Kota Tokyo Darurat Corona, Warga Eksodus Besar-besaran
A
A
A
TOKYO -
Pemerintah Jepang secara resmi telah memberlakukan keadaan darurat di Tokyo dan enam prefektur lain untuk membendung pandemi virus corona baru, COVID-19. Beberapa jam setelahnya, warga Jepang mendengungkan gagasan untuk meninggalkan Ibu Kota atau "Escape from Tokyo" di media sosial.
Kendati jumlah korban pandemi corona di Jepang relatif kecil dibandingkan negara lain, kekhawatiran atas meningkatnya kasus di Tokyo yang mencapai lebih dari 1.000 atau kira-kira seperempat dari total kasus di negara itu mendorong Pemerintah Jepang memberlakukan keadaan darurat. Dalam keadaan darurat yang diberlakukan hingga 6 Mei, pemerintah meminta warganya untuk tetap di rumah dan memerintahkan penutupan tempat usaha.
Karuizawa, daerah pegunungan yang lama dikenal sebagai tempat peristirahatan akhir pekan yang modis, menurut media setempat telah mengalami peningkatan arus kendaraan dengan pelat nomor area Tokyo. Fenomena ini terjadi pada dua akhir pekan sejak gubernur Tokyo meminta warganya untuk tinggal di rumah. (Baca : Bermutasi Menjadi 40 Varian, Virus Corona Lebih Menular)
Para pejabat telah memperingatkan agar tidak pergi, dengan mengatakan hal itu dapat membebani sistem medis lokal yang sudah tegang. "Itu hanya akan menyebarkannya (virus) ke mana-mana," kata Nobuhiko Okabe, anggota panel ahli virus Corona pemerintah, kepada wartawan.
“Saya meminta warga untuk bertahan dengan ketidaknyamanan. Kita seharusnya tidak terburu-buru pergi,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (7/4/2020).
Beberapa dari 47 prefektur di Jepang belum melaporkan satu pun kasus virus Corona. Satu, prefektur timur laut Iwate, pekan lalu meminta siapa pun yang berasal dari Tokyo atau dua prefektur di sekitarnya melakukan karantina sendiri selama dua minggu.
Tagar "Escape from Tokyo" adalah salah satu topik Twitter yang sedang tren pada Selasa pagi, dengan sebagian besar komentator mendesak orang-orang di Tokyo dan kota-kota besar lainnya untuk tetap tinggal.
"Aku mengerti perasaanmu, tapi tolong menahan diri," tulis akun Twitter Hayato, dari prefektur Yamanashi yang sebagian besar pedesaan.
"Tindakanmu bisa, dalam skenario terburuk, menyebabkan menambah jumlah kematian, bahkan mungkin ratusan," imbuhnya. (Baca : Harimau di Kebun Binatang New York Positif Corona, Tertular dari Manusia)
Netizen lain memperingatkan bahwa situasi dapat dengan mudah menjadi genting di daerah pedesaan, dengan sebagian besar penduduk lansia. Beberapa netizen menambahkan bahwa di beberapa kota kecil, sebuah keluarga yang dianggap sebagai sumber penularan virus Corona dapat menjadi sasaran pelecehan.
"Rumah sakit, dokter, dan perawat adalah sumber daya berharga di banyak daerah setempat," tulis seorang netizen dengan akun over50wife.
"Meskipun orang memiliki kebebasan untuk hidup sesuai kehendak mereka, di saat seperti ini kita semua harus bekerja sama," tukasnya.
Pemerintah Jepang secara resmi telah memberlakukan keadaan darurat di Tokyo dan enam prefektur lain untuk membendung pandemi virus corona baru, COVID-19. Beberapa jam setelahnya, warga Jepang mendengungkan gagasan untuk meninggalkan Ibu Kota atau "Escape from Tokyo" di media sosial.
Kendati jumlah korban pandemi corona di Jepang relatif kecil dibandingkan negara lain, kekhawatiran atas meningkatnya kasus di Tokyo yang mencapai lebih dari 1.000 atau kira-kira seperempat dari total kasus di negara itu mendorong Pemerintah Jepang memberlakukan keadaan darurat. Dalam keadaan darurat yang diberlakukan hingga 6 Mei, pemerintah meminta warganya untuk tetap di rumah dan memerintahkan penutupan tempat usaha.
Karuizawa, daerah pegunungan yang lama dikenal sebagai tempat peristirahatan akhir pekan yang modis, menurut media setempat telah mengalami peningkatan arus kendaraan dengan pelat nomor area Tokyo. Fenomena ini terjadi pada dua akhir pekan sejak gubernur Tokyo meminta warganya untuk tinggal di rumah. (Baca : Bermutasi Menjadi 40 Varian, Virus Corona Lebih Menular)
Para pejabat telah memperingatkan agar tidak pergi, dengan mengatakan hal itu dapat membebani sistem medis lokal yang sudah tegang. "Itu hanya akan menyebarkannya (virus) ke mana-mana," kata Nobuhiko Okabe, anggota panel ahli virus Corona pemerintah, kepada wartawan.
“Saya meminta warga untuk bertahan dengan ketidaknyamanan. Kita seharusnya tidak terburu-buru pergi,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Selasa (7/4/2020).
Beberapa dari 47 prefektur di Jepang belum melaporkan satu pun kasus virus Corona. Satu, prefektur timur laut Iwate, pekan lalu meminta siapa pun yang berasal dari Tokyo atau dua prefektur di sekitarnya melakukan karantina sendiri selama dua minggu.
Tagar "Escape from Tokyo" adalah salah satu topik Twitter yang sedang tren pada Selasa pagi, dengan sebagian besar komentator mendesak orang-orang di Tokyo dan kota-kota besar lainnya untuk tetap tinggal.
"Aku mengerti perasaanmu, tapi tolong menahan diri," tulis akun Twitter Hayato, dari prefektur Yamanashi yang sebagian besar pedesaan.
"Tindakanmu bisa, dalam skenario terburuk, menyebabkan menambah jumlah kematian, bahkan mungkin ratusan," imbuhnya. (Baca : Harimau di Kebun Binatang New York Positif Corona, Tertular dari Manusia)
Netizen lain memperingatkan bahwa situasi dapat dengan mudah menjadi genting di daerah pedesaan, dengan sebagian besar penduduk lansia. Beberapa netizen menambahkan bahwa di beberapa kota kecil, sebuah keluarga yang dianggap sebagai sumber penularan virus Corona dapat menjadi sasaran pelecehan.
"Rumah sakit, dokter, dan perawat adalah sumber daya berharga di banyak daerah setempat," tulis seorang netizen dengan akun over50wife.
"Meskipun orang memiliki kebebasan untuk hidup sesuai kehendak mereka, di saat seperti ini kita semua harus bekerja sama," tukasnya.
(muh)