Survei Sebut Elektabilitas Politiknya Melambung, Ini Komentar Kang Emil
loading...
A
A
A
BANDUNG - Indikator Politik Indonesia menggelar survei nasional untuk mendata perubahan pandangan politik masyarakat Indonesia sebelum dan saat pandemi COVID-19 terjadi dimana pandemi COVID-19 ternyata telah mengubah pandangan masyarakat di bidang politik.
Berdasarkan hasil survei, elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo naik dari yang awalnya 9,1 persen pada Februari 2020 menjadi 11,8 pada Mei 2020. Pada rentang periode sama, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun mengalami peningkatan elektabilitas pesat dari awalnya 3,8 persen menjadi 7,7 persen.
Kondisi berbeda justru terlihat dari Prabowo Subianto yang mengalami penurunan elektabilitas dari 22,2 persen pada Februari 2020 menjadi 14,1 persen pada Mei 2020. Hal serupa dialami Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang turun dari 12,1 persen menjadi 10,4 persen, dan Sandiaga Uno yang turun dari 9,5 persen menjadi 6,0 persen.
Tidak hanya itu, elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono pun turun dari 6,5 persen menjadi 4,8 persen. Kondisi serupa juga terjadi pada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dimana elektabilitasnya turun dari 5,7 persen menjadi 4,3 persen.
Nama-nama tersebut ditanyakan kepada 1.200 responden dari seluruh Indonesia terkait siapakah yang akan dipilih menjadi presiden jika pemilihan presiden dilakukan saat survei tersebut digelar.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, elektabilitas Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno mengalami penurunan dibanding survei Februari 2020.
"Sebaliknya, elektabilitas Ridwan Kamil naik tajam. Demikian pula dengan elektabilitas Ganjar Pranowo. Hasil survei calon presiden bulan Mei 2020 menunjukkan dinamika yang menarik," ungkap Burhanudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/6/2020).
Menurutnya, dinamika politik di tengah pandemi diduga akibat pandangan masyarakat terhadap langkah pemerintah pusat atau provinsi dan sejumlah tokoh lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19.
Dia mengatakan, penanganan pandemi COVID-19 memiliki implikasi politik. Oleh karena itu, informasi tentang implikasi politik ini penting untuk diketahui, khususnya terkait kepuasan warga kepada pemerintah serta kepuasan terhadap demokrasi secara umum.
"Hasil survei ini penting untuk memetakan dukungan maupun penolakan warga atas berbagai program pemerintah serta efeknya terhadap dukungan pada pemerintah demokrasi," katanya.
Menanggapi hasil survei tersebut, Gubernur Jabar, Ridwan Kamil menegaskan, dirinya tak pernah mengharapkan pujian maupun apresiasi dalam menjalankan kewajibannya, baik sebagai Gubernur Jabar maupun Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar dalam penanganan pandemi COVID-19 di Jabar.
"Bekerja itu jangan cari pujian niatnya, bekerja itu jangan harap ada apresiasi, yang penting kita ini bekerja karena kebutuhan," tegas Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (8/6/2020).
Oleh karenanya, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu meyakinkan bahwa dalam penanganan pandemi COVID-19, Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar selalu menerapkan disiplin keilmuan, termasuk menggandeng para ilmuwan di bidangnya masing-masing.
"Nah, jika hasilnya menggembirakan, berarti hasil tidak membohongi proses. Kalau ada apresiasi dihubungkan ke politik, seperti tadi elektabilitas, saya juga tidak bisa menghindari, kecuali mungkin, mudah-mudahan itu adalah sebuah hal yang faktual, kira-kira begitu," tuturnya.
"Jadi, bagi saya elektabilitas naik turun bukan tujuan karena konsentrasi kita ini fokus menyelamatkan 50 juta warga Jabar, lain-lain itu sekunder," tandas Kang Emil.
Diketahui, Indikator Politik Indonesia mengadakan survei opini publik tersebut pada 16-18 Mei 2020 lalu melalui kontak telepon 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020.
Sebanyak 206.983 responden yang terdistribusi secara acak di seluruh nusantara itu pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang waktu 2 tahun terakhir. Rata-rata, sekitar 70 persen di antaranya memiliki nomor telepon. Jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelepon sebanyak 5.408 responden dan yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei sebanyak 1.200 responden.
Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error/MoE) sekitar 2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.
Berdasarkan hasil survei, elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo naik dari yang awalnya 9,1 persen pada Februari 2020 menjadi 11,8 pada Mei 2020. Pada rentang periode sama, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun mengalami peningkatan elektabilitas pesat dari awalnya 3,8 persen menjadi 7,7 persen.
Kondisi berbeda justru terlihat dari Prabowo Subianto yang mengalami penurunan elektabilitas dari 22,2 persen pada Februari 2020 menjadi 14,1 persen pada Mei 2020. Hal serupa dialami Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang turun dari 12,1 persen menjadi 10,4 persen, dan Sandiaga Uno yang turun dari 9,5 persen menjadi 6,0 persen.
Tidak hanya itu, elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono pun turun dari 6,5 persen menjadi 4,8 persen. Kondisi serupa juga terjadi pada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dimana elektabilitasnya turun dari 5,7 persen menjadi 4,3 persen.
Nama-nama tersebut ditanyakan kepada 1.200 responden dari seluruh Indonesia terkait siapakah yang akan dipilih menjadi presiden jika pemilihan presiden dilakukan saat survei tersebut digelar.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, elektabilitas Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno mengalami penurunan dibanding survei Februari 2020.
"Sebaliknya, elektabilitas Ridwan Kamil naik tajam. Demikian pula dengan elektabilitas Ganjar Pranowo. Hasil survei calon presiden bulan Mei 2020 menunjukkan dinamika yang menarik," ungkap Burhanudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/6/2020).
Menurutnya, dinamika politik di tengah pandemi diduga akibat pandangan masyarakat terhadap langkah pemerintah pusat atau provinsi dan sejumlah tokoh lainnya dalam penanganan pandemi COVID-19.
Dia mengatakan, penanganan pandemi COVID-19 memiliki implikasi politik. Oleh karena itu, informasi tentang implikasi politik ini penting untuk diketahui, khususnya terkait kepuasan warga kepada pemerintah serta kepuasan terhadap demokrasi secara umum.
"Hasil survei ini penting untuk memetakan dukungan maupun penolakan warga atas berbagai program pemerintah serta efeknya terhadap dukungan pada pemerintah demokrasi," katanya.
Menanggapi hasil survei tersebut, Gubernur Jabar, Ridwan Kamil menegaskan, dirinya tak pernah mengharapkan pujian maupun apresiasi dalam menjalankan kewajibannya, baik sebagai Gubernur Jabar maupun Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar dalam penanganan pandemi COVID-19 di Jabar.
"Bekerja itu jangan cari pujian niatnya, bekerja itu jangan harap ada apresiasi, yang penting kita ini bekerja karena kebutuhan," tegas Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (8/6/2020).
Oleh karenanya, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu meyakinkan bahwa dalam penanganan pandemi COVID-19, Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar selalu menerapkan disiplin keilmuan, termasuk menggandeng para ilmuwan di bidangnya masing-masing.
"Nah, jika hasilnya menggembirakan, berarti hasil tidak membohongi proses. Kalau ada apresiasi dihubungkan ke politik, seperti tadi elektabilitas, saya juga tidak bisa menghindari, kecuali mungkin, mudah-mudahan itu adalah sebuah hal yang faktual, kira-kira begitu," tuturnya.
"Jadi, bagi saya elektabilitas naik turun bukan tujuan karena konsentrasi kita ini fokus menyelamatkan 50 juta warga Jabar, lain-lain itu sekunder," tandas Kang Emil.
Diketahui, Indikator Politik Indonesia mengadakan survei opini publik tersebut pada 16-18 Mei 2020 lalu melalui kontak telepon 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada rentang Maret 2018 hingga Maret 2020.
Sebanyak 206.983 responden yang terdistribusi secara acak di seluruh nusantara itu pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang waktu 2 tahun terakhir. Rata-rata, sekitar 70 persen di antaranya memiliki nomor telepon. Jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelepon sebanyak 5.408 responden dan yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei sebanyak 1.200 responden.
Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error/MoE) sekitar 2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.
(awd)