Gereja Minta Proses Hukum Kasus Mutilasi di Mimika Terbuka, Warga Diimbau Tenang
loading...
A
A
A
MIMIKA - Kasus pembunuhan disertai dengan mutilasi terhadap empat warga di Kabupaten Mimika yang diduga melibatkan enam oknum anggota TNI dan tiga warga sipil diminta segera diproses hukum secara transparan.
Permintaan sekaligus kecaman terhadap aksi keji ini disampaikan oleh tokoh-tokoh gereja di Provinsi Papua.
Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Wilayah 1 Papua, Pendeta Petrus Bonyadone dengan tegas meminta peradilan hukum terhadap para pelaku dilakukan terbuka.
"Aparat yang melakukan mutilasi itu harus ditindak tegas, hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya, dan terbuka supaya masyarakat tahu dan menjadi pembelajaran kepada masyarakat dan aparat," tegas Pendeta Petrus, Rabu (14/9/2022).
Pendeta Petrus mengakui jika para korban adalah jemaat Gereja Kemah Injil di Tanah Papua wilayah Timika.
"Setelah saya cek di lapangan mereka ini para korban adalah warga sipil biasa dan adalah jemaat kami, itu yang sangat kita sesalkan. Ini adalah tindakan keji dan oleh karena itu kita minta supaya proses hukum itu dilakukan secara terbuka sehingga menjadi pembelajaran juga bagi yang lain," tandasnya.
Selain proses hukum yang adil dan terbuka, pihaknya juga meminta agar keluarga korban diperhatikan. Karena para korban meninggalkan keluarga yang tentunya ini menjadi perhatian kita bersama.
"Kami juga minta supaya keluarga korban diperhatikan. Seperti salah satu korban itu adalah kepala kampung, lantas bagaimana istri dan anak-anaknya. Ini juga yang harus kita pikirkan termasuk korban lain paling tidak keluarganya juga diberikan perhatian," ujarnya.
Dirinya juga meminta kepada masyarakat dan keluarga para korban untuk tidak melakukan hal-hal yang malah membuat upaya hukum kasus ini terganggu.
"Kami dalam lingkungan gereja juga berdoa ya, dan kami sampaikan kepada masyarakat dan keluarga korban untuk tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan keresahan. Kasus ini sementara ditangani pihak yang berwenang, apalagi sudah ada atensi dari Presiden, Panglima dan Otoritas di Mimika," lanjutnya.
"Kami juga minta supaya ini berjalan dengan baik dan penegakan hukum atas kasus ini bisa terbuka dan masyarakat bisa tahu bahwa ada keseriusan yang dilakukan oleh aparat untuk menegakkan hukum atas kasus ini," ucapnya.
Pendeta Petrus juga meminta kasus mutilasi tersebut tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menggiring persoalan ini menjadi keresahan dikalangan masyarakat.
"Kami juga berharap agar tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan kasus ini untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. Jangan juga berlarut-larut, harus segera diproses hukum. Ini yang kami sampaikan, kalau boleh jangan berlarut-larutlah, dan kami harapkan supaya hal seperti ini tidak terulang lagi, sebab itu mereka adalah masyarakat kami yang sederhana dan biasa-biasa saja," katanya.
Dia sangat berharap bahwa dengan adanya daerah otonomi baru (DOB) anak-anak muda Papua bisa menyiapkan diri, karena masa depan wilayah-wilayah itu ada ditangan mereka.
"Apalagi kita sedang berada di krisis global yang terjadi di dunia, ini persaingan yang cukup ketat. Sehingga anak anak kita ini harus benar-benar belajar dengan baik, kuliah dengan baik dan tidak turut dalam kegiatan kegiatan yang malah membuat mereka tidak fokus lagi dan nanti ujung-ujungnya mereka putus sekolah atau putus kuliah. Ini sangat disayangkan," sambungnya.
Hal senada disampaikan Pendeta Joop Suebu, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) di Kabupaten Jayapura.
Dia turut mengecam aksi keji yang dilakukan oleh oknum aparat. Pihaknya berharap kasus tersebut bisa segera diproses hukum secara adil.
