Warga Terimbas Kereta Cepat Harap PN Tak Menyegerakan Eksekusi

Kamis, 28 Februari 2019 - 20:19 WIB
Warga Terimbas Kereta Cepat Harap PN Tak Menyegerakan Eksekusi
Sejumlah warga di Desa Nagraj, Kecamatan Darangdan, bermusyawarah terkait pembebasan lahan yang belum tuntas. Mereka berharap ganti untung. Foto/SINDOnews/Asep Supiandi
A A A
PURWAKARTA - Sejumlah warga terdampak megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung berharap Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta tidak tergesa-gesa mengeksekusi lahan mereka.

Alasannya, saat ini warga sedang melakukan proses negosiasi ganti rugi dengan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), konsorsium BUMN yang bertanggung jawab dalam pembebesan lahan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Warga pemilik lahan tersebut tersebar di beberapa desa, antara lain Desa Nagrak, Kecamatan Darangdan; Desa Sempur dan Anjun, Kecamatan Plered; serta Desa Cikao Bandung, Kecamatan Jatiluhur, dengan luas total sekitar 30 hektare.

Kuasa Hukum warga terdampak mega proyek kereta cepat, Aa Ojat mengungkapkan, beberapa hari lalu, PN Purwakarta sudah mengeksekusi lahan di Desa Nagrak.

Langkah pengadilan seperti itu sangat disesalkan saat proses negosiasi masih berlangsung. Dengan terpaksa pihaknya pun melaporkan hakim yang memutuskan eksekusi itu ke Komisi Yudisial.

“Seharusnya PN Purwakarta tidak tergesa-gesa. Kami ingin lembaga peradilan itu menghargai proses negosiasi. Dalam masalah ini, yang kami harapkan bukan ganti rugi tapi ganti untung,”ungkap Aa kepada SINDOnews, Kamis (28;2/2019).

Menurutnya, sampai saat ini belum ada kesepakatan soal ganti untung itu. Warga pemilik lahan menawarkan harga kepada PT PSBI, untuk lahan kelas 1 Rp5 juta/meter, kelas 2 Rp3 juta/meter dan kelas 3 Rp1,5 juta/meter.

Sejauh ini harga lahan dipatok sangat rendah jauh di bawah harga penawaran warga. “Paling tidak ada kenaikan 10% dari harga yang dipatok sebelumnya,”ujar dia.

Pihaknya berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak warga. Apalagi lahan yang digunakan untuk mega proyek kereta cepat itu merupakan hak milik. Artinya, penguasaan warga atas lahan tersebut bukan pada asset milik negara.

Sehingga harga yang ditawarkan pun harus menitik beratkan pada prinsip keadilan dan tahapan pembebasan sesuai dengan prosedur.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7533 seconds (0.1#10.140)