Gempa di Barat Laut Larantuka-NTT Terbesar selama 29 Tahun Terakhir

Rabu, 15 Desember 2021 - 08:53 WIB
loading...
Gempa di Barat Laut...
Gempa bumi yang mengguncang Barat Laut Larantuka-NTT, Selasa (14/12/2021), menjadi terbesar selama 29 tahun terakhir. Foto/Ilustrasi
A A A
MAKASSAR - Gempa bumi yang mengguncang Barat Laut Larantuka-NTT, Selasa (14/12/2021), menjadi terbesar selama 29 tahun terakhir. Gempa disertai tsunami sebelumnya pernah terjadi di sekitar laut Flores.

Pada 12 Desember 1992 silam, gempa bumi dengan Magnitudo 7,8 menjadi peristiwa kelam di Indonesia. Gempa bumi yang menyebabkan tsunami setinggi 36 meter ini pernah memporakporandakan pesisir pantai Flores.

Dalam peristiwa itu, setidaknya membunuh 2.100 jiwa, 500 orang hilang, 477 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi. Kemudian gempa disertai tsunami itu sedikitnya menghancurkan 18.000 rumah, 113 sekolah, dan 90 tempat ibadah di Kabupaten Sikka, Kabupaten Ngada, Kabupaten Ende, serta Kabupaten Flores Timur.

Berdasarkan laporan, kota terparah yang diterjang tsunami ialah Maumere. Ada lebih dari 1.000 bangunan hancur dan rusak berat akibat guncangan berkekuatan magnitudo 7,5 di kedalaman 35 kilometer barat laut Kota Maumere. Tsunami ini terjadi lantaran gempa tersebut menimbulkan longsor di bawah laut.



Kepala Pusat Kebencanaan Universitas Hasanuddin ( Unhas ), Prof Adi Maulana mengungkapkan, lokasi gempa bumi yang berpotensi tsunami di Barat Laut Larantuka-NTT, kemarin, sebenarnya tidak jauh dari titik gempa Flores pada 1992 silam. Kekuatannya nyaris sama, yakni magnitudo 7,8.

“Tapi titiknya agak jauh. Cuma tidak terlalu jauh dan itu masih di daerah situ juga. Memang di daerah situ sangat tidak stabil,” ungkap dia kepada SINDOnews, Selasa (14/12/2021).

Dia menjelaskan, gempa bumi yang terjadi di daerah Laut Flores itu memang merupakan salah satu daerah rawan terjadi gempa bumi dan tsunami. Pasalnya, ada pergerakan lempeng yang menjepit dari arah selatan maupun utara.

“Oleh karena itu memang di daerah Flores memang banyak titik-titik patahan-patahan yang bisa menimbulkan gempa yang kemudian salah satunya terjadi tadi pagi,” kata Guru Besar Geologi Unhas itu.

Kondisi ini disebutnya sulit untuk ditahan karena sudah menjadi ketentuan alam. Pertemuan tiga lempeng yang ada di sekitar laut Flores itu akan membumi dan ada sepanjang masa.

“Sama dengan Jepang. Di Jepang bahkan 200 kali satu hari (gempa). Tapi mayoritas 80 persen tidak dirasakan karena di bawa 5 magnitudo. Kalau kita tongkrongi data BMKG , itu di Indonesia hampir sekitar puluhan kali terjadi. Kadang besar, kadang kecil,” paparnya.



Makanya saat ini, hal yang paling bisa dilakukan adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Terutama mereka yang tinggal di dekat jalur lepeng tersebut. Sebab sewaktu-waktu bisa saja terjadi gempa bahkan memicu tsunami.

“Kalau misalnya terjadi gempa yang besarnya seperti tadi yah apapun yang terjadi kalau kita di wilayah pantai kita harus evakuasi. Karena kan tsunami baru bisa kita ketahui lima menit setelahnya,” tuturnya.

Di Sulsel sendiri, kata dia, beberapa tahun terakhir, ada daerah-daerah yang dilewati jalur gempa. Misalnya pada 1997 lalu, pernah terjadi gempa bumi di Pinrang-Parepare yang juga terasa sampai di Kota Makassar.

“Itu pergerakan daripada patahan Walanae di bagian utaranya. Kemudian beberapa kali juga terjadi gempa-gempa kecil di Bone kemudian Sinjai, sampai dengan Bulukumba. Itu adalah patahan Walanae yang di bagian tenggara atau ujung selatan,” bebernya.

Staf Pusat Gempa Regional IV Makassar, Kaharuddin mengatakan, gempa dengan kekuatan magnitudo 7,5 yang terjadi di sekitar laut Flores memang cukup besar. Makanya BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi terjadinya tsunami.

“Karena ini berpotensi tsunami maka kami keluarkan warning peringatan dini tsunami dengan status siaga. Artinya ada potensi gelombang tsunami sampai di wilayah sekitar sampai tiga meter ketinggian air,” kata dia sesaat usai gempa, kemarin.

Dia menuturkan, episenter gempa bumi terletak pada koordinat 7,59 LS dan 122,24 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 112 kilometer arah Barat Laut Kota Larantuka, NTT pada kedalaman 10 kilometer.

Jenis dan mekanisme gempa bumi yang terjadi merupakan jenis dangkal akibat adanya aktivitas sesar aktif di Laut Flores. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan geser (strike slip).

Akibat gempa tersebut, guncangan gempa bumi ini dirasakan di daerah Ruteng, Labuan Bajo, Larantuka, Maumere, Adonara dan Lembata III–IV MMI, Tambolaka, Waikabubak, Waingapu III MMI. Namun hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut.



“Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini berpotensi tsunami, dengan tingkat ancaman waspada di Flores Timur Bagian Utara, Pulau Sikka, Sikka bagian utara dan Pulau Lembata,” tulis keterangan tersebut.

Untungnya, beberapa jam usai gempa besar tersebut kondisinya sudah mulai membaik. BMKG kemudian mengeluarkan pengumuman peringatan dini berakhir. Meski begitu, masyarakat tetap diminta berhati-hati.

“Ancaman terhadap tsunami Magnitudo 7,5 pada 11.20 Wita tadi telah berakhir, tetapi masyarakat diimbau tetap waspada terhadap gempa bumi susulan yang masih berlangsung hingga saat ini,” paparnya.

(agn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3758 seconds (0.1#10.140)