Pertamina Ajak Akademisi Gali Potensi Energi Baru di Indonesia

Jum'at, 18 Januari 2019 - 17:34 WIB
Pertamina Ajak Akademisi...
Suasana Seminar Energi yang bertema Peran BUMN Migas dalam Menopang Ketahanan Energi Nasional di Makassar. Foto: Hasdinar Burhan/SINDOnews
A A A
MAKASSAR - Kebutuhan energi di Indonsia lebih besar dibandingkan produksi energy dalam negeri. Akibatnya, Indonesia masih bergantung pada impor energi dari luar negeri.

Menanggapi kenyataan ini, Universitas Negeri Makassar bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) menggelar Seminar Energi yang bertema "Peran BUMN Migas dalam Menopang Ketahanan Energi Nasional" di Ruang Teater lantai 3 Gedung Phinisi Universitas Negeri Makassar, Jumat (18/1/2019).

Menghadirkan pemateri yang para praktisi migas, yakni Deputi Menteri BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Fajar Harry Sampurno dan Direktur Utama PT Pertamina Persero, Nicke Widyawati. Seminar yang menghadirkan ribuan civitas akademika ini pandu oleh Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ISNU, M Kholid Syeirazi.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengakui produksi BUMN migas belum bisa memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Kebutuhan energi hanya mampu dipenuhi sekitar 30 persen dari permintaan. Salah satunya adalah kebutuhan minyak dalam negeri mencapai 1,6 juta barrel per hari, sementara produksi minyak di Indonesia hanya bisa memproduksi sekitar 800 barrel perhari.

Padahal, cadangan energi Indonesia masih cukup besar bahkan bisa menjadi penopang kebutuhan energi dunia. Karena itu, pihaknya terus mengeksplorasi sumber-sumber energi baru yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah pengolahan minyak sawit menjadi bahan bakar berkualitas dan ramah lingkungan.

Hal ini juga sekaligus untuk menjawab tantangan dunia agar bisnis migas mulai move on dari sumber energi fosil menuju green energi.

“Green energy merupakan bisnis masa depan yang banyak dinantikan pasar dunia. Indonesia memiliki sumber green energy yang besar utamanya minyak sawit. Untuk itu, Pertamina akan terus mengembangkan green energy,” ujarnya.

Selain kelapa sawit, beberapa sumber energi terbarukan yang saat ini mulai dikembangkan yakni gandum, sorgum, dan beberapa potensi sumber energy lainnya.

“Banyak yang sudah teliti, tapi terhenti, jadi saya mengajak teman-teman dari civitas akademika untuk melakukan inovasi untuk kedaulatan energi kita,” pungkasnya.

Deputi Menteri BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Fajar Harry Sampurno mengakui pengembangan industri hilirisasi oleh BUMN di Indonesia belum optimal. Padahal, pemerintah telah mewajibkan seluruh BUMN untuk melakukan hilirisasi.

Salah satunya adalah holding pertambangan untuk lebih banyak memproses komoditas tambang supaya lebih bernilai tambah. Ia mencontohkan, produk akhir bauksit yangdihasilkan adalah aluminium. Kemudian, produk akhir bijih nikel adalah steinless steel dan batu bara bisa diolah menjadi produk polietilena. Tapi, sayangnya mayoritas ekspor produk tambang tersebut masih berupa bijih.

Padahal, katanya, Indonesia masih membutuhkan impor sejumlah produk olahan tambang.

“Bayangkan saja kalau harga bauksit itu kita ekspor dengan harga 35 US Dollar per ton, karena kebutuhan kita adalah aluminium, akhirnya kita impor lagi aluminium dari bauksit tadi harganya kurang lebih 1000 US Dollar per ton. Makanya kami mendorong semua BUMN bisa membangun smelter,” katanya.
(agn)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7643 seconds (0.1#10.24)