Nusantara Punya Makna Spiritual dan Historis Memperkuat Persatuan
loading...
A
A
A
BOGOR - Pemerintah telah resmi mensahkan UU Ibu Kota Negara (IKN) yang secara bersamaan juga telah diputuskan bahwa nama Nusantara akan menjadi nama ibu kota baru, yang berada di Kalimantan.
Budayawan Ngatawi Al Zastrouw mengatakan, terdapat makna spiritual dan historis dibalik pemilihan nama ibu kota Nusantara. Secara spiritual, Nusantara memiliki makna perjuangan secara sungguh-sungguh dan tekad yang kuat untuk mempersatukan bangsa.
"Dari sisi historis, Nusantara bermakna mengingatkan bangsa ini akan sejarah kita yang terdiri dari berbagai pulau, suku, ras, agama dan budaya dari Sabang sampai Merauke yang bisa bersatu padu menjadi satu kesatuan," ujarnya, Jumat (26/1/2022).
Selain itu, Ngatawi menilai pemilihan nama Nusantara mengandung cita-cita dan optimisme untuk mengembalikan kejayaan nusantara.
"Sudah pasti merupakan doa dan harapan agar kejayaan Nusantara sebagaimana yang terjadi pada zaman dulu bisa kembali diwujudkan oleh bangsa Indonesia dalam konteks kekinian," ungkapnya.
Ia juga menyinggung terkait banyaknya opini dan sentimen negatif yang beredar di masyarakat. Situasi ini dapat menjadi ancaman kedepannya bagi bangsa yang dapat menggoyahkan semangat persatuan jika terlalu dibiarkan.
"Pro-kontra adalah hal yang biasa. Pemicunya karena perbedaan pemikiran, ketidakpahaman, ada yang mencari perhatian publik serta politik dan yang paling bahaya adalah yang dipicu alasan ideologis. Ini yang bahaya," tandasnya.
Lebih lanjut, Ngatawi menjelaskan kelompok yang berusaha menggiring opini berlandaskan alasan ideologis tersebut jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik dikhawatirkan akan mengalami peningkatan eskalasi. Namun ia melihat sejauh ini masih dalam taraf yang wajar saja.
"Artinya masih dalam taraf wajar sebagai perbedaan wacana tetapi tetap harus dipantau agar tidak menggoyahkan persatuan," ungkapnya.
Dari kacamata budaya, Ngatawi memandang perlunya menumbuhkan spirit kejayaan Nusantara dengan cara mengajarkan kembali nilai-nilai sejarah Nusantara kepada generasi muda dengan cara kreatif dan menarik.
"Dengan begitu, mereka-mereka ini paham dan mengerti sejarah bangsanya. Jika mereka itu mengerti akan sejarah Nusantara dan kejayaanya, maka mereka akan bangga dan dapat mengambil nilai-nilai dan spirit dari sejarah itu," jelasnya.
Jika generasi muda sudah memiliki pemahaman dan pengertian baik, maka mereka dapat mengaktualisasikan nilai tersebut secara baik dan dapat menjadi inspirasi dalam menghadapi realitas kekinian.
"Kedua, perlunya mengubah cara pandang sejarah di kalangan generasi muda bangsa ini. Bahwa sejarah bukan hanya kronologi peristiwa masa lalu semata, tetapi harus difahami sebagai gerak dan route peradaban suatu bangsa," kata peraih doktor bidang sosiologi dari Universitas Indonesia ini.
Untuk itu, Ngatawi mengimbau masyarakat untuk dapat mengingat dan mengambil hikmah sejarah di masa lalu yang pernah dicetus Mahapatih Gadjah Mada dengan Sumpah Palapa-nya yang ingin mempersatukan Nusantara.
"Perlu adanya sosialisasi tentang sosok Gajah Mada itu sendiri beserta kiprahnya untuk mengiliminir kesalahpahaman terhadap makna dan spirit sumpah Palapa," kata Ngatawi yang pernah menjadi mantan asisten pribadi Presiden RI ke-4 alm KH Abdurahman Wahid (Gus Dur).
Dia pun mengimbau agar generasi muda dapat mengerti dan memahami spirit dan cita-cita yang ada di Sumpah Palapa dan mengambil hikmah dari peristiwa bersejarah tersebut.
