Taro Ada Taro Gau

Foto : Istimewa
A
A
A
JAKARTA - Penulis : Andi Ilham Siad
Direktur Utama Pusat Pelatihan Manajemen
Mengutip buku yang ditulis Salim Said, "Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto” dituliskan bahwa Jenderal Yusuf pernah menggebrak meja pada pertemuan terbatas di rumah Pak Harto, yang dipimpin langsung oleh Pak Harto.
Ketika itu, Mendagri Jenderal Amir Mahmud mempertanyakan apakah ada ambisi pribadi Pak Yusuf di balik kepopulerannya di media waktu itu. Tiba-tiba Jenderal Jusuf mengebrak meja dengan tangannya. Dengan suara keras, beliau berkata: “Bohong! Itu tidak benar semua. Saya ini diminta untuk menjadi Menhankam/Pangab karena perintah Bapak Presiden. Saya ini orang Bugis. Jadi, saya tak tahu arti kata kemanunggalan yang bahasa Jawa itu. Tapi, saya laksanakan perintah itu sebaik-baiknya tanpa tujuan apa-apa,"
Di sini Pak Yusuf ingin mengatakan juga bahwa sebagai orang Bugis, pantang untuk berkhianat. Baginya, kata haruslah sama dengan perbuatan. Beliau tidak mengenal agenda-agenda tersembunyi. Orang Bugis hanya tahu Taro Ada Taro Gau (Tetapkan Kata Tetapkan Perbuatan).
Perwujudan Taro Ada Taro Gau ini juga pernah ditunjukkan dengan gagah berani oleh Arung Lamatti bernama Arung Pali’e, Raja Tellulimpoe (Lamatti, Bulo-Bulo, dan Tondong), yang merupakan cikal balal kerajaan Sinjai.
Pada sekitar abad XVI sebelum meletusnya perang Sultan Hasanuddin. Raja Tellulimpoe membuat perjanjian dengan Kerajaan Gowa, di mana disebutkan bahwa Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tellulimpoe telah berjanji untuk saling membantu seperti dua orang bersaudara yang akan Mate Siwalung (mati bersama), bila Gowa meninggal di pagi hari, maka Tellulimpoe menyusul di sore hari.
Setahun setelah itu, Kerajaan Gowa meminta bantuan Kerajaan Tellulimpoe untuk menyerang Kerajaan Bone, saingan berat Kerajaan Gowa waktu itu. Dilematik bagi Arung Pali’e karena menyerang Bone juga tidak mungkin, karena Kerajaan Tellulimpoe bersaudara dekat dengan Kerajaan Bone.
Namun karena sudah mengucap janji, maka Arung Pali’e pun mengambil keputusan, tetap akan mengutus seorang panglima perang ke Kerajaan Gowa. Dan panglima perang itu adalah dirinya sendiri. Demi mempertahankan ucapan yang telah dibuat dalam bentuk perjanjian dengan Kerajaan Gowa. Beliau pun bertempur dalam perang Gowa – Bone, gugur sebagai bangsawan Bugis yang mempertahankan apa yang sudah diucapkannya.
Politisi yang sedang berjuang di berbagai pilkada saat ini, hendaknya mengikuti apa yang dilakukan oleh Jenderal Yusuf dan Arung Pali’e. Mengumbar janji kampanye adalah bagian dari menarik minat pemilih. Namun perlu diingat bahwa, kata-kata yang terucap dalam kampanye sama dengan janji suci seorang kesatria Bugis-Makassar.
Prinsip Taro Ada Taro Gau yang juga menunjukkan integritas seorang pemimpin. Dari kata lah turun perbuatan. Perbuatan haruslah menjadi contoh (model the way) dari seorang pemimpin. Lihatlah bagaimana Pak Yusuf, rela disingkirkan oleh penguasa orde baru demi mempertahankan prinsip hidupnya, Arung Pali’e sendiri rela menyerahkan nyawanya untuk kata yang telah diucapkannya.
Menurut James M. Kouzes dan Barry Z. Posner dalam bukunya “The Leadership Challange” yang ditulis berdasarkan riset bertahun-tahun pada responden pemimpin-pemimpin sukses, menyatakan bahwa menjadi contoh panutan (model the way) adalah salah satu dari lima prilaku pemimpin sukses.
Model the way berarti seorang pemimpin harus menetapkan prinsip-prinsip dasar filsofofi nya dalam memimpin. Prinsip itu yang kemudian ditunjukkan dalam perilakunya. Itu yang kemudian diikuti dan dijunjung tinggi oleh pangikutnya. Bila filosofi tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam bentuk prilaku, maka akan timbul kharisma dalam diri pemimpin tersebut. Kharisma akan membuat pemimpin mampu mengendalikan dan mengarahkan pengikutnya mencapai sasaran bersama yang ingin dicapai. Dengan kharisma, sosialisasi gerakan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Ide-ide dan progran kerja akan terbeli secara otomatis oleh pengikut
Direktur Utama Pusat Pelatihan Manajemen
Mengutip buku yang ditulis Salim Said, "Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto” dituliskan bahwa Jenderal Yusuf pernah menggebrak meja pada pertemuan terbatas di rumah Pak Harto, yang dipimpin langsung oleh Pak Harto.
