Kisah Sunan Bonang, Karomah sang Walisongo Ubah Aliran Sungai Brantas

Minggu, 06 Maret 2022 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Sunan Bonang, Karomah sang Walisongo Ubah Aliran Sungai Brantas
Kisah Sunan Bonang, Karomah sang Walisongo Ubah Aliran Sungai Brantas/Kemdikbud
A A A
Kisah Sunan Bonang , sang Walisongo memiliki karomah mengubah aliran Sungai Brantas dalam proses dakwah Islam di wilayah Kediri. Konon, dengan karomahnya, Sunan Bonang mengubah aliran Sungai Brantas sehingga menjadikan daerah yang enggan menerima dakwah Islam di sepanjang aliran sungai menjadi kekurangan air, bahkan sebagian yang lain mengalami banjir.

Sunan Bonang dilahirkan pada 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Sunan Bonang adalah putra dari Aunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Nama Bonang sendiri adalah sebuah desa di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.



Sunan Bonang belajar pengetahuan dan ilmu agama dari ayahnya, Sunan Ampel. Sunan Bonang belajar bersama santri-santri Sunan Ampel yang lain seperti Sunan Giri, Raden Patah dan Raden Kusen. Sunan Bonang juga belajar kepada Syaikh Maulana Ishak, saat bersama-sama Raden Paku Sunan Giri ke Malaka dalam perjalanan haji ke tanah suci.

Sunan Bonang dikenal sebagai seorang penyebar Islam yang menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan ilmu silat dengan kesaktian dan kedigdayaan menakjubkan. Salah satu kharomah Sunan Bonang adalah sangat pandai mencari sumber air di tempat-tempat yang sulit air.

Babad Daha-Kedirimenggambarkan bagaimana Sunan Bonang dengan pengetahuannya yang luar biasa bisa mengubah aliran Sungai Brantas, sehingga menjadikan daerah yang enggan menerima dakwah Islam di sepanjang aliran sungai menjadi kekurangan air, bahkan sebagian yang lain mengalami banjir.

Agus Sunyoto, dalam buku Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman 2016, Sunan Bonang mendapat ujian saat melawan Buto Locaya dalam syiar Islam. Buto Locaya selalu mengecam tindakan dakwah Sunan Bonang. Namun, Buto Locaya itu tidak kuasa menghadapi kesaktian yang dimiliki Sunan Bonang. Pun demikian juga dengan tokoh Nyai Pluncing, yang kiranya seorang bhairawi penerus ajaran ilmu hitam Calon Arang, yang dapat dikalahkan oleh Sunan Bonang.

Sunan Bonang saat berdakwah agama Islam juga mengamalkan kesaktiannya untuk kebaikan. Dalam buku "Sunan Bonang Wali Keramat: Karomah, Kesaktian, dan Ajaran - Ajaran Hidup Sang Waliullah karya Asti Musman", suatu ketika Sunan Bonang hendak berdakwah agama Islam di pedalaman Kediri.

Kabarnya, wilayah Kediri ini begitu sulit ditaklukkan lantaran pengaruh ajaran Buddha dan hindu yang begitu kuat. Nah, ketika Sunan Bonang menyebarkan agama Islam di wilayah Kediri, sang Walisongo memakai cara yang di luar nalar.

Sunan Bonang sering mendapat perlawanan dari rakyat Kediri sehingga membuat beliau memakai kesaktiannya, yaitu mengubah aliran Sungai Brantas. Dengan karomahnya, Sunan Bonang mengubah aliran Sungai Brantas yang membuat beberapa daerah di Kediri kekurangan air. Tapi sebagian wilayah lainnya justru mengalami banjir, sehingga pertanian masyarakat gagal panen.

Selain perlawanan dari rakyat Kediri, Sunan Bonang mendapat ujian dari beberapa tokoh yang merupakan bagian dari Kerajaan Kediri. Di antara lawan Sunan Bonang di Kediri adalah Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing, yang merupakan tokoh-tokoh penganut ajaran Bhairawa - Bhairawi di daerah Kediri.

Nyai Plencing merupakan seorang Bhairawi penerus ajaran ilmu Hitam Calon Arang. Adapun Buto Locaya adalah salah satu dari dua abdi dalem Prabu Jayabaya. Nama aslinya adalah Kyai Daha. Raja Jayabaya memiliki dua abdi yaitu Kyai Daha dan Kyai Daka.Saat Kyai Daha diangkat sebagai patih, namanya berganti menjadi Buta Locaya, sementara Kyai Daka dijadikan senopati perang, dengan nama Tunggul Wulung.

Buto Locaya sendiri berasal dari kata Buta atau bodoh, Lo artinya kamu, dan Caya artinya dapat dipercaya. Nama itu berawal ketika Raja Jayabaya telah moksa. Saat Raja Jayabaya moksa kedua abdinya juga ikut moksa.
Buta Locaya pun ditugaskan untuk menjaga Selabale atau Gua Selomangleng saat ini. Tunggul Wulung diperintahkan untuk menjaga kawah Gunung Kelud, agar letusannya tidak banyak merusak desa sekitar dan memakan banyak korban jiwa.

Dalam Serat Darmogandul dikisahkan pertemuan Sunan Bonang dengan Buto Locaya yang berakhir dengan pertengkaran mulut di antaranya keduanya. Sunan Bonang pun bertempur melawan Buto Locaya.



Buto Locaya pun mengerahkan pasukan baik yang tampak dan kasat mata. Dia memanggil anak-anaknya serta para jin peri parayangan, untuk diajak melawan Sunan Bonang. Para makhluk halus itu bersiap perang, serta berjalan secepat angin. Para lelembut tiba di utara Desa Kukum, di sana Buto Locaya berkah menjadi wujud manusia bernama Kyai Sumbre.

Sementara para lelembut yang terlihat beribu - ribu tidak terlihat, Kyai Sumbre berdiri di tengah jalan di bawah pohon sambi menghadang perjalanan Sunan Bonang dari utara. Konon Sunan Bonang pun sudah mengetahui bahwa yang berdiri di pohon sambi itu rajanya setan, yang bersiap mengganggu. Nah, berkat karomah Sunan Bonang, para makhluk halus ini yang berjumlah ribuan ini disingkirkan. Makhluk halus ini pun tidak tahan dengan perbawa Sunan Bonang.
(aww)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.8001 seconds (0.1#10.140)