Pola Penegakan Hukum terhadap Industri Rokok Berskala Kecil di Jatim Harus Diubah
loading...
A
A
A
SURABAYA - Pola penegakan hukum terhadap industri rokok berskala kecil harus diubah Bea Cukai Jatim 1. Hal ini agar tak menjadikan rakyat kecil sebagai korban.
Hal itu disampaikan ekonom senior Indef, Drajad Wibowo saat menanggapi operasi Bea dan Cukai dari Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Timur (Jatim) I yang berujung pengenaan sanksi denda dan penutupan selama beberapa bulan operasional pabrik-pabrik rokok berskala kecil yang masuk kategori UMKM.
Dalam operasi itu, diduga terjadi penyelahgunaan wewenang karena Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I ikut turun memeriksa pabrik-pabrik rokok tersebut.
Akibatnya, beban hidup buruh yang sudah berat selama pandemi COVID-19 kian bertambah sebab mereka harus menganggur karena pabrik-pabrik rokok tempat mereka bekerja ditutup.
Drajad mengatakan, operasi Bea dan Cukai untuk mengatasi masalah rokok ilegal memang sudah seharusnya dilakukan.
“Namun saya melihat operasi Bea dan Cukai di Jatim banyak menyasar perusahaan-perusahaan kecil, bahkan industri rumah tangga. Jelas ini mengganggu ekonomi mereka di akar rumput dan juga membuat buruh-buruh kehilangan pekerjaan,” tegasnya, Rabu (29/12/2021).
Ekonom senior Indef itu khawatir kondisi itu akan memburuk di tahun depan mengingat saat ini Kementerian Keuangan akan menaikkan cukai rokok. Dengan tingkat cukai sekarang saja, lanjut Drajad, perusahaan rokok kecil sudah kesulitan memenuhi syarat legalitas.
Apalagi jika naik, rokok ilegal akan semakin banyak, Bea dan Cukai harus lebih sering operasi, akibatnya korban dari pihak industri kecil dan buruh makin bertambah.
“Saya sejak dulu mendukung pembatasan rokok dan secara pribadi antirokok. Sakit di mata saya makin parah jika terkena asap rokok. Jadi saya bukan pendukung pabrik rokok, baik besar maupun kecil,” tegasnya.
Dengan melihat kejadian itu, Drajad berharap Bea dan Cukai mengubah cara penegakan hukum mereka. Selain itu, dia meminta pemimpin Bea dan Cukai menyelidiki juga kemungkinan oknum Bea dan Cukai yang menyalahgunakan kewenangan.
“Cari juga cara agar perusahaan kecil, industri rumah tangga dan buruh bisa memperoleh kesempatan ekonomi lain, tanpa harus terlibat dalam rokok ilegal, tutupnya.
Secara terpisah, dalam menanggapi dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I, Kepala Bidang Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I, Yanti Sanmuhidayanti, mengatakan pihaknya tidak pernah turun untuk ikut serta melakukan pemeriksaan terhadap pabrik-pabrik rokok. Baca: Bea Cukai Hibahkan 5,28 Ton Ikan ke Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam.
Menurutnya, tindakan pemeriksaan terhadap pabrik-pabrik rokok tersebut bermula dari rekomendasi Kepatuhan Internal berdasarkan SE 25 yang memerintahkan kepada seluruh kantor untuk melakukan analisis terhadap pabrik-pabrik yang ada di wilayah kerja mereka.
Adapun salah satu analisis tersebut ialah terkait rasio kuantitas hasil produksi dan pemesanan pita cukai yang dilaporkan suatu pabrik rokok kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di wilayahnya dengan fakta yang ditemukan di lapangan berbeda. Baca Juga: Pengusaha Hiburan Malam yang Mencabuli 13 Anak Asal Jambi Terancam Hukuman 15 Tahun.
“Yang mungkin melakukan seperti itu bukan dari Kepatuhan Internal, tetapi kepala seksi dan pelaksana di kantor wilayah masing-masing. Apabila ada yang tidak wajar, kepala seksi, pelaksana, entah itu Kepala Seksi P2, Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai, terus kemudian Pelaksananya tersebut turun untuk melakukan pemeriksaan,” terang Yanti.
