Berkacamata Itu Keren, Tanpa Kacamata Jauh Lebih Hebat

Minggu, 14 Juni 2015 - 09:38 WIB
Berkacamata Itu Keren,...
Berkacamata Itu Keren, Tanpa Kacamata Jauh Lebih Hebat
A A A
Rayhan Siregar, 10, terlihat duduk sendiri di tepi taman bermain yang tak terlalu luas. Sementara sekitar 7–9 orang kawankawan sebayanya asyik bermain. Ada yang bermain bola, ada juga yang saling kejarkejaran.

Tentu anak-anak seusia itu memang penuh aktivitas bergerak. Sementara Rayhan hanya terdiam, ada apa? Selidik punya selidik, ternyata Rayhan tidak bisa bermain seperti temantemannya karena memakai kaca mata. Dia tidak nyaman jika bermain bola. Itulah gambaran kecil kerugian jika anak seusia dini sudah memakai kaca mata.

Memang pada umumnya, bagi anak yang sudah menggunakan kacamata, tentu akan cenderung membatasi gerak-geriknya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan dunia anakanak yang banyak aktivitas. Usia preschooler biasanya sedang senang-senangnya berlarian atau bermain role play seperti tokoh idolanya. Jika memakai kacamata, jelas akan membatasi gerak anak.

Mereka cenderung tidak mau memakainya. Tentu ini dapat membuat minus mata anak bertambah. Atau ada anakanak yang menjadi tidak diajak bermain oleh temannya karena takut mengenai kacamatanya. Hal ini dapat membuat anak menjadi minder atau kecil hati karena tidak diajak bermain.

Oleh karena itu, orang tua seharusnya dapat mempersiapkan mental anak sekaligus memperkuat citra dirinya sehingga anak yang sudah bermasalah sama penglihatannya tetap bisa normal bersosialisasi dengan teman-temannya. Seorang ibu rumah tangga, Yana, memang terkadang tak tega melihat anaknya yang terpaksa tidak bisa ikut main bola maupun basket dengan teman-temannya karena anaknya menggunakan kacamata.

"Terkadang kasihan juga memang melihat dia, karena kalau bergerak kan sulit menggunakan kacamata, makanya kalau di sekolah atau di rumah kalau diajak temannya main bola, dia selalu menolak. Akhirnya anak saya lebih banyak main game, akibatnya minus matanya jadi bertambah," ungkapnya.

Padahal, dokter matanya sudah menyarankan agar anaknya jangan lagi lebih banyak bermain game di komputer karena akan membuat minus matanya bertambah. "Itu dialah yang membuat saya pusing, karena kalau dia tidak bisa main bola dan sebagainya, tentu dia bakal bosan. Akhirnya, saya balik lagi membolehkan dia bermain game, paling jamnyalah yang saya batasi," ujar Yana.

Psikolog di Medan Irna Minauli mengatakan, ketika anak didiagnosa harus menggunakan kacamata maka secara mental harus dipersiapkan mengenai hal-hal yang akan terjadi. Termasuk memperkuat citra diri anak sehingga si anak percaya diri untuk menggunakan kacamata.Orang tua harus dapat memberikan penjelasan atau alasan ilmiah mengapa ia harus menggunakan kacamata, misalnya ada kelainan bola mata agar dapat melihat lebih jelas dan mengikuti pelajaran di sekolah.

"Rasa minder ataupun tidak percaya diri yang timbul pada diri anak yang menggunakan kacamata itu tidak lain dikarenakan ada hal yang beda di antara dia dengan kawan-kawannya. Hal ini merupakan masalah citra dirinya dari perbedaan yang muncul tersebut, sehingga orang tua seharusnya dapat memperkuat citra diri anak bahwa menggunakan kacamata itu bukanlah hal yang tidak baik," papar Irna.

Oleh karena itu, anak harus diajarkan untuk percaya diri bahwa berkacamata bukanlah cacat. Ajarkanlah bahwa berkacamata merupakan gaya hidup sehingga bisa terlihat keren dan juga cerdas. Kalau perlu beri contoh tokoh-tokoh seperti dokter atau bapak ibu guru yang menggunakan kacamata. Dengan kacamata akan lebih jelas melihat, membaca, dan bermain sehingga prestasi anak akan menjadi lebih bagus.

"Peran orang tua dalam membentuk citra diri anak ke arah yang positif ini sangat penting. Sebab, citra diri dibentuk oleh kita sendiri dan lingkungan hanyalah memperkuatnya," ujar Irna. Orang tua juga dapat memberikan alternatif kepada anak untuk menggunakan contact lens pada kegiatan tertentu maupun menambahkan rantai pada kacamatanya sehingga si anak bebas bergerak tanpa khawatir kacamatanya jatuh.

Bisa juga menyarankan anak memilih kegiatan lain, seperti berenang atau bela diri yang tidak perlu halangan dalam penglihatan daripada melakukan kegiatan seperti menembak atau memanah. Tak hanya itu, orang tua juga sebaiknya meminta pihak sekolah agar memberikan perhatian khusus di sekolah agar jangan sampai ada perilaku bullying (kekerasan verbal) yang dilakukan temantemannya.

"Mengejek anak yang berkacamata yang dilakukan teman-temannya itu merupakan perilaku kekerasan verbal. Oleh karena itu, pihak sekolah juga harus memberikan perhatian ekstra terhadap hal ini. Jangan sampai si anak mendapatkan kekerasan verbal di sekolah harus ada pengawasan yang ketat," tandas Irna.

Selebihnya, tentu saja orang tua harus berupaya mengawasi si anak agar tidak berlama-lama bermain game di komputer, mengawasi si anak untuk menggunakan kacamata sesuai anjuran dokter. Seringlah mengajak anak melihat pemandangan pepohonan dari kejauhan. "Intinya, orang tua harus mampu membangun citra diri yang positif terhadap anak.

Jika dia memiliki kekurangan dalam kegiatan tertentu, sebaiknya orang tua juga mendorong si anak agar berprestasi pada kegiatan yang lain, sehingga anak yang berkacamata tidak mengalami citra diri yang buruk yang membuat dirinya minder dan tidak percaya diri," papar Irna.

Lia Anggia Nasution
Kota Medan
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9216 seconds (0.1#10.140)