Lawan Belanda, Sebarkan Islam hingga Pelosok
A
A
A
SUMEDANG - Pada masa keemasannya di era kolonialisme pada kurun waktu 1836-1882, Sumedang dipimpin bupati terkaya setatar Sunda yakni Pangeran Suria Kusumah Adinata atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Sugih.
Pada masa Pangeran Sugih memerintah itu pula, tepatnya 1846, keturunan dari Pangeran Syamsuddin I dari Keraton Kasepuhan Cirebon yakni Hadrotusyekh KR Asyro fuddin, atas permintaan Pangeran Sugih mendirikan pondok pesantren pertama di Sumedang.
Mulanya, pondok pesantren yang terletak di kaki Gunung Tam pomas, tepatnya di Dusun Ci picung, Desa Conggeang Wetan, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang ini ber na ma Pondok Pesantren Ardli Sela Singa Naga (daerah be ba tuan yang dihuni macan dan ular).
“Namun oleh generasi penerus yakni KRHE Bukhorie Ukasah Mubarok pada 1965 nama ini diganti menjadi Pondok Pesantren Asyrofuddin hingga saat ini. Nama ini digunakan untuk tafa’ulan atau mengenang jasa pendiri pondok pesantren,” ujar KH RA Akhmad Sadad, Pimpinan Pondok Pesantren Asyrofuddin, yang merupakan ke tu runan generasi ke-z6, di dam pingi Sekretaris Pesantren Ab durrahman AS, di temui KORAN SINDO.
Sebelum Pondok Pesantren Asy rofuddin berdiri, Hadrotusyekh KR Asyrofuddin yang me milih pergi meninggalkan Keraton Cirebon karena berselisih pa ham dan berbeda prinsip dengan ayahandanya yakni Pa ngeran Syamsuddin I yang menetap di Kampung Cikuleu, Kecamatan Ujungjaya, Sumedang.
“Beliau menetap di kampung tersebut sekitar 1802 dan pa da saat itu di kampung tersebut mendirikan Pesantren Ci ku leu. Nah mendengar kabar bahwa salah seorang putra dari Pangeran Cirebon menetap di Cikuleu, Pangeran Sugih yang memimpin Sumedang saat itu mengunjungi beliau. Setelah bertemu, Pangeran Sugih meminta KR Asyrofuddin pindah ke Cipicung Conggeang dan mendirikan Pondok Pesantren Asy rofuddin dengan tujuan memperluas perkembangan agama Islam di Kabupaten Sumedang,” kata Akhmad Sadad.
Dari sinilah agama Islam mulai berkembang dan menyebar hingga penjuru Sumedang. “Pa da masa sulit era kolonialisme Belanda, beliau memegang te guh ajaran Islam dan menyebarkan Islam melalui jalan dakwah dengan cara menggelar pengajian, mengenalkan dan mengajarkan ilmu bela diri pencak si lat, juga mengajarkan ilmu po litik,” terang Akhmad Sadad.
KR Asyrofuddin, lanjut dia, mengajarkan ilmu bela diri seka ligus ilmu politik dengan tujuan melawan penjajahan Belanda. “Para santri beliau bentuk menjadi kader-kader pejuang untuk melawan penjajahan Belanda. Dari waktu ke waktu dakwah dan perjuangan be liau didengar hingga ke luar Sumedang. Dan santrinya kian banyak,” tuturnya.
Saat ini, lanjut Akhmad Sadad, dalam usianya yang sudah lebih dari satu abad, Pondok Pesantren Asyrofuddin yang dibangun di atas lahan seluas 4 hektare di tanah yang diwakafkan Pangeran Sugih ini terus berkembang dengan jumlah santri men capai 671 orang. “Santri kami saat ini tidak hanya dari Sumedang, tapi ada juga yang datang ke sini untuk menimba ilmu dari berbagai daerah di pulau jawa, luar pulau jawa, seperti Madura hingga pulau Sumatera,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, pendidikan yang ada saat ini adalah mad rasah diniyah, madrasah tsa nawiyah, madrasah aliyah, TKA, tahasus pengajian kitab kuning, dan cabang-cabang pen didikan yang lainnya. “Pondok Pesantren Asyrofuddin akan tetap berdiri dengan tegak dan melahirkan insan-insan pem bangunan yang takwa, taat, dan berakhlak mulia,” katanya.
