Menengok mereka yang istirahat dalam dekapan Semeru

Senin, 10 Juni 2013 - 09:47 WIB
Menengok mereka yang istirahat dalam dekapan Semeru
Menengok mereka yang istirahat dalam dekapan Semeru
A A A
SEBUAH keramik berukuran sekira 2x60 sentimeter tertancap jelas di tepi danau Ranu Kumbolo. Satu berwarna putih, satunya lagi hitam. Meski berbeda ukuran, kedua keramik yang tertancap di tanah Ranu Kumbolo bermaksud sama. Mengenang mereka yang meninggal dunia dalam perjalanan mendaki Gunung Semeru, gunung berapi tertingi di Pulau Jawa.

Beberapa pendaki kadang sejenak berdiri di depan penanda di Ranu Kumbolo untuk mendoakan mereka maupun merefleksi diri agar selalu berhati-hati ketika mendaki Semeru. Sebab, nyawa merupakan salah satu hal yang tidak boleh ditinggalkan di gunung selain sampah. Demikian juga dengan tujuan mendaki ang harus bisa kembali dengan selamat. Puncak adalah bagian dari tujuan, tapi turun kembali dengan selamat adalah tujuan utama.

Kepala Resor Ranu Pane, Cahyo, mengungkapkan, rata-rata para pendaki yang terjatuh atau tersesat kemudian meninggal ketika mereka turun dari puncak. Selain karena faktor lelah, sehingga konsentrasi menuruni medan yang curam menjadi berkurang.

“Persiapan fisik dan mental harus benar-benar disiapkan, selain perlengkapan dan logistik,” katanya.

Data di Pos Ranu Pane menyebutkan, daftar korban pendakian semeru sejak 1969, di mana Soe Hok Gie dan Idan Lubis meninggal dunia di puncak karena menghirup gas beracun, tercatat ada 28 orang meninggal dunia, 3 orang tidak ditemukan/meninggal dan 25 orang mengalami luka-luka/selamat. Data ini belum termasuk pendaki asal Gresik pada 6 Juni lalu yang terkena serangan jantung di Pos 1.

Salah satu penanda yang berada di Ranu Kumbolo tertulis “Dalam kenangan saudara kami Andika Listyono Putra, jejakmu tertinggal di sini, senyummu kubawa pergi”. Andika menjadi korban ganasnya alam Semeru pada tahun Juli 2009 lalu. Sebelumnya, tahun 2000 juga tercatat ada dua pendaki yang meninggal dunia. Tahun 2001 satu pendaki hilang, serta tahun 2005 satu orang pendaki meninggal dunia.

Beberapa penanda bagi mereka yang hilang maupun meninggal di Semeru banyak ditemui di beberapa tempat mulai Ranu Kumbolo hingga puncak. Di Puncak ada penanda Soe Hok Gie dan Idan Lubis, tapi sudah diturunkan tahun 2012 lalu. Di kawasan Arcapadha juga ada penanda pendaki yang meninggal, di atasnya lagi di kawasan Kelik atau vegetasi terakhir juga ada beberapa penanda pendaki yang istirahat dalam dekapan Semeru.

Banyak penyebab pendaki bisa menjadi korban ganasnya Semeru, selain faktor cuaca buruk yang cepat berubah, pendaki kadang jatuh atau terpeleset ke jurang karena tidak konsentrasi ketika turun dari puncak. Ada juga yang terkena material lava pijar ketika mendaki.

Selain faktor alam, menurut salah satu petugas SAR Lumajang yang sering mencari para pendaki yang tersesat dan berhasil menemukan dengan kondisi selamat, Sugiyono, rata-rata pendaki yang tersesat karena kesombongannya, selain itu juga kelelahan dan sendirian. “Saat itulah biasanya faktor lain terjadi,” katanya.

Karena itu, ia mengingatkan kepada semua pendaki agar lebih sopan ketika mendaki Semeru, sebab banyak kejadian-kejadian di luar nalar yang terjadi akibat ulah sendiri. Selalu ingat kepada yang Maha Kuasa dan tentunya semau persiapan baik fisik, mental, perlengkapan, dan logistic dilengkapi. Sebab, saat ini banyak pendaki pemula yang tidak memperhatikan keselamatan sendiri, terutama setelah film 5cm, banyak ditemukan pendaki yang menggunakan pakaian ke kampus, pakai sepatu ket, atau sandal.

Selain itu, perilaku membuang sampah di kawasan taman nasional juga semakin banyak dilakukan pendaki. Tak ayal, ketika musim liburan panjang, sampah-sampah selalu menumpuk di Ranu Kumbolo atau Kalimati, serta sepanjang perjalanan banyak ditemui sampah pendaki. Perlu ada kebijakan baru untuk mengatur jumlah pendaki maupun sampah yang dibawa pendaki agar keindahan alam Semeru tetap bisa dinikmati anak cucu kita.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3633 seconds (0.1#10.140)