Mau Divonis, Terdakwa Koruptor Pingsan

Kamis, 09 Juli 2015 - 07:53 WIB
Mau Divonis, Terdakwa...
Mau Divonis, Terdakwa Koruptor Pingsan
A A A
MEDAN - Terdakwa kasus korupsi pembangunan pusat perkantoran Pemkab Padanglawas (Palas), Batara Tambunan, jatuh pingsan beberapa saat akan divonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, kemarin.

Direktur PT Bungo Pantai Bersaudara yang menjadi rekanan Pemkab Palas itu, langsung dibopong ke Rumah Sakit Islam Malahayati yang berada di samping Gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan. Alhasil, Batara yang saat mengikuti sidang menggunakan tabung oksigen itu, tidak sempat mendengar putusan hakim yang menghukumnya selama enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Sebelum sidang dimulai, majelis hakim sempat bertanya kepada terdakwa, apakah sehat dan bisa mengikuti persidangan. Saat itu terdakwa menjawab bisa mengikuti sidang sebagai warga negara yang patuh hukum, dia akan mengikuti persidangan. Saya akan ikuti persidangan, meski harus menggunakan tabung oksigen,” katanya.

Batara memang tampak lemah saat sidang dibuka di ruang Kartika Pengadilan Tipikor Medan yang bersidang di PN Medan. Dia mengaku tidak kuat duduk saat hakim mulai membacakan amar putusan. “Saya mohon yang mulia, saya tidak kuat lagi duduk. Kalau bisa saya bersandar saja di bangku belakang ini,” katanya seraya pindah ke bangku di belakang kursi terdakwa.

Bukannya duduk, Batara malah merebahkan badannya di bangku panjang itu. Keluarganya yang mengikuti sidang langsung mendatangi. Seketika pria yang didakwa korupsi Rp6,048 miliar itu pingsan. Keluarganya pun langsung menangis histeris. “Dia sudah dari awal sakitsakit, tetapi masih dipaksakan hadir di sidang ini. Memang kalian hakim tidak punya perasaan,” kata seorang anak Batara sambil memukul meja sidang.

Suasana semakin ricuh karena keluarga terdakwa terus melontarkan caci maki kepada majelis hakim. Sementara terdakwa Batara tidak sadarkan diri lagi. “Tolong bantu ayah kami ini, penyakit jantungnya kumat. Panggilkan dokter cepat,” teriak keluarganya. Tiga orang sekuriti PN Medan dibantu pengawal tahanan (waltah) langsung mengangkat Batara keluar ruang sidang dan dilarikan ke Rumah Sakit Islam Malahayati.

Sementara keluarganya terus menangis histeris. Melihat suasana sidang semakin ribut, hakim kemudian menskor. “Sidang diskor,” kata Ketua Majelis Hakim Dwi Dayanto sembari meninggalkan ruang sidang. Di RSI Malahayati, terdakwa Batara langsung dibawa ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD) dan mendapatkan perawatan. Awak media pun tidak diperbolehkan mengambil gambar.

Satu jam kemudian, majelis hakim melanjutkan persidangan meski terdakwa tidak hadir. Dalam sidang in absentia itu, majelis hakim menghukum Batara Tambunan selama enam tahun penjara dan membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Tidak hanya itu, hakim juga menghukum terdakwa membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp6,048 miliar.

“Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayarkan uang pengganti kerugian negara ini, maka harta bendanya disita dapat disita untuk menutupinya. Namun, dalam hal harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka diganti dengan kurungan badan selama tiga tahun,” kata hakim membacakan putusannya.

Tommy Sihotang, kuasa hukum Batara Tambunan, langsung menyatakan banding. Dia menilai putusan hakim tersebut tidak adil. “Terima kasih majelis atas putusan ini, tapi kami menyatakan banding,” katanya.

Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Polim Siregar menyatakan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan hakim yang lebih ringan dari tuntutan JPU. JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut ini menuntut Batara Tambunan selama delapan tahun enam bulan penjara. Jaksa juga menuntut agar terdakwa membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan serta menuntut terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp Rp6,048 miliar subsider empat tahun tiga bulan kurungan.

Sekadar diketahui, kasus ini bermula saat Pemkab Palas pada Tahun Anggaran 2009 menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat sebesar Rp9,3 miliar. Dana tersebut juga telah ditampung di Dokumen Pelaksana Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Pekerjaan Umum, Pertambangan, dan Energi Pemkab Palas TA 2009.

Berdasarkan DPA SKPD PU, Pertambangan dan Energi tersebut, pembangunan gedung DPRD dan kantor bupati tersebut dilakukan dengan tahun tunggal (single years). Namun, Bupati Palas yang saat itu dijabat Basyrah Lubis mengubah secara sepihak sistem pembangunannya menjadi tahun jamak (multiyears ). Pasalnya, perubahan itu tidak pernah dibahas dan disetujui DPRD Palas.

Atas arahan bupati kepada Kadis Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi, Chairul Windu Harahap, Panitia Pembuat Komitmen (PPK) yang dijabat Abdul Hamid Nasution memenangkan PT Bungo Pantai Bersaudara dengan direkturnya terdakwa Batara Tambunan sebagai pemenang lelang.

Setelah proses berjalan, Paruhum Mulia Daulay selaku kuasa bendahara umum daerah (BUD) memproses pencairan dan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pembayaran kepada PT Bungo Pantai Bersaudara sebesar Rp6,7 miliar. Setelah dipotong Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) jumlah yang diterima rekanan menjadi Rp6,048 miliar.

Namun, pembangunan gedung DPRD dan kantor Bupati Palas itu tidak selesai dan hingga kini tidak bisa dimanfaatkan sebagai sarana pelayanan publik untuk masyarakat. Lahan yang menjadi lokasi pembangunan perkantoran pusat pemerintahan Pemkab Palas itu pun baru menjadi aset pemkab pada 2012.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut saat mengaudit pada 2009 menghitung kerugian negara secara total lost karena menganggap pembangunan itu tidak ada. Pembayaran kepada PT Bungo Pantai Bersaudara Rp6,048 miliar pun dijadikan kerugian negara.

Dalam perkara ini, mantan Bupati Palas Basyrah Lubis juga telah dihukum dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan. Namun, hukumannya diperberat oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Sumut menjadi delapan tahun penjara.

Sementara mantan kuasa BUD Kabupaten Palas, Paruhum Mulia Daulay, dan Abdul Hamid Nasution, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan pusat pemerintahan Pemkab Palas tahun 2009, dijatuhi hukuman masing-masing empat tahun penjara.

Panggabean hasibuan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1140 seconds (0.1#10.140)