Gelar Ngaji Kebangsaan, BNPT: Sebarkan Moderasi Beragama di Masyarakat
loading...
A
A
A
BEKASI - Ulama berperan penting dalam membangun masyarakat yang moderat, baik dalam beragama dan bernegara, guna mencegah penyebaran paham radikal -terorisme dan ekstremisme di Indonesia.
Oleh karena itu perlu duduk bersama melalui wadah Ngaji Kebangsaan untuk menyebarkan moderasi beragama dalam upaya untuk mencegah paham radikal terorisme di masyarakat.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid saat menjadi narasumber pada acara Ngaji Kebangsaan yang digalar oleh Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) di Pondok Pesantren Motivasi Indonesia, Burangkeng, Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Ngaji Kebangsaan ini adalah bagian daripada program pentahelix yang merupakan kebijakan dari BNPT, yaitu melibatkan pemerintah, masyarakat, media, civitas akademika, maupun pengusaha. Dalam konteks melibatkan ulama ini adalah ormas keagamaan yaitu masyarakat. Karena ormas keagamaan terutama pesantren ini adalah potensial untuk menjadi vaksinasi ideologi, untuk menyebarluaskan moderasi beragama atau wasathiyah tadi,” kata Ahmad Nurwakhid, dikutip Rabu (28/9/2022).
Dia menjelaskan bahwa sejatinya memang radikal terorisme ini merupakan cermin dari krisis ritualitas. Di mana mereka lebih menonjolkan ritualitas, kemudian menonjolkan identitas formal serta simbol-simbol formal keagamaan, namun lemah di bidang spiritual atau maqom ikhsan, akhlak, perilaku dan budi pekerti.
“Mereka ini bersikap radikal karena tidak wasathon atau tidak moderat, tidak ditengah tengah. Sehingga tidak menjadirahmatan lil alamin, tapirahmatan lilkelompoknya. Inilah tugas para ulama, para kiai, para masyayikh, para pondok pesantren untuk menggelorakan Islam wasathiyah atau bisa dikatakan Islam nusantara atau rahmatan lil alamin,” ujar mantan Kabagbanops Densus 88/Anti Teror ini.
Setiap orang berpotensi terpapar paham radikal-terorisme yang pada akhirnya menjadi pelaku kejahatan terorisme. Potensi ini dapat dilihat dari tersebarnya narasi-narasi radikalisme yang mengitari masyarakat.
“Kalau ini tidak ditanggulangi segera, narasi tersebut dapat mengarah dan mengajak pada tindakan terorisme. Dapat berupa narasi mengenai intoleransi terkait sentimen keagamaan, narasi umat yang diperlakukan tidak adil, narasi keterancaman, dan sebagainya,” ujarnya.
Ahmad Nurwakhid menekankan kepada para tokoh agama yang merupakan para Ketua ataupun Pengurus MUI di tingkat Kecamatan se-Kota dan Kabupaten Bekasi yang hadir dalam Ngaji Kebangsaan tersebut agar selalu menjaga dirinya dan memvaksin dirinya supaya imun terhadap segala macam paparan paham radikal terorisme yang disebarkan oleh kelompok tersebut.
Oleh karena itu perlu duduk bersama melalui wadah Ngaji Kebangsaan untuk menyebarkan moderasi beragama dalam upaya untuk mencegah paham radikal terorisme di masyarakat.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid saat menjadi narasumber pada acara Ngaji Kebangsaan yang digalar oleh Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) di Pondok Pesantren Motivasi Indonesia, Burangkeng, Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Ngaji Kebangsaan ini adalah bagian daripada program pentahelix yang merupakan kebijakan dari BNPT, yaitu melibatkan pemerintah, masyarakat, media, civitas akademika, maupun pengusaha. Dalam konteks melibatkan ulama ini adalah ormas keagamaan yaitu masyarakat. Karena ormas keagamaan terutama pesantren ini adalah potensial untuk menjadi vaksinasi ideologi, untuk menyebarluaskan moderasi beragama atau wasathiyah tadi,” kata Ahmad Nurwakhid, dikutip Rabu (28/9/2022).
Dia menjelaskan bahwa sejatinya memang radikal terorisme ini merupakan cermin dari krisis ritualitas. Di mana mereka lebih menonjolkan ritualitas, kemudian menonjolkan identitas formal serta simbol-simbol formal keagamaan, namun lemah di bidang spiritual atau maqom ikhsan, akhlak, perilaku dan budi pekerti.
“Mereka ini bersikap radikal karena tidak wasathon atau tidak moderat, tidak ditengah tengah. Sehingga tidak menjadirahmatan lil alamin, tapirahmatan lilkelompoknya. Inilah tugas para ulama, para kiai, para masyayikh, para pondok pesantren untuk menggelorakan Islam wasathiyah atau bisa dikatakan Islam nusantara atau rahmatan lil alamin,” ujar mantan Kabagbanops Densus 88/Anti Teror ini.
Setiap orang berpotensi terpapar paham radikal-terorisme yang pada akhirnya menjadi pelaku kejahatan terorisme. Potensi ini dapat dilihat dari tersebarnya narasi-narasi radikalisme yang mengitari masyarakat.
“Kalau ini tidak ditanggulangi segera, narasi tersebut dapat mengarah dan mengajak pada tindakan terorisme. Dapat berupa narasi mengenai intoleransi terkait sentimen keagamaan, narasi umat yang diperlakukan tidak adil, narasi keterancaman, dan sebagainya,” ujarnya.
Ahmad Nurwakhid menekankan kepada para tokoh agama yang merupakan para Ketua ataupun Pengurus MUI di tingkat Kecamatan se-Kota dan Kabupaten Bekasi yang hadir dalam Ngaji Kebangsaan tersebut agar selalu menjaga dirinya dan memvaksin dirinya supaya imun terhadap segala macam paparan paham radikal terorisme yang disebarkan oleh kelompok tersebut.