Kriteria wacana sertifikasi ulama harus jelas

Rabu, 12 September 2012 - 13:30 WIB
Kriteria wacana sertifikasi ulama harus jelas
Kriteria wacana sertifikasi ulama harus jelas
A A A
Sindonews.com - Wacana sertifikasi ulama yang dilontarkan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) terus mendapat tanggapan dari sejumlah pihak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyatakan, wacana sertifikasi ulama dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), harus memiliki kriteria yang jelas.

BNPT mengaitkan peran ulama dengan ajaran radikal yang berbuah tindak terorisme. Padahal, sulit mengaitakan terorisme dengan peran ulama.

"Secara pribadi saya silahkan saja ada sertifikasi. Saya pribadi enggak masalah. Hanya kriterianya harus jelas, kedalaman ilmu agama tidak signifikan kaitannya dengan terorisme," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Jabar Salim Umar, kepada wartawan di kantornya, Jalan Martadinata, Bandung, Rabu (12/9/2012).

Seharusnya, kriteria berisi tolak ukur yang ada pada ulama untuk disertifikasi. Misalnya ilmu agamanya, kaitan agama dengan ilmu pengetahuan umum, dan pandangan politik.

Lanjutnya, kaitan agama dan terorisme sebenarnya bertentangan. Pelaku terorisme justru karena pandangannya yang salah terhadap agama. Misalnya konsep jihad, di mata ulama tidak boleh menimbulkan ketakutan masyarakat. Tetapi terorisme justru membunuh dan menakutkan.

"Jadi tidak ada signifikansi pandangan ulama terhadap terorisme," tegasnya.

Contoh lain kasus bom di Masjid Polres Cirebon, yang sudah jelas dilarang agama. Begitu juga dengan teror di Solo, yang menimbulkan ketakutan dan keresahan orang banyak.

Sedangkan kaitannya agama dengan ilmu pengetahuan umum juga tidak signifikan untuk berbuah tindakan terorisme.

"Barangkali dengan politik, tetapi ulama kan tidak berpartai, juga tidak mendukung partai Islam," ujarnya.

Selain itu, mungkin hanya kurang dari 10 persen dari ulama di Indonesia yang pandangan politiknya keras. Jumlah ulama di Jabar sendiri ribuan yang tersebar di kabupaten kota. Tetapi ulama tidak ada hierarki atau tunduk kepada politik tertentu.

"Ulama itu independen, normatifnya tunduk hanya kepada Allah, dan faktanya bertanggung jawab kepada masyarakat," tambahnya.

Dia tidak sepakat BNPT menghubungkan terorisme atau radikalisme dengan pondok pesantren (ponpes). Meskipun tidak dipungkiri ada pelaku teror yang lulusan ponpes tertentu. Tetapi bukan berarti setiap pesantren menghasilkan terorisme.

"Terorisme pengetahuan agamanya belum selesai. Islam sendiri melarang terorisme, karena bikin takut orang, membunuh orang tak bersalah, mengganggu ketenangan masyarakat. Itu jelas dilarang. Ulama pun jelas melarang," paparnya.

Di sisi lain, wacana sertifikasi juga menimbulkan pro kontra di kalangan ulama. Menurutnya, ulama yang tidak setuju khawatir terjadinya kastanisasi akibat sertifikasi. MUI sendiri belum membahas wacana tersebut.

"Wacana sertifikasi masih terbuka. Tetapi sebenarnya secara tak tertulis ulama oleh masyarakan sudah disertifikasi, yakni adanya ulama yang dipakai, kurang, dan banyak dipakai. Kalau ulamanya enggak baik kan enggak pernah dipakai," katanya.
(azh)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4021 seconds (0.1#10.140)