Pengawasan Dinas TRTB Lemah
A
A
A
MEDAN - Wali Kota Medan, Dzulmi Edlin, harus menelusuri penyebab lemahnya pengawasan yang dilakukan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan terhadap pembangunan wihara di Kompleks Central Bisnis District (CBD) Polonia, Kamis (4/6).
Meskipun tidak mengantongi izin, pengerjaannya justru sudah rampung 50%. Diduga telah terjadi pembiaran terhadap pengerjaan rumah ibadah tersebut. Parahnya, akibat pengerjaan tersebut, sepuluh pekerja mengalami luka-luka akibat tertimpa perancah. “Ini harus ditelusuri wali kota. Kenapa sampai ada pembiaran. Kenapa fungsi pengawasan tidak berjalan.
Harusnya ada upaya penindakan dilakukan. Akibat adanya pembiaran, sepuluh pekerja menderita lukaluka. Dimana, dua di antaranya mengalami kritis,” ungkap anggota Komisi D DPRD Medan, Ilhamsyah, Jumat (5/6). Ilham menjelaskan, apabila permintaan stanvas tidak diindahkan pengembang, harus diambil sikap lebih tegas, yakni pembongkaran.
Bangunan tersebut harus diratakan karena sudah terbukti menyalahi aturan. Sekarang, yang dipersoalkan bukan peruntukan bangunan tersebut, tapi peruntukan lahannya tidak sesuai dan juga tidak memiliki izin. Tentunya hal itu sudah melanggar peraturan. “Kalau permintaan stanvas diabaikan, bukan berarti diam, tapi harus dibongkar. Itu kan jelas melanggar aturan.
Melihat kondisi fisik bangunan itu sudah dikerjakan cukup lama. Kami minta ini harus ditelusuri. Ada apa dibalik ini, kenapa dibiarkan, ada apa?” ungkapnya. Dia menambahkan, terkait apakah nanti akan menolak permohonan perubahan peruntukan lahan yang diajukan Yayasan Vihara Dharma Santi Metta terkait pembangunan wihara tersebut, dia belum bisa memastikan.
Hanya saja dia mengungkapkan, hal itu bisa saja terjadi apabila fraksi-fraksi di DPRD Medan bersepakat menolak permohonan tersebut. Dengan pertimbangan melihat persoalan tersebut“Bisa saja permohonan ditolak dan pembangunannya tidak dilanjutkan. Dengan catatan kawan- kawan di DPRD Medan punya pendapat sama menolak permohonanitu. Kitalihat saja nanti saat pembahasannya. Yang pasti pengembang harus taat atas peraturan.
Jangan sesuka hatinya membangun, apalagi ini untuk rumah ibadah,” ucapnya. Sebelumnya Kadis TRTB Kota Medan, Samporno Pohan, mengungkapkan, sudah melayangkan surat untuk menstanvaskan bangunan tersebut. Namun, pembangunan tetap dilanjutkan.
Pascakejadian ini pihaknya akan kembali menstanvaskan bangunan tersebut. Sementara itu, Kabid Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang Dinas TRTB Kota Medan, Indra Siregar, mengungkapkan, tidak bisa mengatakan penyebab runtuhnya perancah bangunan tersebut. Sebab, dirinya tidak bisa mengamati dari dekat karena sudah di-police line .
Sementara terkait lolosnya pembangunan tersebut dari pengawasan, diamengakubelum menerima laporan dari masyarakat maupun aparat pemerintah setempat, dalam hal ini kelurahan. “Harusnya yang punya wilayah melaporkan ada pembangunan wihara tidak punya izin. Kami turun ke sana dan menindak. Ini tidak ada laporan. Medan ini luas, mana mungkin terawasi kami semua.
Harusnya adakerjasama. Kalauadalaporan pasti kami tindak,” ucapnya. Terpisah, Kepala Seksi Pengawasan Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (K3) Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Medan, Rosmalina Dewi, mengatakan, memang sudah mengetahui kejadian itu sejak kemarin.
Namun, untuk melakukan pemeriksaan, pihaknya harus membuat SPT (surat perintah tugas)-nya terlebih dahulu. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Medan, belum melakukan pemeriksaan di lokasi. Namun, pada umumnya proyek yang dikerjakan perusahaan swasta tidak memasukkan tenaga kerja yang mengerjakan proyek tersebut menjadi peserta Jamsostek.
