Bengkel Kerja Lapas Bulu Hampir Roboh
A
A
A
SEMARANG - Kondisi bengkel kerja (bengker) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Wanita Semarang alias Lapas Bulu, mengkhawatirkan. Bangunan yang masuk kategori cagar budaya ini sudah rapuh, bahkan hampir roboh.
Akhirnya, sejak Januari lalu otoritas setempat memutuskan tak menggunakannya lagi untuk aktivitas. Kondisi ini ternyata berpengaruh besar. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) setempat tak bisa lagi menggunakan bangunan itu untuk bekerja membuat aneka kerajinan. Mereka cuma bisa memanfaatkan teras-teras ataupun pelataran sekitar bangunan.
Hal itu diungkapkan Kepala Lapas Bulu Suprobowati saat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly meninjau langsung kondisi lapas, Jumat (12/6/2015).
"Saya berharap Pemda, Pak Wali (Wali Kota) bisa membantu. Karena ini cagar budaya. Anggaran kami terbatas. Nanti saya coba komunikasikan dengan Mas Ganjar (Gubernur Jateng) atau telepon langsung Pak Wali. Gedung itu sangat penting. (Kondisi ini) kurangin space kita, di sini juga tidak semangat lagi," ungkap Yasonna saat memberikan keterangan pers di Lapas Bulu Semarang, Jumat (12/6/2015) sore.
Persoalan yang terjadi, kata dia, ada di anggaran. Pihak Lapas Bulu Semarang sudah berkomunikasi dengan Pemkot Semarang, ingin mencoba merehabilitasi dengan dana yang terbatas.
Pihak Pemkot Semarang lewat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) ngotot agar bangunan yang direhab harus sesuai bentuk aslinya, mengingat ini adalah cagar budaya. Ini tentu membutuhkan uang yang lebih besar. Namun, sejauh ini pihak pemkot tidak menyediakan dana untuk membantu rehabilitasinya.
"Persoalan di sini juga over kapasitas," lanjut dia.
Sementara itu, Kalapas Bulu Suprobowati menjelaskan gedung itu dibangun pada tahun 1894. Artinya sudah berdiri 121 tahun.
"Saya kosongkan sejak Januari 2015. Bisa dilihat sendiri, tinggal robohnya. Padahal gedung ini sangat kami butuhkan, anak-anak nggak bisa bekerja. Kalau hujan, banjir, ya anak- anak nggak bisa kerja, di dalam kamar (sel) saja. Padahal hasil kerajinan itu sudah dibawa sampai ke Abu Dhabi, pesanan online," kata dia.
Ia menyebut anggaran pihaknya berkisar Rp1 miliar untuk renovasi gedung. Itu renovasi yang hanya berorientasi pengamanan, bukan orientasi seni alias cagar budaya. Dia menyebut hal itu sempat dikomunikasikan ke pihak Pemkot Semarang, tapi belum mendapat solusi nyata.
"Mereka inginnya harus cagar budaya (renovasi), tetapi sejauh ini tidak ada solusi membantu anggarannya. Sedangkan anggaran kami terbatas."
Akhirnya, sejak Januari lalu otoritas setempat memutuskan tak menggunakannya lagi untuk aktivitas. Kondisi ini ternyata berpengaruh besar. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) setempat tak bisa lagi menggunakan bangunan itu untuk bekerja membuat aneka kerajinan. Mereka cuma bisa memanfaatkan teras-teras ataupun pelataran sekitar bangunan.
Hal itu diungkapkan Kepala Lapas Bulu Suprobowati saat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly meninjau langsung kondisi lapas, Jumat (12/6/2015).
"Saya berharap Pemda, Pak Wali (Wali Kota) bisa membantu. Karena ini cagar budaya. Anggaran kami terbatas. Nanti saya coba komunikasikan dengan Mas Ganjar (Gubernur Jateng) atau telepon langsung Pak Wali. Gedung itu sangat penting. (Kondisi ini) kurangin space kita, di sini juga tidak semangat lagi," ungkap Yasonna saat memberikan keterangan pers di Lapas Bulu Semarang, Jumat (12/6/2015) sore.
Persoalan yang terjadi, kata dia, ada di anggaran. Pihak Lapas Bulu Semarang sudah berkomunikasi dengan Pemkot Semarang, ingin mencoba merehabilitasi dengan dana yang terbatas.
Pihak Pemkot Semarang lewat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) ngotot agar bangunan yang direhab harus sesuai bentuk aslinya, mengingat ini adalah cagar budaya. Ini tentu membutuhkan uang yang lebih besar. Namun, sejauh ini pihak pemkot tidak menyediakan dana untuk membantu rehabilitasinya.
"Persoalan di sini juga over kapasitas," lanjut dia.
Sementara itu, Kalapas Bulu Suprobowati menjelaskan gedung itu dibangun pada tahun 1894. Artinya sudah berdiri 121 tahun.
"Saya kosongkan sejak Januari 2015. Bisa dilihat sendiri, tinggal robohnya. Padahal gedung ini sangat kami butuhkan, anak-anak nggak bisa bekerja. Kalau hujan, banjir, ya anak- anak nggak bisa kerja, di dalam kamar (sel) saja. Padahal hasil kerajinan itu sudah dibawa sampai ke Abu Dhabi, pesanan online," kata dia.
Ia menyebut anggaran pihaknya berkisar Rp1 miliar untuk renovasi gedung. Itu renovasi yang hanya berorientasi pengamanan, bukan orientasi seni alias cagar budaya. Dia menyebut hal itu sempat dikomunikasikan ke pihak Pemkot Semarang, tapi belum mendapat solusi nyata.
"Mereka inginnya harus cagar budaya (renovasi), tetapi sejauh ini tidak ada solusi membantu anggarannya. Sedangkan anggaran kami terbatas."
(zik)