Kisah Syekh Mutamakkin, Ajaran Tasawufnya Meresahkan Ulama Istana Mataram

Jum'at, 05 Agustus 2022 - 05:07 WIB
loading...
A A A


Nama al-Mutamakkin yang berarti orang yang meneguhkan hati atau orang yang diyakini kesuciannya, diperoleh Syekh Mutamakkin sepulang menimba ilmu di Timur Tengah. Syekh Mutamakkin pernah berguru kepada Syekh Yusuf Makassar (wafat 1699).

Dalam Serat Cebolek juga disebutkan, saat di Timur Tengah Mbah Mutamakkin juga berguru kepada Seh Jen atau Syekh Zain atau Syekh Muhammad Zain al-Mizjaji al-Yamani, yakni tokoh Tarekat Naqsyabandiyah.

Sepulang dari Timur Tengah, Mbah Mutamakkin tidak kembali ke Tuban, melainkan menetap di Kajen Pati Jawa Tengah karena kapal yang ia tumpangi terdampar. Pada masa Pakubuwono II (1726-1749), desakan para ulama untuk menghukum Syekh Mutamakkin kembali bergolak.

Kesesatan Syekh Mutamakkin disamakan dengan Syekh Siti Jenar (masa Kerajaan Demak) dan Syekh Amongraga (masa Kerajaan Mataram Islam awal), dan karena itu para penudingnya mengusulkan untuk dihukum bakar. Namun oleh Pakubuwono II, permintaan itu tidak dikabulkan.

Sebagai gantinya, Syekh Mutamakkin dipanggil untuk menjelaskan ajaran tasawuf yang didedahkan dalam Serat Dewaruci. Ia diadili di depan para ulama lain, terutama dihadap-hadapkan dengan Katib Anom Kudus yang sejak awal menudingnya sesat.



Kedua ulama itu kemudian berdebat. Semua pengetahuan keagamaan didedah sekaligus untuk membuktikan siapa yang benar. Dalam teks Kajen menyebut Syekh Mutamakkin terbukti lebih alim
sekaligus lebih menguasai ilmu tasawuf dibanding Katib Anom Kudus.

Syekh Mutamakkin menafsirkan teks Serat Dewaruci yang ajaran intinya adalah mencapai insan kamil. Sufisme dan syariah tidak dalam posisi meniadakan satu sama lain. Polemik pun selesai dan ditutup dengan melaksanakan salat Jumat bersama.

“Kebijaksanaan dan keadilan sang raja sebagai seorang sufi digambarkan dengan pengampunan yang diberikan kepada Al-Mutamakkin,” demikian tertulis dalam Intelektualisme Pesantren, Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1437 seconds (0.1#10.140)