SDN Cileungsir, Sekolah Terisolasi
A
A
A
TASIKMALAYA - Siswa SD Negeri Cileungsir, Desa Ciandum, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, harus menerobos hutan karet dan menyeberangi sungai ketika hendak bersekolah.
Minimnya akses jalan kesekolah membuat mereka harus menanggung risiko di jalan. Sekolah yang berjarak sekitar 30 km dari ibu kota kecamatan, dan sekitar 90 km dari Ibu Kota Kabupaten Ta sikmalaya ini berada di dalam perkebunan karet, telah mengakibatkan siswanya kesulitan pergi ke sekolah.
Kondisi jalan perkebunan yang belum tersentuh aspal, serta naik turun perbukitan, selain harus keluar masuk hutan, membuat lokasi sekolah makin terisolasi meskipun berada di sebuah perkampungan ya ng dihuni sekitar 30 KK. Sehingga sekolah dengan jumlah mu rid sekitar 128 orang, namun disaat hujan turun hanya se kitar 20 orang saja datang ke se kolah. Kepala SD Negeri Cileungsir Su himat mengungkapkan, murid nya sekitar 30% berasal dari Kam pung Kulur, yang berjarak 3 km dari sekolah.
Mereka harus menyeberangi sungai jika ingin cepat sampai ke sekolah. Kemudian sebanyak 30% sis wanya dari Kampung Cikanyere deng an jarak 6 km, mereka harus menerobos hutan karet. Selain itu, sebanyak 20% dari Kampung Babakan yang juga berjarak 6 km, yang juga harus menerobos hutan karet, serta sisanya 20% dari Kampung Cileungsir sendiri.
“Makanya jika hujan hanya siswa dari kampung setempat saja yang datang ke sekolah untuk belajar. Sisanya tidak masuk karena air sungai meluap serta jalan ke hutan karet dipastikan tidak bisa dilalui motor. Kalau berjalan pun sangat sulit, karena medan yang terjal tak jarang siswa yang memaksakan diri datang ke sekolah dalam kondisi basah kuyup dan kotor sehingga tidak bisa belajar,” ungkap Suhimat.
Bukan hanya siswa yang tidak hadir ke sekolah jika hujan datang, tetapi juga beberapa guru dipastikan tidak datang karena kondisi tersebut. “Pernah saya memaksakan diri datang, tapi harus bawa baju ganti karena sudah pasti baju yang dipakai akan kotor dan basah kuyup. Maka sudah maklum jika siswa pun tidak masuk sekolah,” kata Guru Olahraga SD Negeri Cileungsir Suyaman.
Kokom, 40, orang tua siswi SD Negeri Cileungsir mengaku kebingungan jika hujan datang. Karena anaknya memaksa untuk tetap masuk sekolah, padahal sangat membahayakan keselamatannya. “Tapi setelah dinasihati gurunya, dia tidak memaksakan diri datang ke sekolah dan be lajar di rumah saja,” kata Kokom.
Nanang kuswara
Minimnya akses jalan kesekolah membuat mereka harus menanggung risiko di jalan. Sekolah yang berjarak sekitar 30 km dari ibu kota kecamatan, dan sekitar 90 km dari Ibu Kota Kabupaten Ta sikmalaya ini berada di dalam perkebunan karet, telah mengakibatkan siswanya kesulitan pergi ke sekolah.
Kondisi jalan perkebunan yang belum tersentuh aspal, serta naik turun perbukitan, selain harus keluar masuk hutan, membuat lokasi sekolah makin terisolasi meskipun berada di sebuah perkampungan ya ng dihuni sekitar 30 KK. Sehingga sekolah dengan jumlah mu rid sekitar 128 orang, namun disaat hujan turun hanya se kitar 20 orang saja datang ke se kolah. Kepala SD Negeri Cileungsir Su himat mengungkapkan, murid nya sekitar 30% berasal dari Kam pung Kulur, yang berjarak 3 km dari sekolah.
Mereka harus menyeberangi sungai jika ingin cepat sampai ke sekolah. Kemudian sebanyak 30% sis wanya dari Kampung Cikanyere deng an jarak 6 km, mereka harus menerobos hutan karet. Selain itu, sebanyak 20% dari Kampung Babakan yang juga berjarak 6 km, yang juga harus menerobos hutan karet, serta sisanya 20% dari Kampung Cileungsir sendiri.
“Makanya jika hujan hanya siswa dari kampung setempat saja yang datang ke sekolah untuk belajar. Sisanya tidak masuk karena air sungai meluap serta jalan ke hutan karet dipastikan tidak bisa dilalui motor. Kalau berjalan pun sangat sulit, karena medan yang terjal tak jarang siswa yang memaksakan diri datang ke sekolah dalam kondisi basah kuyup dan kotor sehingga tidak bisa belajar,” ungkap Suhimat.
Bukan hanya siswa yang tidak hadir ke sekolah jika hujan datang, tetapi juga beberapa guru dipastikan tidak datang karena kondisi tersebut. “Pernah saya memaksakan diri datang, tapi harus bawa baju ganti karena sudah pasti baju yang dipakai akan kotor dan basah kuyup. Maka sudah maklum jika siswa pun tidak masuk sekolah,” kata Guru Olahraga SD Negeri Cileungsir Suyaman.
Kokom, 40, orang tua siswi SD Negeri Cileungsir mengaku kebingungan jika hujan datang. Karena anaknya memaksa untuk tetap masuk sekolah, padahal sangat membahayakan keselamatannya. “Tapi setelah dinasihati gurunya, dia tidak memaksakan diri datang ke sekolah dan be lajar di rumah saja,” kata Kokom.
Nanang kuswara
(ars)