Penolakan Autopsi Siyono Disesalkan Aktivis
A
A
A
YOGYAKARTA - Penolakan pihak desa terkait rencana autopsi atas jasad Siyono yang tewas setelah ditangkap Densus 88, disesalkan banyak pihak. Kalangan aktivis di Yogyakarta justru curiga dengan pihak-pihak yang menolak atas nama warga.
"Yang jadi pertanyaan, apa bener warga menolak atau ada pihak lain, itu yang harus ditelusuri," kata aktivis Jogja Police Watch Baharudin Kamba, Kamis (31/3/2016).
Menurutnya, penolakan itu merupakan salah satu penghambat digelar autopsi. Jika itu terjadi, indikasi ada kekuatan besar di balik penolakan warga tercium.
"Saya kira menjadi hal yang aneh ketika warga menolak digelar autopsi. Atau jangan-jangan ada sesuatu yang saya tidak tahu kenapa menolak," jelasnya.
Terlepas pro-kontra yang ada, Kamba berharap ada pendekatan humanis agar autopsi berjalan lancar. Dia berharap warga paham pentingnya autopsi untuk menguak misteri kematian Siyono.
"Keluarga Siyono berharap agar dibuka secara terang benderang, karena menilai ada kejanggalan. Meskinya warga mendukung, bukan malah menghalang-halangi proses autopsi," jelasnya.
Kamba juga berharap kasus ini diungkap, termasuk mencari siapa yang memberi uang dua gepok pada Suratmi, istri almarhum Siyono. Dia berharap agar proses pendampingan yang dilakukan PP Muhammadiyah maupun Komnas HAM terus dipantau.
"Sebaiknya kasus ini terus dipantau, jangan sampai berhenti ditengah jalan."
Sebelumnya, kabar autopsi jenazah Siyono mendapat penolakan warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Penolakan warga tertuang dalam surat kesepakatan bersama hasil pertemuan pada Selasa (29/3/2016) malam.
Seperti diketahui, Densus 88 Antiteror Mabes Polri, tanggal 8 Maret 2016 menangkap Siyono di dekat kediamannya di Klaten. Jawa Tengah. Selanjutnya pada tanggal 10 Maret Densus 88 Mabes Polri melakukan penggeledahan di rumah Siyono dan keesokan harinya pada tanggal 11 Maret 2016, Siyono dikabarkan meninggal dunia akibat kepalanya terbentur besi dalam mobil.
"Yang jadi pertanyaan, apa bener warga menolak atau ada pihak lain, itu yang harus ditelusuri," kata aktivis Jogja Police Watch Baharudin Kamba, Kamis (31/3/2016).
Menurutnya, penolakan itu merupakan salah satu penghambat digelar autopsi. Jika itu terjadi, indikasi ada kekuatan besar di balik penolakan warga tercium.
"Saya kira menjadi hal yang aneh ketika warga menolak digelar autopsi. Atau jangan-jangan ada sesuatu yang saya tidak tahu kenapa menolak," jelasnya.
Terlepas pro-kontra yang ada, Kamba berharap ada pendekatan humanis agar autopsi berjalan lancar. Dia berharap warga paham pentingnya autopsi untuk menguak misteri kematian Siyono.
"Keluarga Siyono berharap agar dibuka secara terang benderang, karena menilai ada kejanggalan. Meskinya warga mendukung, bukan malah menghalang-halangi proses autopsi," jelasnya.
Kamba juga berharap kasus ini diungkap, termasuk mencari siapa yang memberi uang dua gepok pada Suratmi, istri almarhum Siyono. Dia berharap agar proses pendampingan yang dilakukan PP Muhammadiyah maupun Komnas HAM terus dipantau.
"Sebaiknya kasus ini terus dipantau, jangan sampai berhenti ditengah jalan."
Sebelumnya, kabar autopsi jenazah Siyono mendapat penolakan warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Penolakan warga tertuang dalam surat kesepakatan bersama hasil pertemuan pada Selasa (29/3/2016) malam.
Seperti diketahui, Densus 88 Antiteror Mabes Polri, tanggal 8 Maret 2016 menangkap Siyono di dekat kediamannya di Klaten. Jawa Tengah. Selanjutnya pada tanggal 10 Maret Densus 88 Mabes Polri melakukan penggeledahan di rumah Siyono dan keesokan harinya pada tanggal 11 Maret 2016, Siyono dikabarkan meninggal dunia akibat kepalanya terbentur besi dalam mobil.
(zik)