Letjen TNI (Purn.) Jeffry Apoly Rahawarin Dilantik Jadi Deputi, Mendagri Ingatkan Tugas BNPP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Letnan Jenderal TNI (Purn.) Jeffry Apoly Rahawarin resmi menjabat sebagai Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Jeffry dilantik bersamaan dengan pelantikan Yedi Rahmat sebagai Asisten Deputi Infrastruktur Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat, di Kantor BNPP, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2022).
"Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas taufik dan hidayahnya. Maka hari ini Rabu 8 Juni 2022 saya Menteri Dalam Negeri selaku Kepala BNPP berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44/TPA Tahun 2022 tanggal 18 April 2022, berdasarkan Keputusan Kepala BNPP No.10.00-115 Tahun 2022 tanggal 25 Mei 2022, dengan ini secara resmi melantik saudara-saudara dalam jabatan yang baru dilingkungan BNPP,"
"Saya percaya bahwa saudara-saudara akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa bersama kita," ujar Menteri Dalam Negeri yang juga merupakan Kepala BNPP, Muhammad Tito Karnavian.
Dalam acara pelantikan tersebut Kepala BNPP mengingatkan kembali tugas-tugas pokok yang diemban oleh BNPP. Sebagai badan koordinasi pengelolaan perbatasan, tugas pertama BNPP adalah menegaskan atau menjelaskan batas wilayah Indonesia.
Menteri Tito menyampaikan tugas tersebut tidak mudah, karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki garis pantai nomor dua terbesar, memiliki tiga time zone dan jumlah penduduk yang besar.
"Dalam konteks ini saya kira yang paling utama adalah mengclearkan dispute (perselisihan) segmen-segmen perbatasan yang ada, baik di darat, laut, maupun udara. Ada beberapa yang belum tuntas di Kalimantan, kemudian yang berhubungan dengan Timor Leste, dan lain-lain termasuk mungkin ada yang belum kita inventarisir, ini harus diclearkan terutama melalui proses-proses mediasi, dan ini melibatkan banyak instansi termasuk Kementerian Luar Negeri, Badan Geospasial, TNI, Polri, dan lain-lain," katanya.
Memperjelas tanda-tanda batas negara ini dilakukan untuk menghindari klaim negara lain terhadap wilayah Indonesia, seperti kasus Sipadan dan Ligitan. Menteri Tito mengatakan BNPP dapat bekerjasama dengan Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri, terkait penguatan batas wilayah Indonesia di perbatasan negara.
"Dua tugas ini saja sudah tidak ringan, menyelesaikan segmen, dan itu BNPP saya minta bekerjasama betul dengan jajaran Kemendagri tentang batas wilayah Dirjen Adwil, Pak Safrizal, dukung betul, kerjasama, bentuk penguatan batas-batas wilayah misalnya patok dan lain-lain ini juga harus diinventarisir, di data, didatangin, dan dipertahankan, sehingga jelas batasnya," sambungnya.
Tugas BNPP selanjutnya adalah untuk menjaga atau memonitor arus orang dan barang yang keluar dan masuk dari perbatasan negara. Menteri Tito mengakui bahwa pekerjaan ini juga tidak mudah, karena Indonesia memiliki wilayah perbatasan darat, laut dan udara yang seringkali pengelolaannya overlaping dengan negara lain.
Ia menuturkan idealnya setiap orang dan barang yang masuk ke wilayah Indonesia terkontrol. Namun, saat ini Indonesia baru memiliki delapan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang dikelola oleh BNPP.
Kepala BNPP meminta jajarannya untuk mengawasi dan mencari solusi adanya perlintasan-perlintasan tradisional yang tidak resmi. Fakta di lapangan, masih banyak ribuan jalan-jalan tikus yang menjadi tempat terjadinya kejahatan, dari human trafficking hingga penyelundupan barang-barang ilegal.
"Tantangan yang lain di wilayah-wilayah ini, suplai logistik kepada masyarakat kita di daerah perbatasan karena akses sulit. Oleh karena itu mereka saudara-saudara kita ini menjadi tergantung dari suplai atau belanja di negara sebelah. Ini akan berpengaruh kepada masalah nasionalisme," katanya.
Pembangunan 10 PLBN di perbatasan negara saat ini masih terus dilanjutkan, Menteri Tito berharap jajarannya dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait agar dapat mempercepat penyelesaian pembangunannya. Selain itu jajaran BNPP juga diminta untuk menyiapkan planning, sistem, management untuk mengelola 10 PLBN tersebut.
Menteri Tito juga tidak lupa mengingatkan bahwa Presiden Joko Widodo ingin zona pendukung PLBN dikembangkan menjadi sentra industri yang dapat menghasilkan produk untuk diekspor ke negara tetangga.
Yang ketiga adalah mengembangkan daerah perbatasan agar sesuai dengan konsep dan visi Presiden Joko Widodo yakni membangun dari pinggiran yang bertujuan dua hal. Yang pertama untuk pemerataan pembangunan dan yang kedua adalah untuk memperkuat sistem pertahanan kita ketika daerah-daerah itu berkembang maju.
