Nestapa Tumiran, Anaknya Tewas di Pangkuan dengan Tubuh Terbakar Kena Awan Panas Semeru

Jum'at, 10 Desember 2021 - 14:55 WIB
loading...
Nestapa Tumiran, Anaknya Tewas di Pangkuan dengan Tubuh Terbakar Kena Awan Panas Semeru
Tukiran, warga Dusun Curahkobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo saat memunguti barang berharga di reruntuhan rumahnya yang berada di lereng Gunung Semeru. Foto/SINDOnews/Tritus Julan
A A A
LUMAJANG - Dengan telanjang kaki, Tumiran dengan tekun memunguti barang-barang yang berserakan di dalam rumahnya. Lumpur yang menelan mata kakinya ia abaikan. Sesekali ia memandangi sekeliling rumahnya yang memang rusak cukup parah. Terkadang, matanya menatap puncak Gunung Semeru yang tampak megah terlihat dari rumahnya.

Nestapa Tumiran, Anaknya Tewas di Pangkuan dengan Tubuh Terbakar Kena Awan Panas Semeru


Peralatan dapur dan beberapa benda elektronik ia sisihkan dari rendaman lumpur yang mulai mengeras. Tangannya yang keriput masih sigap untuk menyelamatkan barang-barang yang menurutnya berharga. Sedetik kemudian, ia mengangkut benda-benda itu dengan menggunakan motor.


Meski raut sedih terlihat dari bapak berumur 60 tahun itu, namun Tukiran tampak tegar. Saat Gunung Semeru meletus Sabtu (04/12/2021) lalu, ia harus menelan pil pahit kala melihat anaknya meregang nyawa di depan matanya.

Bawon Triono, anak semata wayangnya itu mengembuskan napas terakhir beberapa saat setelah ditemukan di sungai yang juga merupakan lokasi penambangan pasir.

Tukiran masih mengingat betul kondisi anaknya sebelum meregang nyawa. Di pangkuannyalah anaknya yang berumur 33 tahun itu mengembuskan napas terakhir.

"Sempat masih hidup waktu ditemukan, tapi tidak lama setelah itu dia meninggal dunia," ucap Tukiran.


Bawon Triono ditemukan sekitar 2 kilometer dari rumahnya. Sehari-hari, ia bekerja sebagai penambang pasir di sungai yang melintas persis di belakang rumahnya. Masih lekat dalam ingatan Tukiran tatkala ia ikut berjuang menyelamatkan putranya.

"Saya cari di sungai setelah ada hujan abu dan lahar. Sempat berpikir anak saya bisa selamat," tutur Tukiran.

Nestapa Tumiran, Anaknya Tewas di Pangkuan dengan Tubuh Terbakar Kena Awan Panas Semeru


Nasib berkata lain. Meski detak jantung dan napasnya menunjukkan tanda-tanda kehidupan, namun Bawon akhirnya tak bisa diselamatkan. Sekujur tubuhnya terbakar dan sempat membuat Tukiran menitikkan air mata melihat kondisi sang putra.

"Iya, seluruh kulitnya gosong," ujar Tukiran yang sehari-hari bertahan hidup dari bertani ini.

Ia lantas bertutur kejadian yang semasa hidupnya di lereng Gunung Semeru paling menakutkan itu. Ia dan warga Dusun Curahkobokan lainnya tak menyadari akan bahaya letusan gunung tertinggi se-Pulau Jawa itu. "Jangankan tanda di atas, letusannya saja kami tidak mendengar," tuturnya lagi.

Yang ia tahu, kondisi awan menjadi gelap. Tak berselang lama, hujan turun disertai dengan abu vulkanik. Dari situlah ia menyadari jika gunung yang berada persis di depan rumahnya itu meletus. "Lalu saya keluar rumah dan mencari anak saya. Setelah itu, saya tidak berani pulang," cerita Tukiran lagi.

Tak hanya kehilangan putranya, Tukiran juga kehilangan hewan ternak piaraannya. Namun, itu bukan lantaran dampak letusan Gunung Semeru. "Pertama kali saya datang ke rumah, kambing-kambing saya masih ada lima. Tapi sehari kemudian, kambing-kambing itu hilang," akunya dan menyebut angka rupiah jika kambing-kambing itu dijual.

Tukiran mengakui jika erupsi Gunung Semeru kali ini paling dahsyat sepanjang umurnya tinggal di kampung Curahkobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo. Melihat dampak yang ditimbulkan, ia mulai berpikir ulang untuk tetap tinggal di rumahnya yang kondisinya juga mengalami kerusakan cukup parah.



Bahkan, tak satupun dari ratusan rumah di kampungnya itu yang lolos dari amukan Semeru.
Meski tak memiliki tempat tinggal cadangan, ia tak lagi berpikir untuk membenahi rumahnya.

Hanya benda-benda yang menurutnya berharga saja yang ia selamatkan. "Siapa yang berani tinggal di kampung ini. Lihat saja bagaimana jika Semeru meletus lagi. Rumah ini akan saya tinggal," ungkap Tukiran.

Tukiran juga tak memiliki rencana untuk menetap di mana. Pasca erupsi Semeru, ia tingga sementara di rumah saudaranya di kampung sebelah. Ia hanya bisa pasrah dan tak memiliki rencana membangun rumah lantaran kondisi ekonominya.

"Tidak tahu bagaimana nanti. Yang jelas saya tidak akan tinggal di sini lagi," ujar Tukiran mengakhiri.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.9960 seconds (0.1#10.140)