"Sebagai tokoh gereja kami sampaikan berbelasungkawa yang mendalam atas para korban yang telah dimutilasi dan kami harap proses dengan seadil-adilnya bisa dilakukan terhadap para pelaku," tegasnya.
Dirinya juga meminta agar tidak ada yang melakukan gerakan tambahan, namun mempercayakan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
"Ketika masalah ini sudah diambil alih oleh aparat penegak hukum, biarkanlah mereka bekerja agar para pelaku bisa dihukum dan divonis sesuai dengan Undang-undang yang berlaku di negara Republik Indonesia," tegasnya.
Pendeta Joop Suebu mengimbau kepada seluruh warga Papua dan warga gereja untuk berdoa bagi keamanan dan ketertiban di tanah Papua.
Pihaknya juga meminta kepada kelompok yang memainkan kasus tersebut untuk kepentingan politik agar berhenti dan kembali untuk bersama-sama membangun Papua kearah yang lebih baik.
"Untuk saudara-saudara yang tidak seideologi, kami sampaikan mari kita kembali bergabung dengan NKRI. Mari kita membangun daerah kita masing-masing, karena berjuang yang dilakukan saat ini adalah sia-sia, dan tidak ada ujung pangkalnya. Mari kita bangun daerah kita mari kita bangun masyarakat kita. Hari ini kita memiliki ideologi yang berbeda dan dengan itu masyarakat kita yang menderita," ucapnya.
"Negara sudah memberikan kebebasan kepada kita dengan adanya DOB dan Otsus. Kita bebas untuk menjadi pejabat, bupati atau wali kota di tanah kita sendiri. Sehingga mari manfaatkan itu baik, bangun wilayah kita Tanah Papua ini dengan baik demi kesejahteraan masyarakat kita sendiri,"pungkasnya.
Diketahui kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga di Kabupaten Mimika yang melibatkan enam oknum anggota TNI kini telah menjalani pemeriksaan intensif. Termasuk kepada pelaku lainnya.
Keenam pelaku dijerat pasal berlapis yakni Pasal 340 KUHP dan Pasal 365 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati dan paling rendah 20 tahun penjara.
Permintaan sekaligus kecaman terhadap aksi keji ini disampaikan oleh tokoh-tokoh gereja di Provinsi Papua.
Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Wilayah 1 Papua, Pendeta Petrus Bonyadone dengan tegas meminta peradilan hukum terhadap para pelaku dilakukan terbuka.
"Aparat yang melakukan mutilasi itu harus ditindak tegas, hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya, dan terbuka supaya masyarakat tahu dan menjadi pembelajaran kepada masyarakat dan aparat," tegas Pendeta Petrus, Rabu (14/9/2022).
Pendeta Petrus mengakui jika para korban adalah jemaat Gereja Kemah Injil di Tanah Papua wilayah Timika.
"Setelah saya cek di lapangan mereka ini para korban adalah warga sipil biasa dan adalah jemaat kami, itu yang sangat kita sesalkan. Ini adalah tindakan keji dan oleh karena itu kita minta supaya proses hukum itu dilakukan secara terbuka sehingga menjadi pembelajaran juga bagi yang lain," tandasnya.
Baca Juga
Selain proses hukum yang adil dan terbuka, pihaknya juga meminta agar keluarga korban diperhatikan. Karena para korban meninggalkan keluarga yang tentunya ini menjadi perhatian kita bersama.
"Kami juga minta supaya keluarga korban diperhatikan. Seperti salah satu korban itu adalah kepala kampung, lantas bagaimana istri dan anak-anaknya. Ini juga yang harus kita pikirkan termasuk korban lain paling tidak keluarganya juga diberikan perhatian," ujarnya.
Dirinya juga meminta kepada masyarakat dan keluarga para korban untuk tidak melakukan hal-hal yang malah membuat upaya hukum kasus ini terganggu.