“Nah , SPTnya belum dibuat. Baru hari ini (kemarin) mau dibuat. Besok kan hari Sabtu. Jadi, kemungkinan kami baru memeriksa hari Senin (8/6),” katanya, kemarin. Menurutnya, sesuai UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, tenaga kerja yang dipekerjakan pada proyek manapun harus dilindungi perusahaan tersebut.
Jika ada tenaga kerja yang kritis dirawat di rumah sakit ataupun tenaga kerja yang terkena luka ringan, biaya perawatannya harus ditanggung perusahaan. “Begitu pun upahnya. Tenaga kerja yang tidak bekerja karena menjadi korban kecelakaan, upahnya juga harus dibayar penuh,” ujarnya. Selain akan memeriksa bagaimana status jaminan sosial tenaga kerjanya, menurut Rosmalina Dewi, juga akan memeriksa apakah proyek tersebut sudah menerapkan K3 atau belum.
“Apakah mereka sudah menyediakan alat keselamatan kerja, itu akan kami lihat nanti. Kenapa bisa perancahnya itu jatuh, bahkan sampai menimpa tenaga kerjanya. Ini akan kami lihat. Kalau tidak ada, berarti ada pelanggaran UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Penerapan Keselamatan Kecelakaan Kerja,” ucapnya. Sementara penyidik Polresta Medan telusuri penyebab robohnya sebuah bangunan wihara di CBD Medan kemarin.
Akibat robohnya wihara itu, mengakibatkan sejumlah pekerja mengalami luka serius dan luka ringan. Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polresta Medan, Kompol Aldi Subartono, masih menunggu hasil pemeriksaan dari petugas Labfor Polda Sumut untuk mengungkap robohnya bangunan wihara tersebut. Begitu pun penyidiknya masih memeriksa saksi yakni tiga pekerja dan seorang mandor.
“Kami masih menunggu hasil pemeriksaan dari petugas Labfor Polda Sumut untuk mengungkap penyebab robohnya bangunan wihara di CBD Medan kemarin. Saat ini belum ada tersangka yang kami tetapkan. Sementara saksi sudah empat orang yang diperiksa, yakni tiga pekerja dan seorang mandor,” ujar mantan kapolsekta Sunggal ini.
Reza shahab/ eko agustyo fb/ dody ferdiansyah
Meskipun tidak mengantongi izin, pengerjaannya justru sudah rampung 50%. Diduga telah terjadi pembiaran terhadap pengerjaan rumah ibadah tersebut. Parahnya, akibat pengerjaan tersebut, sepuluh pekerja mengalami luka-luka akibat tertimpa perancah. “Ini harus ditelusuri wali kota. Kenapa sampai ada pembiaran. Kenapa fungsi pengawasan tidak berjalan.
Harusnya ada upaya penindakan dilakukan. Akibat adanya pembiaran, sepuluh pekerja menderita lukaluka. Dimana, dua di antaranya mengalami kritis,” ungkap anggota Komisi D DPRD Medan, Ilhamsyah, Jumat (5/6). Ilham menjelaskan, apabila permintaan stanvas tidak diindahkan pengembang, harus diambil sikap lebih tegas, yakni pembongkaran.
Bangunan tersebut harus diratakan karena sudah terbukti menyalahi aturan. Sekarang, yang dipersoalkan bukan peruntukan bangunan tersebut, tapi peruntukan lahannya tidak sesuai dan juga tidak memiliki izin. Tentunya hal itu sudah melanggar peraturan. “Kalau permintaan stanvas diabaikan, bukan berarti diam, tapi harus dibongkar. Itu kan jelas melanggar aturan.
Melihat kondisi fisik bangunan itu sudah dikerjakan cukup lama. Kami minta ini harus ditelusuri. Ada apa dibalik ini, kenapa dibiarkan, ada apa?” ungkapnya. Dia menambahkan, terkait apakah nanti akan menolak permohonan perubahan peruntukan lahan yang diajukan Yayasan Vihara Dharma Santi Metta terkait pembangunan wihara tersebut, dia belum bisa memastikan.
