Perkahpi Harapkan Pemerintah-DPR Benahi Sistem Hukum Kontrak Pengadaan
loading...
A
A
A
BANTEN - Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Hukum Kontrak Pengadaan Indonesia (DPP Perkahpi) berharap pemerintah dan DPR memperbaiki sistem hukum kontrak Indonesia dan segera mewujudkan kodifikasi hukum kontrak nasional seiring dengan semakin kompeksnya permasalahan hukum Kontrak di Indonesia dan Internasional.
Demikian hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP PERKAHPI Sabela Gayo dalam Konfrensi Nasional Ahli Hukum Kontrak Indonesia yang diselenggarakan secara webinar pada Sabtu (4/7/2020). Konferensi pada tahun 2020 ini mengambil tema “Kontrak Barang/Jasa Pemerintah; Perdata atau Tindak Pidana Korupsi Pengadaan”.
Sabela menuturkan tujuan dari kegiatan ini, memberikan solusi kepada pengambil kebijakan terkait dengan permasalahan hukum kontrak umum (commercial contract) dan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah (Government Procurement Contract) di Indonesia. (BACA JUGA: TMMD 108 Tingkatkan Geliat Perekonomian Masyarakat Bengkulu Utara)
Dalam kofrensi ini, sambung Sabela, para ahli hukum kontrak Indonesia masih sangat prihatin atas kondisi hukum kontrak nasional yang sampai hari ini belum memiliki Undang-Undang khusus tentang kontrak umum dan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah.
“Kondisi ini menimbulkan berbagai permasalahan hukum di lapangan mulai dari ketidakpastian pelaksanaan kontrak itu sendiri sampai dengan mekanisme penyelesaian sengketa kontraknya,” jelasnya.
Bahkan, khusus untuk kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, sering dijumpai permasalahan menjadi objek perkara Tindak Pidana Korupsi. Padahal setelah para pihak (Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia Barang/Jasa) melakukan tandatangan kontrak maka yang berlaku adalah aturan hukum kontrak bagi para pihak.
“Apabila di kemudian hari muncul berbagai permasalahan hukum diakibatkan oleh Kontrak tersebut maka seharusnya dicari terlebih dahulu mekanisme dan prosedur penyelesaian permasalahan hukum kontrak tersebut di dalam klausul-klausul kontrak yang sudah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak,” papar Sabela. (BACA JUGA: Tokoh Adat Solok : Mulyadi Banyak Berkontribusi, Pantas Jadi Gubernur Sumbar)
Ia menuturkan, jika mekanisme penyelesaian permasalahan tersebut sudah diatur dengan tegas dan jelas di dalam dokumen kontrak, wajib diprioritaskan terlebih dahulu mekanisme penyelesaian yang ada di dalam dokumen kontrak.
“Tidak serta merta ketika muncul pengaduan dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan maka para pihak langsung memproses tanda dilihat terlebih dahulu mekanisme penyelesaian Kontrak yang sudah diatur, disepakati dan ditandatangani oleh para pihak berdasarkan asas iktikad baik,”sambung Sabela.
Demikian hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP PERKAHPI Sabela Gayo dalam Konfrensi Nasional Ahli Hukum Kontrak Indonesia yang diselenggarakan secara webinar pada Sabtu (4/7/2020). Konferensi pada tahun 2020 ini mengambil tema “Kontrak Barang/Jasa Pemerintah; Perdata atau Tindak Pidana Korupsi Pengadaan”.
Sabela menuturkan tujuan dari kegiatan ini, memberikan solusi kepada pengambil kebijakan terkait dengan permasalahan hukum kontrak umum (commercial contract) dan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah (Government Procurement Contract) di Indonesia. (BACA JUGA: TMMD 108 Tingkatkan Geliat Perekonomian Masyarakat Bengkulu Utara)
Dalam kofrensi ini, sambung Sabela, para ahli hukum kontrak Indonesia masih sangat prihatin atas kondisi hukum kontrak nasional yang sampai hari ini belum memiliki Undang-Undang khusus tentang kontrak umum dan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah.
“Kondisi ini menimbulkan berbagai permasalahan hukum di lapangan mulai dari ketidakpastian pelaksanaan kontrak itu sendiri sampai dengan mekanisme penyelesaian sengketa kontraknya,” jelasnya.
Bahkan, khusus untuk kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, sering dijumpai permasalahan menjadi objek perkara Tindak Pidana Korupsi. Padahal setelah para pihak (Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia Barang/Jasa) melakukan tandatangan kontrak maka yang berlaku adalah aturan hukum kontrak bagi para pihak.
“Apabila di kemudian hari muncul berbagai permasalahan hukum diakibatkan oleh Kontrak tersebut maka seharusnya dicari terlebih dahulu mekanisme dan prosedur penyelesaian permasalahan hukum kontrak tersebut di dalam klausul-klausul kontrak yang sudah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak,” papar Sabela. (BACA JUGA: Tokoh Adat Solok : Mulyadi Banyak Berkontribusi, Pantas Jadi Gubernur Sumbar)
Ia menuturkan, jika mekanisme penyelesaian permasalahan tersebut sudah diatur dengan tegas dan jelas di dalam dokumen kontrak, wajib diprioritaskan terlebih dahulu mekanisme penyelesaian yang ada di dalam dokumen kontrak.
“Tidak serta merta ketika muncul pengaduan dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan maka para pihak langsung memproses tanda dilihat terlebih dahulu mekanisme penyelesaian Kontrak yang sudah diatur, disepakati dan ditandatangani oleh para pihak berdasarkan asas iktikad baik,”sambung Sabela.
(vit)