Bubarkan Kerumunan, Komisi III DPR: Polri Jangan Langgar Due Process of Law
A
A
A
JAKARTA - Jajaran Kepolisian Ri diingatkan agar kerja penegakkan hukum yang menjadi kewenangannyatidak melanggar prinsip due process of law, yakni jelas dasar aturannya dan prosedurnya dilakukan dengan benar.
Hal tersebut dikatakan anggotaKomisi III DPR, Arsul Sani menyikapi adanya perintahKapolri agar jajarannya melakukan penindakan terhadap mereka yang diduga melakukan ujaran kebencian atau menyebarkan hoaks terhadap Presiden dan pejabat pemerintah terutama terkait dengan penanganan COVID-19.
Pernyataan Arsul Sani itu juga sekaligus menyikapi langkah pada Jumat 3 April 2020 malam karena dugaan pelanggaranPembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Arsul mengingatkan terkait dengan penindakan terhadap mereka yang melakukan ujaran kebencian lewat media sosial atau yang menyebarkan hoaks, maka Polri memiliki Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor 6 Tahun 2015 yang isinya meminta jajaran Polri melakukan langkah-langkah preventif terlebih dahulu dalam menghadapi kasus-kasus ujaran kebencian dan penyebaran hoaks sebelum melakukan proses hukum.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini meminta agar SE Kapolri tersebut diterapkan secara baik oleh institusi tersebut untuk menghindarkan kesan Polri sewenang-wenang dalam penegakkan hukum.
Tidak hanya itu, Arsul juga menyoroti keterangan KabidHumas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus terkait dengan penindakan terhadap 18 orang.
Dia menegaskan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) tidak menetapkan bahwa pada wilayah di Indonesia diberlakukan PSBB. "Penetapan PSBB dilakukan dengan Keputusan Menteri Kesehatan," ujar Arsul Sani dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/4/2020).
Dia melanjutkan, sampai saat ini Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto belum menetapkan DKI Jakarta sebagai wilayah PSBB. "Karenanya, yang bisa dilakukan oleh jajaran Polri adalah meminta orang yang berkerumun untuk bubar. Kalau mereka melawan atau mengabaikan baru bisa digunakan pasal KUHP tentang tidak menaati perintah pejabat yang sah," ujar wakil ketua MPR ini.
Dia juga meminta Polri mempelajari lebih teliti lagi isi PP tersebut yang pada pokoknya hanya menjelaskan tata cara Menteri Kesehatan menetapkan PSBB berdasar Pasal 60 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018. Demikian pula dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.
Menurut dia, kedua aturan tersebut baru mengatur mekanisme bagaimana suatu wilayah bisa ditetapkan PSBB, belum menyatakan suatu wilayah sebagai wilayah PSBB. Terakhir, Arsul menyampaikan harapan agar proses penegakan hukum yang dilakukan tidak malah menimbulkan ketegangan sosial baru di tengah-tengah warga masyarakat yang resah menghadapi makin menyebarkannya COVID-19.
Hal tersebut dikatakan anggotaKomisi III DPR, Arsul Sani menyikapi adanya perintahKapolri agar jajarannya melakukan penindakan terhadap mereka yang diduga melakukan ujaran kebencian atau menyebarkan hoaks terhadap Presiden dan pejabat pemerintah terutama terkait dengan penanganan COVID-19.
Pernyataan Arsul Sani itu juga sekaligus menyikapi langkah pada Jumat 3 April 2020 malam karena dugaan pelanggaranPembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Arsul mengingatkan terkait dengan penindakan terhadap mereka yang melakukan ujaran kebencian lewat media sosial atau yang menyebarkan hoaks, maka Polri memiliki Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor 6 Tahun 2015 yang isinya meminta jajaran Polri melakukan langkah-langkah preventif terlebih dahulu dalam menghadapi kasus-kasus ujaran kebencian dan penyebaran hoaks sebelum melakukan proses hukum.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini meminta agar SE Kapolri tersebut diterapkan secara baik oleh institusi tersebut untuk menghindarkan kesan Polri sewenang-wenang dalam penegakkan hukum.
Tidak hanya itu, Arsul juga menyoroti keterangan KabidHumas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus terkait dengan penindakan terhadap 18 orang.
Dia menegaskan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) tidak menetapkan bahwa pada wilayah di Indonesia diberlakukan PSBB. "Penetapan PSBB dilakukan dengan Keputusan Menteri Kesehatan," ujar Arsul Sani dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/4/2020).
Dia melanjutkan, sampai saat ini Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto belum menetapkan DKI Jakarta sebagai wilayah PSBB. "Karenanya, yang bisa dilakukan oleh jajaran Polri adalah meminta orang yang berkerumun untuk bubar. Kalau mereka melawan atau mengabaikan baru bisa digunakan pasal KUHP tentang tidak menaati perintah pejabat yang sah," ujar wakil ketua MPR ini.
Dia juga meminta Polri mempelajari lebih teliti lagi isi PP tersebut yang pada pokoknya hanya menjelaskan tata cara Menteri Kesehatan menetapkan PSBB berdasar Pasal 60 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018. Demikian pula dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.
Menurut dia, kedua aturan tersebut baru mengatur mekanisme bagaimana suatu wilayah bisa ditetapkan PSBB, belum menyatakan suatu wilayah sebagai wilayah PSBB. Terakhir, Arsul menyampaikan harapan agar proses penegakan hukum yang dilakukan tidak malah menimbulkan ketegangan sosial baru di tengah-tengah warga masyarakat yang resah menghadapi makin menyebarkannya COVID-19.
(vhs)