Bisa Sejenak Merasakan Sensasi Jadi Pilot
A
A
A
Banyak orang menyukai pesawat terbang, ada yang mengoleksi berbagai jenis miniatur ataupun pernik-pernik tentang pesawat. Namun komunitas pecinta pesawat satu ini berbeda dari yang lainnya.
Mereka tidak hanya menyukai pesawat, tetapi juga mengikuti setiap jadwal penerbangan, baik itu take off maupun landing di Bandara Ahmad Yani Semarang. Entah itu hanya sekadar melihat atau mengabadikan melalui lensa kamera. Kegiatan itu yang dilakukan Komunitas Papa Kilo Semarang atau PK SRG yang memiliki 20 anggota ini. Uniknya, mereka juga belajar tentang seluk beluk pesawat hingga simulasi penerbangan.
Salah satu anggota PK SRG, Vincent Herdison menceritakan, Komunitas PK SRG lahir pada 2008 silam. Diambil nama PK karena merupakan registrasi pesawat Indonesia, PK (Papa Kilo). Sementara SRG adalah kode tiga huruf penerbangan International Air Transport Association (IATA) untuk Bandar Udara Internasional Ahmad Yani, Semarang. Anggota komunitas ini pun bermacam-macam mulai dari pekerja swasta hingga pilot pesawat. Semua anggota PK SRG menyukai semua hal berkaitan dengan pesawat terbang, baik itu miniatur maupun fotografi.
“Kami juga banyak belajar simulator mengemudikan pesawat untuk merasakan sensasi bagaimana menerbangkan sebuah pesawat terbang,” katanya. Komunitas ini memiliki agenda bulanan untuk kumpul bersama atau kopi darat (kopdar). Selain itu, juga memiliki agenda rutin terbang ke luar negeri. Tujuannya melihat kondisi bandara dan landasan pacu bandara di berbagai negara.
“Kalau pas ada agenda penerbangan ke luar negeri, kami akan mengamati dan hunting foto serta mencari miniatur pesawat,” ujarnya. Komunitas PK SRG juga memiliki misi memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dunia penerbangan. Menurut Vincent, banyak masyarakat yang belum memahami peraturan naik pesawat, di antara yang menjadi tanda tanya masyarakat mungkin terkait telepon seluler (ponsel) harus dimatikan saat pesawat hendak lepas landas, mendarat, dan info lainnya yang dianggap keliru.
“Itu sebabnya, masyarakat perlu diberi edukasi mengenai hal-hal tersebut. Saya juga aktif mengedukasi masyarakat lewat siaran di salah satu radio lokal,” ujar Vincent yang juga pengamat penerbangan ini. Sebagai komunitas yang benar-benar ingin mengetahui seluk beluk tentang pesawat, Vincent mengaku, PK SRG mengambil bantuan radar automatic dependent surveillance- broadcast (ADS-B) yang difasilitasi pihak flightradar24 dari Jerman.
“Radar ini untuk menangkap sinyal pesawat dan diberikan gratis oleh Jerman pada mereka yang mau menjadi sukarelawan,” katanya. Perangkat tersebut telah terpasang dan aktif sejak 15 November 2013 di lantai atas Hotel @HOM Semarang. Secara kebetulan pemilik hotel ini juga pencinta dunia penerbangan. “Melalu perangkat tersebut anggota bisa trackking pesawat lewat ponsel, ketinggian, kecepatan pesawat bisa terbaca lewat radar tersebut,” ucapnya.
Dengan memiliki radar ADS-B merupakan bentuk sumbangsih PK SRG terhadap penerbangan di Kota Semarang. “Bagi orang penerbang mereka suka dan mereka senang adanya radar, kita membantu karena ada unsur kemanusiaannya juga di sini,” katanya.
Andik Sismanto
Semarang
Mereka tidak hanya menyukai pesawat, tetapi juga mengikuti setiap jadwal penerbangan, baik itu take off maupun landing di Bandara Ahmad Yani Semarang. Entah itu hanya sekadar melihat atau mengabadikan melalui lensa kamera. Kegiatan itu yang dilakukan Komunitas Papa Kilo Semarang atau PK SRG yang memiliki 20 anggota ini. Uniknya, mereka juga belajar tentang seluk beluk pesawat hingga simulasi penerbangan.
Salah satu anggota PK SRG, Vincent Herdison menceritakan, Komunitas PK SRG lahir pada 2008 silam. Diambil nama PK karena merupakan registrasi pesawat Indonesia, PK (Papa Kilo). Sementara SRG adalah kode tiga huruf penerbangan International Air Transport Association (IATA) untuk Bandar Udara Internasional Ahmad Yani, Semarang. Anggota komunitas ini pun bermacam-macam mulai dari pekerja swasta hingga pilot pesawat. Semua anggota PK SRG menyukai semua hal berkaitan dengan pesawat terbang, baik itu miniatur maupun fotografi.
“Kami juga banyak belajar simulator mengemudikan pesawat untuk merasakan sensasi bagaimana menerbangkan sebuah pesawat terbang,” katanya. Komunitas ini memiliki agenda bulanan untuk kumpul bersama atau kopi darat (kopdar). Selain itu, juga memiliki agenda rutin terbang ke luar negeri. Tujuannya melihat kondisi bandara dan landasan pacu bandara di berbagai negara.
“Kalau pas ada agenda penerbangan ke luar negeri, kami akan mengamati dan hunting foto serta mencari miniatur pesawat,” ujarnya. Komunitas PK SRG juga memiliki misi memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dunia penerbangan. Menurut Vincent, banyak masyarakat yang belum memahami peraturan naik pesawat, di antara yang menjadi tanda tanya masyarakat mungkin terkait telepon seluler (ponsel) harus dimatikan saat pesawat hendak lepas landas, mendarat, dan info lainnya yang dianggap keliru.
“Itu sebabnya, masyarakat perlu diberi edukasi mengenai hal-hal tersebut. Saya juga aktif mengedukasi masyarakat lewat siaran di salah satu radio lokal,” ujar Vincent yang juga pengamat penerbangan ini. Sebagai komunitas yang benar-benar ingin mengetahui seluk beluk tentang pesawat, Vincent mengaku, PK SRG mengambil bantuan radar automatic dependent surveillance- broadcast (ADS-B) yang difasilitasi pihak flightradar24 dari Jerman.
“Radar ini untuk menangkap sinyal pesawat dan diberikan gratis oleh Jerman pada mereka yang mau menjadi sukarelawan,” katanya. Perangkat tersebut telah terpasang dan aktif sejak 15 November 2013 di lantai atas Hotel @HOM Semarang. Secara kebetulan pemilik hotel ini juga pencinta dunia penerbangan. “Melalu perangkat tersebut anggota bisa trackking pesawat lewat ponsel, ketinggian, kecepatan pesawat bisa terbaca lewat radar tersebut,” ucapnya.
Dengan memiliki radar ADS-B merupakan bentuk sumbangsih PK SRG terhadap penerbangan di Kota Semarang. “Bagi orang penerbang mereka suka dan mereka senang adanya radar, kita membantu karena ada unsur kemanusiaannya juga di sini,” katanya.
Andik Sismanto
Semarang
(ars)