Hanya saja dia mengungkapkan, hal itu bisa saja terjadi apabila fraksi-fraksi di DPRD Medan bersepakat menolak permohonan tersebut. Dengan pertimbangan melihat persoalan tersebut“Bisa saja permohonan ditolak dan pembangunannya tidak dilanjutkan. Dengan catatan kawan- kawan di DPRD Medan punya pendapat sama menolak permohonanitu. Kitalihat saja nanti saat pembahasannya. Yang pasti pengembang harus taat atas peraturan.
Jangan sesuka hatinya membangun, apalagi ini untuk rumah ibadah,” ucapnya. Sebelumnya Kadis TRTB Kota Medan, Samporno Pohan, mengungkapkan, sudah melayangkan surat untuk menstanvaskan bangunan tersebut. Namun, pembangunan tetap dilanjutkan.
Pascakejadian ini pihaknya akan kembali menstanvaskan bangunan tersebut. Sementara itu, Kabid Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang Dinas TRTB Kota Medan, Indra Siregar, mengungkapkan, tidak bisa mengatakan penyebab runtuhnya perancah bangunan tersebut. Sebab, dirinya tidak bisa mengamati dari dekat karena sudah di-police line .
Sementara terkait lolosnya pembangunan tersebut dari pengawasan, diamengakubelum menerima laporan dari masyarakat maupun aparat pemerintah setempat, dalam hal ini kelurahan. “Harusnya yang punya wilayah melaporkan ada pembangunan wihara tidak punya izin. Kami turun ke sana dan menindak. Ini tidak ada laporan. Medan ini luas, mana mungkin terawasi kami semua.
Harusnya adakerjasama. Kalauadalaporan pasti kami tindak,” ucapnya. Terpisah, Kepala Seksi Pengawasan Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (K3) Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Medan, Rosmalina Dewi, mengatakan, memang sudah mengetahui kejadian itu sejak kemarin.
Namun, untuk melakukan pemeriksaan, pihaknya harus membuat SPT (surat perintah tugas)-nya terlebih dahulu. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Medan, belum melakukan pemeriksaan di lokasi. Namun, pada umumnya proyek yang dikerjakan perusahaan swasta tidak memasukkan tenaga kerja yang mengerjakan proyek tersebut menjadi peserta Jamsostek.
“Nah , SPTnya belum dibuat. Baru hari ini (kemarin) mau dibuat. Besok kan hari Sabtu. Jadi, kemungkinan kami baru memeriksa hari Senin (8/6),” katanya, kemarin. Menurutnya, sesuai UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, tenaga kerja yang dipekerjakan pada proyek manapun harus dilindungi perusahaan tersebut.
Jika ada tenaga kerja yang kritis dirawat di rumah sakit ataupun tenaga kerja yang terkena luka ringan, biaya perawatannya harus ditanggung perusahaan. “Begitu pun upahnya. Tenaga kerja yang tidak bekerja karena menjadi korban kecelakaan, upahnya juga harus dibayar penuh,” ujarnya. Selain akan memeriksa bagaimana status jaminan sosial tenaga kerjanya, menurut Rosmalina Dewi, juga akan memeriksa apakah proyek tersebut sudah menerapkan K3 atau belum.
“Apakah mereka sudah menyediakan alat keselamatan kerja, itu akan kami lihat nanti. Kenapa bisa perancahnya itu jatuh, bahkan sampai menimpa tenaga kerjanya. Ini akan kami lihat. Kalau tidak ada, berarti ada pelanggaran UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Penerapan Keselamatan Kecelakaan Kerja,” ucapnya. Sementara penyidik Polresta Medan telusuri penyebab robohnya sebuah bangunan wihara di CBD Medan kemarin.
Akibat robohnya wihara itu, mengakibatkan sejumlah pekerja mengalami luka serius dan luka ringan. Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polresta Medan, Kompol Aldi Subartono, masih menunggu hasil pemeriksaan dari petugas Labfor Polda Sumut untuk mengungkap robohnya bangunan wihara tersebut. Begitu pun penyidiknya masih memeriksa saksi yakni tiga pekerja dan seorang mandor.
“Kami masih menunggu hasil pemeriksaan dari petugas Labfor Polda Sumut untuk mengungkap penyebab robohnya bangunan wihara di CBD Medan kemarin. Saat ini belum ada tersangka yang kami tetapkan. Sementara saksi sudah empat orang yang diperiksa, yakni tiga pekerja dan seorang mandor,” ujar mantan kapolsekta Sunggal ini.
Reza shahab/ eko agustyo fb/ dody ferdiansyah
(ftr)