"Kita harapkan dengan pembangunan perbatasan ini daerah-daerah di perbatasan dapat berkembang, ada pemerataan, ada Negara hadir di sana," pungkasnya. CM
"Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas taufik dan hidayahnya. Maka hari ini Rabu 8 Juni 2022 saya Menteri Dalam Negeri selaku Kepala BNPP berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44/TPA Tahun 2022 tanggal 18 April 2022, berdasarkan Keputusan Kepala BNPP No.10.00-115 Tahun 2022 tanggal 25 Mei 2022, dengan ini secara resmi melantik saudara-saudara dalam jabatan yang baru dilingkungan BNPP,"
"Saya percaya bahwa saudara-saudara akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa bersama kita," ujar Menteri Dalam Negeri yang juga merupakan Kepala BNPP, Muhammad Tito Karnavian.
Dalam acara pelantikan tersebut Kepala BNPP mengingatkan kembali tugas-tugas pokok yang diemban oleh BNPP. Sebagai badan koordinasi pengelolaan perbatasan, tugas pertama BNPP adalah menegaskan atau menjelaskan batas wilayah Indonesia.
Menteri Tito menyampaikan tugas tersebut tidak mudah, karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki garis pantai nomor dua terbesar, memiliki tiga time zone dan jumlah penduduk yang besar.
"Dalam konteks ini saya kira yang paling utama adalah mengclearkan dispute (perselisihan) segmen-segmen perbatasan yang ada, baik di darat, laut, maupun udara. Ada beberapa yang belum tuntas di Kalimantan, kemudian yang berhubungan dengan Timor Leste, dan lain-lain termasuk mungkin ada yang belum kita inventarisir, ini harus diclearkan terutama melalui proses-proses mediasi, dan ini melibatkan banyak instansi termasuk Kementerian Luar Negeri, Badan Geospasial, TNI, Polri, dan lain-lain," katanya.
Memperjelas tanda-tanda batas negara ini dilakukan untuk menghindari klaim negara lain terhadap wilayah Indonesia, seperti kasus Sipadan dan Ligitan. Menteri Tito mengatakan BNPP dapat bekerjasama dengan Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri, terkait penguatan batas wilayah Indonesia di perbatasan negara.
"Dua tugas ini saja sudah tidak ringan, menyelesaikan segmen, dan itu BNPP saya minta bekerjasama betul dengan jajaran Kemendagri tentang batas wilayah Dirjen Adwil, Pak Safrizal, dukung betul, kerjasama, bentuk penguatan batas-batas wilayah misalnya patok dan lain-lain ini juga harus diinventarisir, di data, didatangin, dan dipertahankan, sehingga jelas batasnya," sambungnya.
Tugas BNPP selanjutnya adalah untuk menjaga atau memonitor arus orang dan barang yang keluar dan masuk dari perbatasan negara. Menteri Tito mengakui bahwa pekerjaan ini juga tidak mudah, karena Indonesia memiliki wilayah perbatasan darat, laut dan udara yang seringkali pengelolaannya overlaping dengan negara lain.
Ia menuturkan idealnya setiap orang dan barang yang masuk ke wilayah Indonesia terkontrol. Namun, saat ini Indonesia baru memiliki delapan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang dikelola oleh BNPP.
Kepala BNPP meminta jajarannya untuk mengawasi dan mencari solusi adanya perlintasan-perlintasan tradisional yang tidak resmi. Fakta di lapangan, masih banyak ribuan jalan-jalan tikus yang menjadi tempat terjadinya kejahatan, dari human trafficking hingga penyelundupan barang-barang ilegal.
"Tantangan yang lain di wilayah-wilayah ini, suplai logistik kepada masyarakat kita di daerah perbatasan karena akses sulit. Oleh karena itu mereka saudara-saudara kita ini menjadi tergantung dari suplai atau belanja di negara sebelah. Ini akan berpengaruh kepada masalah nasionalisme," katanya.
Pembangunan 10 PLBN di perbatasan negara saat ini masih terus dilanjutkan, Menteri Tito berharap jajarannya dapat berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait agar dapat mempercepat penyelesaian pembangunannya. Selain itu jajaran BNPP juga diminta untuk menyiapkan planning, sistem, management untuk mengelola 10 PLBN tersebut.
Menteri Tito juga tidak lupa mengingatkan bahwa Presiden Joko Widodo ingin zona pendukung PLBN dikembangkan menjadi sentra industri yang dapat menghasilkan produk untuk diekspor ke negara tetangga.
Yang ketiga adalah mengembangkan daerah perbatasan agar sesuai dengan konsep dan visi Presiden Joko Widodo yakni membangun dari pinggiran yang bertujuan dua hal. Yang pertama untuk pemerataan pembangunan dan yang kedua adalah untuk memperkuat sistem pertahanan kita ketika daerah-daerah itu berkembang maju.
"Kita harapkan dengan pembangunan perbatasan ini daerah-daerah di perbatasan dapat berkembang, ada pemerataan, ada Negara hadir di sana," pungkasnya. CM
(srf)