"Kami dalam lingkungan gereja juga berdoa ya, dan kami sampaikan kepada masyarakat dan keluarga korban untuk tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan keresahan. Kasus ini sementara ditangani pihak yang berwenang, apalagi sudah ada atensi dari Presiden, Panglima dan Otoritas di Mimika," lanjutnya.
"Kami juga minta supaya ini berjalan dengan baik dan penegakan hukum atas kasus ini bisa terbuka dan masyarakat bisa tahu bahwa ada keseriusan yang dilakukan oleh aparat untuk menegakkan hukum atas kasus ini," ucapnya.
Pendeta Petrus juga meminta kasus mutilasi tersebut tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menggiring persoalan ini menjadi keresahan dikalangan masyarakat.
"Kami juga berharap agar tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan kasus ini untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. Jangan juga berlarut-larut, harus segera diproses hukum. Ini yang kami sampaikan, kalau boleh jangan berlarut-larutlah, dan kami harapkan supaya hal seperti ini tidak terulang lagi, sebab itu mereka adalah masyarakat kami yang sederhana dan biasa-biasa saja," katanya.
Dia sangat berharap bahwa dengan adanya daerah otonomi baru (DOB) anak-anak muda Papua bisa menyiapkan diri, karena masa depan wilayah-wilayah itu ada ditangan mereka.
"Apalagi kita sedang berada di krisis global yang terjadi di dunia, ini persaingan yang cukup ketat. Sehingga anak anak kita ini harus benar-benar belajar dengan baik, kuliah dengan baik dan tidak turut dalam kegiatan kegiatan yang malah membuat mereka tidak fokus lagi dan nanti ujung-ujungnya mereka putus sekolah atau putus kuliah. Ini sangat disayangkan," sambungnya.
Hal senada disampaikan Pendeta Joop Suebu, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) di Kabupaten Jayapura.
Dia turut mengecam aksi keji yang dilakukan oleh oknum aparat. Pihaknya berharap kasus tersebut bisa segera diproses hukum secara adil.
"Sebagai tokoh gereja kami sampaikan berbelasungkawa yang mendalam atas para korban yang telah dimutilasi dan kami harap proses dengan seadil-adilnya bisa dilakukan terhadap para pelaku," tegasnya.
Dirinya juga meminta agar tidak ada yang melakukan gerakan tambahan, namun mempercayakan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
"Ketika masalah ini sudah diambil alih oleh aparat penegak hukum, biarkanlah mereka bekerja agar para pelaku bisa dihukum dan divonis sesuai dengan Undang-undang yang berlaku di negara Republik Indonesia," tegasnya.
Pendeta Joop Suebu mengimbau kepada seluruh warga Papua dan warga gereja untuk berdoa bagi keamanan dan ketertiban di tanah Papua.
Pihaknya juga meminta kepada kelompok yang memainkan kasus tersebut untuk kepentingan politik agar berhenti dan kembali untuk bersama-sama membangun Papua kearah yang lebih baik.
"Untuk saudara-saudara yang tidak seideologi, kami sampaikan mari kita kembali bergabung dengan NKRI. Mari kita membangun daerah kita masing-masing, karena berjuang yang dilakukan saat ini adalah sia-sia, dan tidak ada ujung pangkalnya. Mari kita bangun daerah kita mari kita bangun masyarakat kita. Hari ini kita memiliki ideologi yang berbeda dan dengan itu masyarakat kita yang menderita," ucapnya.
"Negara sudah memberikan kebebasan kepada kita dengan adanya DOB dan Otsus. Kita bebas untuk menjadi pejabat, bupati atau wali kota di tanah kita sendiri. Sehingga mari manfaatkan itu baik, bangun wilayah kita Tanah Papua ini dengan baik demi kesejahteraan masyarakat kita sendiri,"pungkasnya.
Diketahui kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga di Kabupaten Mimika yang melibatkan enam oknum anggota TNI kini telah menjalani pemeriksaan intensif. Termasuk kepada pelaku lainnya.
Keenam pelaku dijerat pasal berlapis yakni Pasal 340 KUHP dan Pasal 365 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati dan paling rendah 20 tahun penjara.
(shf)