Produk Pangan Ilegal Marak Beredar di Solo
A
A
A
SOLO - Makanan dalam kemasan tanpa label dan kedaluwarsa ditengarai marak beredar di sejumlah pasar tradisional di Kota Solo.
Produk pangan ilegal ini ditemukan petugas dalam inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Nongko, kemarin. Saat sidak ke los makanan, petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo menemukan banyak makanan kemasan tanpa label dipajang di etalase. Petugas kemudian meminta pemilik toko agar kemasan makanan diberi label nama produk, jenis produk, berat, dan tanggal kedaluwarsa.
“Informasi itu penting bagi konsumen untuk menjamin kualitas dari produk pangan yang dipasarkan,” kata Kasi Pengawasan, Bidang Pengawasan dan Perlindungan Konsumen Disperindag Solo Sri Herning Widyastuti kemarin. Dari keterangan pedagang yang bersangkutan, makanan itu dibeli secara grosiran lalu dikemas sendiri dengan ukuran yang lebih kecil.
Mengenai upaya pembinaan, pihaknya meminta agar pedagang mengurus izin rumah tangga (IRT) ke Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait usaha pengemasan makanan. Selain makanan dalam kemasan tanpa label, di los lain Disperindag juga menemukan garam grasak yang dikemas dalam plastik seadanya.
Saat ditanya, pedagang mengaku jika garam tersebut diperuntukkan campuran minum (ngombor) sapi. Jika demikian, semestinya harus diberi label untuk campuran minum hewan. “Kami terus sosialisasikan ke pedagang, utamanya di pasar tradisional kalau makanan dalam kemasan harus ada label dan sejumlah keterangan yang wajib dicantumkan,” tandasnya.
Di los pedagang yang menjual bumbu kemasan juga ditemukan produk kedaluwarsa bahkan tidak dilengkapi tanggal expired. Barang yang sudah melewati batas waktu pemakaian tersebut akan ditukar ke distributor. Sudiarini, 54, salah satu pedagang makanan mengaku ketika membeli produk secara grosir, produk pangan tersebut dilengkapi merek, label jenis makanan, berat, hingga tanggal kedaluwarsa.
Dia terpaksa mengemas sendiri dalam ukuran kecil agar bisa diecer. Pedagang harus pandai menyiasati agar dagangannya cepat laku. Makanan dalam kemasan buatannya biasanya 1-2 hari sudah laku. “Jika dijual apa adanya dengan ukuran besar segitu, jelas tidak laku karena konsumen butuhnya hanya sedikit-sedikit,” ungkapnya.
Takjil Dipantau
Sementara itu, jajanan takjil yang bermunculan selama Ramadan mendapat perhatian Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo. Untuk menjamin produk pangan tersebut bebas bahan kimia berbahaya, DKK menerjunkan petugas untuk melakukan pantauan takjil yang dijual di pinggir-pinggir jalan. “Pantauan tidak hanya pada pedagang dadakan di pinggirpinggirjalan, tapijugadilakukan di warung-warung makan,” kata Kepala DKK Sukoharjo Guntur Subyantoro kemarin.
Sejauh ini dari hasil pemantauan DKK belum ditemukan adanya makanan dan minuman mengandung bahan berbahaya yang dijajakan pedagang. Meski demikian, petugas tetap akan memantau bila mana ada masalah terjadi.
Pantauan di lapangan penjual takjil banyak ditemukan didi Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Veteran, dan Jalan Dr Moewardi. Selain itu, juga ada di Jalan Ir Soekarno kawasan Solo Baru.
Ary wahyu wibowo/ sumarno
Produk pangan ilegal ini ditemukan petugas dalam inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Nongko, kemarin. Saat sidak ke los makanan, petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo menemukan banyak makanan kemasan tanpa label dipajang di etalase. Petugas kemudian meminta pemilik toko agar kemasan makanan diberi label nama produk, jenis produk, berat, dan tanggal kedaluwarsa.
“Informasi itu penting bagi konsumen untuk menjamin kualitas dari produk pangan yang dipasarkan,” kata Kasi Pengawasan, Bidang Pengawasan dan Perlindungan Konsumen Disperindag Solo Sri Herning Widyastuti kemarin. Dari keterangan pedagang yang bersangkutan, makanan itu dibeli secara grosiran lalu dikemas sendiri dengan ukuran yang lebih kecil.
Mengenai upaya pembinaan, pihaknya meminta agar pedagang mengurus izin rumah tangga (IRT) ke Dinas Kesehatan (Dinkes) terkait usaha pengemasan makanan. Selain makanan dalam kemasan tanpa label, di los lain Disperindag juga menemukan garam grasak yang dikemas dalam plastik seadanya.
Saat ditanya, pedagang mengaku jika garam tersebut diperuntukkan campuran minum (ngombor) sapi. Jika demikian, semestinya harus diberi label untuk campuran minum hewan. “Kami terus sosialisasikan ke pedagang, utamanya di pasar tradisional kalau makanan dalam kemasan harus ada label dan sejumlah keterangan yang wajib dicantumkan,” tandasnya.
Di los pedagang yang menjual bumbu kemasan juga ditemukan produk kedaluwarsa bahkan tidak dilengkapi tanggal expired. Barang yang sudah melewati batas waktu pemakaian tersebut akan ditukar ke distributor. Sudiarini, 54, salah satu pedagang makanan mengaku ketika membeli produk secara grosir, produk pangan tersebut dilengkapi merek, label jenis makanan, berat, hingga tanggal kedaluwarsa.
Dia terpaksa mengemas sendiri dalam ukuran kecil agar bisa diecer. Pedagang harus pandai menyiasati agar dagangannya cepat laku. Makanan dalam kemasan buatannya biasanya 1-2 hari sudah laku. “Jika dijual apa adanya dengan ukuran besar segitu, jelas tidak laku karena konsumen butuhnya hanya sedikit-sedikit,” ungkapnya.
Takjil Dipantau
Sementara itu, jajanan takjil yang bermunculan selama Ramadan mendapat perhatian Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo. Untuk menjamin produk pangan tersebut bebas bahan kimia berbahaya, DKK menerjunkan petugas untuk melakukan pantauan takjil yang dijual di pinggir-pinggir jalan. “Pantauan tidak hanya pada pedagang dadakan di pinggirpinggirjalan, tapijugadilakukan di warung-warung makan,” kata Kepala DKK Sukoharjo Guntur Subyantoro kemarin.
Sejauh ini dari hasil pemantauan DKK belum ditemukan adanya makanan dan minuman mengandung bahan berbahaya yang dijajakan pedagang. Meski demikian, petugas tetap akan memantau bila mana ada masalah terjadi.
Pantauan di lapangan penjual takjil banyak ditemukan didi Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Veteran, dan Jalan Dr Moewardi. Selain itu, juga ada di Jalan Ir Soekarno kawasan Solo Baru.
Ary wahyu wibowo/ sumarno
(ftr)