Keterbatasan Fisik Bukan Kendala bagi Mereka
A
A
A
Meskipun memiliki keterbatasan fisik, namun para peserta ujian seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) ini tak menjadikan kondisi fisiknya sebagai kendala.
Mereka pantang menyerah demi mewujudkan cita-citanya. Hanif Nauval Hafizhan bercita-cita menjadi seorang guru bahasa Jerman. Dia mulai mengenal bahasa Jerman sejak duduk di bangku SMP di Yayasan Wiyata Guna, sebuah yayasan pendidikan bagi para penyandang disabilitas di Kota Bandung. Demi cita-citanya itu, dia pun melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
“Untuk pilihan pertama saya pilih Sastra Jerman, kedua Bahasa Jepang, dan ketiga Bahasa Inggris. Semuanya saya daftar ke Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),” tuturnya saat ditemui KORAN SINDOdi sela-sela SBMPTN, di Kampus Institut Teknologi Bandung ( ITB), Jalan Ganeca, Kota Bandung, kemarin. Senada dengan Hanif, Latifah Mourinta Wigati juga memilih jurusan Sastra Inggris UPI pada pilihan pertamanya. Sedangkan untuk pilihan keduanya, dia memilih Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran (Unpad).
Menurut Latifah, sebelumnya dia sempat mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur Bidik Misi. Namun sayang, kala itu dia gagal. Meskipun begitu, dalam SBMPTN kali ini, dia optimistis bisa menyelesaikan seluruh soal yang diujikan dengan baik. “Suatu saat nanti saya ingin jadi dosen bahasa dan ingin punya kesempatan belajar soal hukum dan psikologi,” tuturnya.
Lain halnya dengan Evin Damayanti, peserta SBMPTN yang memiliki pertumbuhan tulang kurang sempurna ini mengaku ingin menjadi seorang psikolog anak. Untuk merealisasikan keinginannya itu, dara kelahiran Serang, 11 September 1997 tak hentihentinya belajar agar bisa melanjutkan pendidikannya di jurusan Psikolog Unpad. “Dengan keterbatasan, saya ingin membantu orang lain menyelesaikan masalah mereka. Dengan menjadi psikolog, saya menjadi lebih peka dan saya juga senang mendengarkan orang lain curhat,” tuturnya.
Gadis yang mahir bermain piano dan membawakan musik klasik ini mengaku tidak ingin menyerah dengan kondisi yang dialaminya. Dengan dukungan keluarga, dia yakin bisa menjadi seorang psikolog yang mumpuni.
Anne Rufaidah
Kota Bandung
Mereka pantang menyerah demi mewujudkan cita-citanya. Hanif Nauval Hafizhan bercita-cita menjadi seorang guru bahasa Jerman. Dia mulai mengenal bahasa Jerman sejak duduk di bangku SMP di Yayasan Wiyata Guna, sebuah yayasan pendidikan bagi para penyandang disabilitas di Kota Bandung. Demi cita-citanya itu, dia pun melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
“Untuk pilihan pertama saya pilih Sastra Jerman, kedua Bahasa Jepang, dan ketiga Bahasa Inggris. Semuanya saya daftar ke Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),” tuturnya saat ditemui KORAN SINDOdi sela-sela SBMPTN, di Kampus Institut Teknologi Bandung ( ITB), Jalan Ganeca, Kota Bandung, kemarin. Senada dengan Hanif, Latifah Mourinta Wigati juga memilih jurusan Sastra Inggris UPI pada pilihan pertamanya. Sedangkan untuk pilihan keduanya, dia memilih Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran (Unpad).
Menurut Latifah, sebelumnya dia sempat mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur Bidik Misi. Namun sayang, kala itu dia gagal. Meskipun begitu, dalam SBMPTN kali ini, dia optimistis bisa menyelesaikan seluruh soal yang diujikan dengan baik. “Suatu saat nanti saya ingin jadi dosen bahasa dan ingin punya kesempatan belajar soal hukum dan psikologi,” tuturnya.
Lain halnya dengan Evin Damayanti, peserta SBMPTN yang memiliki pertumbuhan tulang kurang sempurna ini mengaku ingin menjadi seorang psikolog anak. Untuk merealisasikan keinginannya itu, dara kelahiran Serang, 11 September 1997 tak hentihentinya belajar agar bisa melanjutkan pendidikannya di jurusan Psikolog Unpad. “Dengan keterbatasan, saya ingin membantu orang lain menyelesaikan masalah mereka. Dengan menjadi psikolog, saya menjadi lebih peka dan saya juga senang mendengarkan orang lain curhat,” tuturnya.
Gadis yang mahir bermain piano dan membawakan musik klasik ini mengaku tidak ingin menyerah dengan kondisi yang dialaminya. Dengan dukungan keluarga, dia yakin bisa menjadi seorang psikolog yang mumpuni.
Anne Rufaidah
Kota Bandung
(ars)