"Dengan begitu akan mengembalikan mentalitas bangsa ini sebagai bangsa yang unggul dan jaya yang dibangun oleh persatuan dalam keragaman," ujarnya.
Budayawan Ngatawi Al Zastrouw mengatakan, terdapat makna spiritual dan historis dibalik pemilihan nama ibu kota Nusantara. Secara spiritual, Nusantara memiliki makna perjuangan secara sungguh-sungguh dan tekad yang kuat untuk mempersatukan bangsa.
"Dari sisi historis, Nusantara bermakna mengingatkan bangsa ini akan sejarah kita yang terdiri dari berbagai pulau, suku, ras, agama dan budaya dari Sabang sampai Merauke yang bisa bersatu padu menjadi satu kesatuan," ujarnya, Jumat (26/1/2022).
Selain itu, Ngatawi menilai pemilihan nama Nusantara mengandung cita-cita dan optimisme untuk mengembalikan kejayaan nusantara.
"Sudah pasti merupakan doa dan harapan agar kejayaan Nusantara sebagaimana yang terjadi pada zaman dulu bisa kembali diwujudkan oleh bangsa Indonesia dalam konteks kekinian," ungkapnya.
Ia juga menyinggung terkait banyaknya opini dan sentimen negatif yang beredar di masyarakat. Situasi ini dapat menjadi ancaman kedepannya bagi bangsa yang dapat menggoyahkan semangat persatuan jika terlalu dibiarkan.
"Pro-kontra adalah hal yang biasa. Pemicunya karena perbedaan pemikiran, ketidakpahaman, ada yang mencari perhatian publik serta politik dan yang paling bahaya adalah yang dipicu alasan ideologis. Ini yang bahaya," tandasnya.
Lebih lanjut, Ngatawi menjelaskan kelompok yang berusaha menggiring opini berlandaskan alasan ideologis tersebut jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik dikhawatirkan akan mengalami peningkatan eskalasi. Namun ia melihat sejauh ini masih dalam taraf yang wajar saja.
"Artinya masih dalam taraf wajar sebagai perbedaan wacana tetapi tetap harus dipantau agar tidak menggoyahkan persatuan," ungkapnya.
Dari kacamata budaya, Ngatawi memandang perlunya menumbuhkan spirit kejayaan Nusantara dengan cara mengajarkan kembali nilai-nilai sejarah Nusantara kepada generasi muda dengan cara kreatif dan menarik.
"Dengan begitu, mereka-mereka ini paham dan mengerti sejarah bangsanya. Jika mereka itu mengerti akan sejarah Nusantara dan kejayaanya, maka mereka akan bangga dan dapat mengambil nilai-nilai dan spirit dari sejarah itu," jelasnya.
Jika generasi muda sudah memiliki pemahaman dan pengertian baik, maka mereka dapat mengaktualisasikan nilai tersebut secara baik dan dapat menjadi inspirasi dalam menghadapi realitas kekinian.
"Kedua, perlunya mengubah cara pandang sejarah di kalangan generasi muda bangsa ini. Bahwa sejarah bukan hanya kronologi peristiwa masa lalu semata, tetapi harus difahami sebagai gerak dan route peradaban suatu bangsa," kata peraih doktor bidang sosiologi dari Universitas Indonesia ini.
Untuk itu, Ngatawi mengimbau masyarakat untuk dapat mengingat dan mengambil hikmah sejarah di masa lalu yang pernah dicetus Mahapatih Gadjah Mada dengan Sumpah Palapa-nya yang ingin mempersatukan Nusantara.
"Perlu adanya sosialisasi tentang sosok Gajah Mada itu sendiri beserta kiprahnya untuk mengiliminir kesalahpahaman terhadap makna dan spirit sumpah Palapa," kata Ngatawi yang pernah menjadi mantan asisten pribadi Presiden RI ke-4 alm KH Abdurahman Wahid (Gus Dur).
Dia pun mengimbau agar generasi muda dapat mengerti dan memahami spirit dan cita-cita yang ada di Sumpah Palapa dan mengambil hikmah dari peristiwa bersejarah tersebut.
"Dengan begitu akan mengembalikan mentalitas bangsa ini sebagai bangsa yang unggul dan jaya yang dibangun oleh persatuan dalam keragaman," ujarnya.
(shf)