Konflik Limbah B3 Lakardowo, Warga ‘Kalah’ dengan PT Pria

Rabu, 10 Oktober 2018 - 17:54 WIB
Konflik Limbah B3 Lakardowo,...
Ketua Tim Auditor Lingkungan di Desa lakardowo, yang ditunjuk Kementerian LHK memaparkan hasil audit di ruang SBK, kantor Bupati Mojokerto, Rabu (10/10/2018). Foto/SINDONews/Tritus Julan
A A A
MOJOKERTO - Konflik panjang antara warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, dengan PT Putra Restu Ibu Abadi (Pria) terkait limbah, menemui babak baru.

Warga berada dalam posisi kalah, dalam kasus limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) yang tengah ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini.

Sejak tahun 2013 silam, warga mulai bergejolak dengan operasional PT Pria yang merupakan perusahaan pengelola limbah B3, di Desa Lakardowo.

Tak terhitung protes dilakukan warga, dengan melakukan unjukrasa di perusahaan, kantor bupati, kantor Gubernur Jatim, hingga ke Kementerian LHK. Warga juga berupaya mengambil sejumlah langkah hukum.

Upaya warga untuk mendapatkan keadilan, juga dilakukan dengan meminta dukungan dari DPR RI, dan Komisi Nasional Hak Asasi dan Manusia (Komnas HAM).

Berulangkali, warga juga melakukan uji kualitas air dan tanah untuk menunjukkan pencemaran yang diakibatkan PT Pria. Bahkan beberapa waktu lalu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim, juga sempat melakukan uji laboratorium air sumur dan tanah warga.

Terakhir, konflik panjang itu bermuara di Kemenetrian LHK. Warga meminta agar audit tanah dan air dilakukan untuk mengetahui kadar pencemaran lingkungan di kampung ini.

Kementerian pun akhirnya menerjunkan tim indepeneden untuk melakukan audit. Rabu (10/10/2018), tim audit memaparkan hasilnya di hadapan sejumlah perwakilan warga, dan pemegang kebijakan di ruang Satya Bina Karya (SBK) Pemkab Mojokerto.

Audit lingkungan ini, dilatarbelakangi sejumlah masalah. Di antaranya, soal banyaknya warga yang menderita penyakit kulit. Begitu juga soal timbunan limbah B3 di area pabrik dan rumah-rumah warga.

Tak hanya itu, tim audit juga meneliti TDS air sumur warga yang lebih tinggi dibanding rona awal. Dan terakhir, tim meneliti ceceran dan pengelolaan limbah serta air limbah dari parit setelah PT Pria.

Hasil audit yang dipaparkan auditor membuat perwakilan warga kecewa. Tim audit menyimpulkan beberapa hal yang dianggap perwakilan warga tak sesuai dengan kondisi di lapangan.

"Banyak fakta lapangan yang tidak disampaikan auditor. Salah satunya, banyak sumur warga yang TDS nya di atas 2.000," ungkap Nurasim, perwakilan warga yang juga Ketua LSM Pendowo Bangkit.

Ia mengaku kecewa dengan hasil tim auditor tersebut. Ia terlihat patah semangat setelah sekian tahun berjuang untuk menuntut ada upaya perbaikan lahan, agar warga terbebas dari limbah B3 yang tertimbun selama ini.

Namun, Nurasim masih belum bisa mengambil sikap atas hasil audit tersebut. "Kita akan sampaikan ke warga lainnya dulu sebelum kita melakukan apa nanti," tukasnya.

Sementara Ketua Tim Audit, R. Hendra Wijaya mengungkapkan, audit lapangan dilakukan pihaknya mulai tanggal 31 Juli-4 Agustus 2017. Audit lanjutan juga dilakukan tanggal 11-14 september 2017, dan tanggal 12 Oktober tahun 2017.

Karena adanya sanggahan dari hasil pengeboran tanah, pihaknya melakukan pengeboran tanah lanjutan tanggal 14-16 Mei tahun 2018 lalu.

Ia menegaskan, dari hasil audit lingkungan tersebut, TDS air sumur warga di sekitar penyebaran penyakit kulit, dinilai masih di bawah baku mutu air bersih.

Sementara soal keterkaitan penyakit kulit dengan kualitas air masyarakat Lakardowo, tidak berkorelasi. "Untuk penyakit kulit non biologis eksternal, tidak berkorelasi dengan kualitas air masyarakat," terang Hendra.

Itu berarti, hasil audit tersebut mementahkan tudingan warga jika penyakit kulit yang diderita warga, akibat air sumur mereka tercemar limbah B3 dari PT Pria.

Begitu juga dengan keterkaitan antara penyakit kulit warga, dengan emisi insinerator PT Pria. "Tak ada korelasinya. Lebih berkorelasi dengan paparan debu dari timbunan limbah di rumah masyarakat," ujarnya.

Hasil ini, sekaligus mementahkan tudingan selama ini, di mana warga menderita penyakit kulit karena asap hitam yang dihasilkan pabrik.

Begitu juga dengan tuntutan warga yang meminta agar tanah mereka dilakukan clean up, dengan mengangkat tanah yang dinilai tercemar limbah B3.

Auditor menyatakan jika clean up tanah tak perlu dilakukan karena hasil audit menyatakan jika tanah warga dalam kondisi yang aman.

"Kita merekomendasi agar pemerintah mendorong duntuk mengenkapsulasi timbunan limbah di rumah warga dengan cara pengecoran menggunakan adonan semen," pungkasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.0730 seconds (0.1#10.140)