Timur itu mengaku menggemari menu itu karena kandungan gizi di dalam buah terong tersebut.
“Baik diolah lodeh maupun balado saya suka. Sebab selain enak, pedas dan manis, saya baca di internet juga banyak kandungan gizinya. Ada vitamin B, ada juga mengandung fitonutrien untuk menjaga otak dari kerusakan dan membuat tidak cepat pikun,” ujarnya.
Pemilik warung Bu Kus di Jalan Kurinci No 12, Kustiah, 70, mengaku sejak tahun 1978 berjualan lodeh terong. Kini dirinya dibantu sejumlah anaknya untuk berjualan. “Saya buka warung makan sudah lama, dan lodeh terong itu juga menjadi salah satu menu favorit di sini. Sampai sekarang juga masih banyak yang langganan. Kata pelanggan, lodeh terong buatan kami lebih berani bumbunya dan santannya,” ujarnya.
Prahayuda febrianto
(ftr)