Hal itu disampaikan ekonom senior Indef, Drajad Wibowo saat menanggapi operasi Bea dan Cukai dari Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Timur (Jatim) I yang berujung pengenaan sanksi denda dan penutupan selama beberapa bulan operasional pabrik-pabrik rokok berskala kecil yang masuk kategori UMKM.
Dalam operasi itu, diduga terjadi penyelahgunaan wewenang karena Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I ikut turun memeriksa pabrik-pabrik rokok tersebut.
Akibatnya, beban hidup buruh yang sudah berat selama pandemi COVID-19 kian bertambah sebab mereka harus menganggur karena pabrik-pabrik rokok tempat mereka bekerja ditutup.
Drajad mengatakan, operasi Bea dan Cukai untuk mengatasi masalah rokok ilegal memang sudah seharusnya dilakukan.
“Namun saya melihat operasi Bea dan Cukai di Jatim banyak menyasar perusahaan-perusahaan kecil, bahkan industri rumah tangga. Jelas ini mengganggu ekonomi mereka di akar rumput dan juga membuat buruh-buruh kehilangan pekerjaan,” tegasnya, Rabu (29/12/2021).
Ekonom senior Indef itu khawatir kondisi itu akan memburuk di tahun depan mengingat saat ini Kementerian Keuangan akan menaikkan cukai rokok. Dengan tingkat cukai sekarang saja, lanjut Drajad, perusahaan rokok kecil sudah kesulitan memenuhi syarat legalitas.
Apalagi jika naik, rokok ilegal akan semakin banyak, Bea dan Cukai harus lebih sering operasi, akibatnya korban dari pihak industri kecil dan buruh makin bertambah.
“Saya sejak dulu mendukung pembatasan rokok dan secara pribadi antirokok. Sakit di mata saya makin parah jika terkena asap rokok. Jadi saya bukan pendukung pabrik rokok, baik besar maupun kecil,” tegasnya.
Dengan melihat kejadian itu, Drajad berharap Bea dan Cukai mengubah cara penegakan hukum mereka. Selain itu, dia meminta pemimpin Bea dan Cukai menyelidiki juga kemungkinan oknum Bea dan Cukai yang menyalahgunakan kewenangan.
“Cari juga cara agar perusahaan kecil, industri rumah tangga dan buruh bisa memperoleh kesempatan ekonomi lain, tanpa harus terlibat dalam rokok ilegal, tutupnya.
Secara terpisah, dalam menanggapi dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I, Kepala Bidang Kepatuhan Internal Kanwil Bea dan Cukai Jatim I, Yanti Sanmuhidayanti, mengatakan pihaknya tidak pernah turun untuk ikut serta melakukan pemeriksaan terhadap pabrik-pabrik rokok. Baca: Bea Cukai Hibahkan 5,28 Ton Ikan ke Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam.
Menurutnya, tindakan pemeriksaan terhadap pabrik-pabrik rokok tersebut bermula dari rekomendasi Kepatuhan Internal berdasarkan SE 25 yang memerintahkan kepada seluruh kantor untuk melakukan analisis terhadap pabrik-pabrik yang ada di wilayah kerja mereka.
Adapun salah satu analisis tersebut ialah terkait rasio kuantitas hasil produksi dan pemesanan pita cukai yang dilaporkan suatu pabrik rokok kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di wilayahnya dengan fakta yang ditemukan di lapangan berbeda. Baca Juga: Pengusaha Hiburan Malam yang Mencabuli 13 Anak Asal Jambi Terancam Hukuman 15 Tahun.
“Yang mungkin melakukan seperti itu bukan dari Kepatuhan Internal, tetapi kepala seksi dan pelaksana di kantor wilayah masing-masing. Apabila ada yang tidak wajar, kepala seksi, pelaksana, entah itu Kepala Seksi P2, Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai, terus kemudian Pelaksananya tersebut turun untuk melakukan pemeriksaan,” terang Yanti.
(nag)