Aam Aminullah
Pada masa Pangeran Sugih memerintah itu pula, tepatnya 1846, keturunan dari Pangeran Syamsuddin I dari Keraton Kasepuhan Cirebon yakni Hadrotusyekh KR Asyro fuddin, atas permintaan Pangeran Sugih mendirikan pondok pesantren pertama di Sumedang.
Mulanya, pondok pesantren yang terletak di kaki Gunung Tam pomas, tepatnya di Dusun Ci picung, Desa Conggeang Wetan, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang ini ber na ma Pondok Pesantren Ardli Sela Singa Naga (daerah be ba tuan yang dihuni macan dan ular).
“Namun oleh generasi penerus yakni KRHE Bukhorie Ukasah Mubarok pada 1965 nama ini diganti menjadi Pondok Pesantren Asyrofuddin hingga saat ini. Nama ini digunakan untuk tafa’ulan atau mengenang jasa pendiri pondok pesantren,” ujar KH RA Akhmad Sadad, Pimpinan Pondok Pesantren Asyrofuddin, yang merupakan ke tu runan generasi ke-z6, di dam pingi Sekretaris Pesantren Ab durrahman AS, di temui KORAN SINDO.
Sebelum Pondok Pesantren Asy rofuddin berdiri, Hadrotusyekh KR Asyrofuddin yang me milih pergi meninggalkan Keraton Cirebon karena berselisih pa ham dan berbeda prinsip dengan ayahandanya yakni Pa ngeran Syamsuddin I yang menetap di Kampung Cikuleu, Kecamatan Ujungjaya, Sumedang.
“Beliau menetap di kampung tersebut sekitar 1802 dan pa da saat itu di kampung tersebut mendirikan Pesantren Ci ku leu. Nah mendengar kabar bahwa salah seorang putra dari Pangeran Cirebon menetap di Cikuleu, Pangeran Sugih yang memimpin Sumedang saat itu mengunjungi beliau. Setelah bertemu, Pangeran Sugih meminta KR Asyrofuddin pindah ke Cipicung Conggeang dan mendirikan Pondok Pesantren Asy rofuddin dengan tujuan memperluas perkembangan agama Islam di Kabupaten Sumedang,” kata Akhmad Sadad.
Dari sinilah agama Islam mulai berkembang dan menyebar hingga penjuru Sumedang. “Pa da masa sulit era kolonialisme Belanda, beliau memegang te guh ajaran Islam dan menyebarkan Islam melalui jalan dakwah dengan cara menggelar pengajian, mengenalkan dan mengajarkan ilmu bela diri pencak si lat, juga mengajarkan ilmu po litik,” terang Akhmad Sadad.
KR Asyrofuddin, lanjut dia, mengajarkan ilmu bela diri seka ligus ilmu politik dengan tujuan melawan penjajahan Belanda. “Para santri beliau bentuk menjadi kader-kader pejuang untuk melawan penjajahan Belanda. Dari waktu ke waktu dakwah dan perjuangan be liau didengar hingga ke luar Sumedang. Dan santrinya kian banyak,” tuturnya.
Saat ini, lanjut Akhmad Sadad, dalam usianya yang sudah lebih dari satu abad, Pondok Pesantren Asyrofuddin yang dibangun di atas lahan seluas 4 hektare di tanah yang diwakafkan Pangeran Sugih ini terus berkembang dengan jumlah santri men capai 671 orang. “Santri kami saat ini tidak hanya dari Sumedang, tapi ada juga yang datang ke sini untuk menimba ilmu dari berbagai daerah di pulau jawa, luar pulau jawa, seperti Madura hingga pulau Sumatera,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, pendidikan yang ada saat ini adalah mad rasah diniyah, madrasah tsa nawiyah, madrasah aliyah, TKA, tahasus pengajian kitab kuning, dan cabang-cabang pen didikan yang lainnya. “Pondok Pesantren Asyrofuddin akan tetap berdiri dengan tegak dan melahirkan insan-insan pem bangunan yang takwa, taat, dan berakhlak mulia,” katanya.
Aam Aminullah
(ftr)