Galangan Kapal Butuh Perhatian Pemerintah
A
A
A
MAKASSAR - Sesuai Nawacita kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla, Industri Maritim yang menjadi salah satu program unggulan pemerintah, dinilai justru menjadi anak tiri di negeri sendiri. Ini karena Industri maritim mengalami keterpurukan.
Mulai dari, industri galangan kapal, industri perikanan, industri pelayaran. Bahkan karyawan ahli las di galangan kapal banyak yang beralih profesi menjadi ojek online karena tidak ada pekerjaan di galangan-galangan.
Hal itu seperti diungkapkan Bambang Haryo Soekartono, anggota Komisi V DPR-RI, bahwa hampir 50% galangan kapal Indonesia mengalami kesulitan, lantaran kurangnya perhatian pemerintah terhadap Industri Maritim.
“Keterpurukan pada Industri Maritim ini karena bunga bank di atas bunga komersial dan sulit mendapatkan dana investasi karena dianggap industri high risk, padahal di Malaysia, bunga bank industri maritim sepertiga dari bunga komersil,” ujarnya, dalam rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (28/7/2019).
Dia memaparkan, tingginya nilai perpajakan yang dibebankan kepada industri pelayaran yaitu 1,2% final pendapatan, kemudian Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) naik 100% - 1000% mulai tahun 2017.
Mengenai regulasi, Bambang berpendapat banyaknya regulasi perijinan sehingga terkesan highly regulated yang berbasis biaya.
"Ya, Infrastruktur kurang diperhatikan, salah satu contoh di lintasan Merak-Bakauheni dari 70 kapal hanya bisa beroperasi 28 kapal karena kurangnya infrastruktur dermaga atau tempat sandar kapal," tuturnya.
Industri Maritim ini seharusnya, kata Bambang Haryo, memberi dampak pertumbuhan ekonomi termasuk di bidang pariwisata tapi Industri maritim justru mengalami kemunduran di kabinet saat ini.
Untuk itu, Bambang berpendapat pemerintah lebih fokus memperhatikan fasilitas, insentif dan kemudahan perijinan untuk industri maritim bukan malah memberikan beban yang demikian besar terhadap industri maritim, baik industri galangan kapal, industri pelayaran dan industri perikanan.
Mulai dari, industri galangan kapal, industri perikanan, industri pelayaran. Bahkan karyawan ahli las di galangan kapal banyak yang beralih profesi menjadi ojek online karena tidak ada pekerjaan di galangan-galangan.
Hal itu seperti diungkapkan Bambang Haryo Soekartono, anggota Komisi V DPR-RI, bahwa hampir 50% galangan kapal Indonesia mengalami kesulitan, lantaran kurangnya perhatian pemerintah terhadap Industri Maritim.
“Keterpurukan pada Industri Maritim ini karena bunga bank di atas bunga komersial dan sulit mendapatkan dana investasi karena dianggap industri high risk, padahal di Malaysia, bunga bank industri maritim sepertiga dari bunga komersil,” ujarnya, dalam rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (28/7/2019).
Dia memaparkan, tingginya nilai perpajakan yang dibebankan kepada industri pelayaran yaitu 1,2% final pendapatan, kemudian Pendapatan Negara bukan Pajak (PNBP) naik 100% - 1000% mulai tahun 2017.
Mengenai regulasi, Bambang berpendapat banyaknya regulasi perijinan sehingga terkesan highly regulated yang berbasis biaya.
"Ya, Infrastruktur kurang diperhatikan, salah satu contoh di lintasan Merak-Bakauheni dari 70 kapal hanya bisa beroperasi 28 kapal karena kurangnya infrastruktur dermaga atau tempat sandar kapal," tuturnya.
Industri Maritim ini seharusnya, kata Bambang Haryo, memberi dampak pertumbuhan ekonomi termasuk di bidang pariwisata tapi Industri maritim justru mengalami kemunduran di kabinet saat ini.
Untuk itu, Bambang berpendapat pemerintah lebih fokus memperhatikan fasilitas, insentif dan kemudahan perijinan untuk industri maritim bukan malah memberikan beban yang demikian besar terhadap industri maritim, baik industri galangan kapal, industri pelayaran dan industri perikanan.
(man)