Ketika itu, Mendagri Jenderal Amir Mahmud mempertanyakan apakah ada ambisi pribadi Pak Yusuf di balik kepopulerannya di media waktu itu. Tiba-tiba Jenderal Jusuf mengebrak meja dengan tangannya. Dengan suara keras, beliau berkata: “Bohong! Itu tidak benar semua. Saya ini diminta untuk menjadi Menhankam/Pangab karena perintah Bapak Presiden. Saya ini orang Bugis. Jadi, saya tak tahu arti kata kemanunggalan yang bahasa Jawa itu. Tapi, saya laksanakan perintah itu sebaik-baiknya tanpa tujuan apa-apa,"
Di sini Pak Yusuf ingin mengatakan juga bahwa sebagai orang Bugis, pantang untuk berkhianat. Baginya, kata haruslah sama dengan perbuatan. Beliau tidak mengenal agenda-agenda tersembunyi. Orang Bugis hanya tahu Taro Ada Taro Gau (Tetapkan Kata Tetapkan Perbuatan).
Perwujudan Taro Ada Taro Gau ini juga pernah ditunjukkan dengan gagah berani oleh Arung Lamatti bernama Arung Pali’e, Raja Tellulimpoe (Lamatti, Bulo-Bulo, dan Tondong), yang merupakan cikal balal kerajaan Sinjai.
Pada sekitar abad XVI sebelum meletusnya perang Sultan Hasanuddin. Raja Tellulimpoe membuat perjanjian dengan Kerajaan Gowa, di mana disebutkan bahwa Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tellulimpoe telah berjanji untuk saling membantu seperti dua orang bersaudara yang akan Mate Siwalung (mati bersama), bila Gowa meninggal di pagi hari, maka Tellulimpoe menyusul di sore hari.
Setahun setelah itu, Kerajaan Gowa meminta bantuan Kerajaan Tellulimpoe untuk menyerang Kerajaan Bone, saingan berat Kerajaan Gowa waktu itu. Dilematik bagi Arung Pali’e karena menyerang Bone juga tidak mungkin, karena Kerajaan Tellulimpoe bersaudara dekat dengan Kerajaan Bone.
Namun karena sudah mengucap janji, maka Arung Pali’e pun mengambil keputusan, tetap akan mengutus seorang panglima perang ke Kerajaan Gowa. Dan panglima perang itu adalah dirinya sendiri. Demi mempertahankan ucapan yang telah dibuat dalam bentuk perjanjian dengan Kerajaan Gowa. Beliau pun bertempur dalam perang Gowa – Bone, gugur sebagai bangsawan Bugis yang mempertahankan apa yang sudah diucapkannya.
Politisi yang sedang berjuang di berbagai pilkada saat ini, hendaknya mengikuti apa yang dilakukan oleh Jenderal Yusuf dan Arung Pali’e. Mengumbar janji kampanye adalah bagian dari menarik minat pemilih. Namun perlu diingat bahwa, kata-kata yang terucap dalam kampanye sama dengan janji suci seorang kesatria Bugis-Makassar.
Prinsip Taro Ada Taro Gau yang juga menunjukkan integritas seorang pemimpin. Dari kata lah turun perbuatan. Perbuatan haruslah menjadi contoh (model the way) dari seorang pemimpin. Lihatlah bagaimana Pak Yusuf, rela disingkirkan oleh penguasa orde baru demi mempertahankan prinsip hidupnya, Arung Pali’e sendiri rela menyerahkan nyawanya untuk kata yang telah diucapkannya.
Menurut James M. Kouzes dan Barry Z. Posner dalam bukunya “The Leadership Challange” yang ditulis berdasarkan riset bertahun-tahun pada responden pemimpin-pemimpin sukses, menyatakan bahwa menjadi contoh panutan (model the way) adalah salah satu dari lima prilaku pemimpin sukses.
Model the way berarti seorang pemimpin harus menetapkan prinsip-prinsip dasar filsofofi nya dalam memimpin. Prinsip itu yang kemudian ditunjukkan dalam perilakunya. Itu yang kemudian diikuti dan dijunjung tinggi oleh pangikutnya. Bila filosofi tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam bentuk prilaku, maka akan timbul kharisma dalam diri pemimpin tersebut. Kharisma akan membuat pemimpin mampu mengendalikan dan mengarahkan pengikutnya mencapai sasaran bersama yang ingin dicapai. Dengan kharisma, sosialisasi gerakan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Ide-ide dan progran kerja akan terbeli secara otomatis oleh pengikut
(agn)