Dikecam Warga, Gubernur Viktor Laiskodat Dibela Advokat Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Advokat Serfasius Serbaya Manek, SE, SH, MH angkat bicara terkait kecaman masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) terhadap Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat. Serfasius menilai, publik NTT memberikan kecaman yang tidak adil terhadap Gubernur Viktor.
"Publik tidak melihat keutuhan informasi. Pertanyaannya, apakah benar informasi yang tersebar itu adalah utuh?. Kalau utuh faktor penyebabnya apa sehingga ada keadilan untuk semua pihak," ujar Serfasius di Jakarta, Sabtu (4/12/2021).
Sebagaimana diketahui, perdebatan antara Gubernur Viktor dan masyarakat adat Sumba Timur viral di media sosial. Perdebatan terkait pembebasan lahan di Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur, NTT yang berujung ucapan 'monyet' oleh gubernur menuai kecaman keras warga.
Bahkan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur menggelar demonstrasi di Depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Jumat (3/12/2021). Para mahasiswa tersebut mengecam keras tindakan rasisme yang dilontarkan Gubernur Viktor terhadap masyarakat adat Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.
Serfasius mengatakan, Gubernur Viktor dalam pertemuan tersebut adalah pelayan publik yang melakukan kunjungan kerja. "Tentu dia datang bukan untuk memarahi rakyatnya tetapi untuk melayani masyarakatnya. Sehingga tidak adil kalau publik mengatakan gubernur buruk di dalam komunikasi publik, itu tidak adil," tegasnya.
Serfasius menambahkan, karakteristik orang NTT sebenarnya ekstrover. Artinya selalu mengatakan sesuatu secara terbuka sehingga perdebatan dengan gubernur tersebut hanya insiden kecil dalam berkomunikasi."Itu sifatnya situasional dan kondisional, bukan sesuatu yang didesain. Karena itu masyarakat tidak boleh terkotak-kotak atas peristiwa itu. Harus melihat seutuhnya," katanya.
Secara spesifik kata Serfasius, Gubernur Viktor mengunjungi Desa Kabaru mewakili seluruh rakyat NTT untuk memajukan peternakan sebagai bagian dari pelayanan publik. Sementara dari segi aturan reformasi agraria, prinsip dasarnya adalah untuk kepentingan umum, negara berhak atas lahan tersebut.
"Karena itu kita jangan sampai menghakimi tanpa melihat regulasinya, yang kita lihat itu kan sepotong-sepotong lantas membuat konklusi, gubernur salah, pemda salah, masyarakat benar, tokoh adat benar. Ini kan tidak adil," jelasnya.
Yang benar, menurut Serfasius, semua pihak duduk bersama. Pemda menjelaskan aturannya kepada publik, masyarakat memahami dan apa solusi yang terbaik dari pemerintah yang berniat baik untuk menjadikan NTT itu khususnya Sumba sebagai lumbung sentral daging sapi nasional yang berkelas premium.
Serfasius yakin, Gubernur Viktor tidak akan menolak masukan sejauh masukan itu komprehensif dan konstruktif. Pernyataan memenjarakan rakyat, kata Serfasius berbicara soal mekanisme hukum.
Dalam hal ini, ketika ada pihak yang menghalangi proses pembangunan untuk kepentingan publik. "Jika di luar koridor aturan itulah membuat gubernur berkata demikian. Kalau masyarakat berperilaku menghalangi pembangunan ya penjarakan," katanya.
Meski demikian, lanjut Serfasius pemerintah dalam mengatasi konflik agraria harus tetap mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018.
Perpres tersebut dibuat untuk menangani sengketa dan konflik agraria, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan, serta memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
"Semuanya ada di situ. Salah satunya demi kepentingan publik, negara berhak sejauh hak-hak masyarakat seperti mekanisme pembebasan lahan dengan cara ganti rugi dan lain-lain atau menyisakan manfaat ekonomi untuk masyarakat," jelas kandidat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Pelita Harapan (UPH) ini
Dia meminta para politisi agar tidak membuat pernyataan yang berlebihan atas kasus tersebut yang berpotensi mengganggu hubungan masyarakat dan pemerintah NTT.
"Publik, termasuk para politisi jangan seenaknya membuat pernyataan karena akan berpotensi menggangu hubungan masyarakat dan pemerintah daerah NTT dalam membangun," kata putra asal Belu, NTT itu.
"Publik tidak melihat keutuhan informasi. Pertanyaannya, apakah benar informasi yang tersebar itu adalah utuh?. Kalau utuh faktor penyebabnya apa sehingga ada keadilan untuk semua pihak," ujar Serfasius di Jakarta, Sabtu (4/12/2021).
Sebagaimana diketahui, perdebatan antara Gubernur Viktor dan masyarakat adat Sumba Timur viral di media sosial. Perdebatan terkait pembebasan lahan di Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur, NTT yang berujung ucapan 'monyet' oleh gubernur menuai kecaman keras warga.
Bahkan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur menggelar demonstrasi di Depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Jumat (3/12/2021). Para mahasiswa tersebut mengecam keras tindakan rasisme yang dilontarkan Gubernur Viktor terhadap masyarakat adat Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.
Serfasius mengatakan, Gubernur Viktor dalam pertemuan tersebut adalah pelayan publik yang melakukan kunjungan kerja. "Tentu dia datang bukan untuk memarahi rakyatnya tetapi untuk melayani masyarakatnya. Sehingga tidak adil kalau publik mengatakan gubernur buruk di dalam komunikasi publik, itu tidak adil," tegasnya.
Serfasius menambahkan, karakteristik orang NTT sebenarnya ekstrover. Artinya selalu mengatakan sesuatu secara terbuka sehingga perdebatan dengan gubernur tersebut hanya insiden kecil dalam berkomunikasi."Itu sifatnya situasional dan kondisional, bukan sesuatu yang didesain. Karena itu masyarakat tidak boleh terkotak-kotak atas peristiwa itu. Harus melihat seutuhnya," katanya.
Secara spesifik kata Serfasius, Gubernur Viktor mengunjungi Desa Kabaru mewakili seluruh rakyat NTT untuk memajukan peternakan sebagai bagian dari pelayanan publik. Sementara dari segi aturan reformasi agraria, prinsip dasarnya adalah untuk kepentingan umum, negara berhak atas lahan tersebut.
"Karena itu kita jangan sampai menghakimi tanpa melihat regulasinya, yang kita lihat itu kan sepotong-sepotong lantas membuat konklusi, gubernur salah, pemda salah, masyarakat benar, tokoh adat benar. Ini kan tidak adil," jelasnya.
Yang benar, menurut Serfasius, semua pihak duduk bersama. Pemda menjelaskan aturannya kepada publik, masyarakat memahami dan apa solusi yang terbaik dari pemerintah yang berniat baik untuk menjadikan NTT itu khususnya Sumba sebagai lumbung sentral daging sapi nasional yang berkelas premium.
Serfasius yakin, Gubernur Viktor tidak akan menolak masukan sejauh masukan itu komprehensif dan konstruktif. Pernyataan memenjarakan rakyat, kata Serfasius berbicara soal mekanisme hukum.
Dalam hal ini, ketika ada pihak yang menghalangi proses pembangunan untuk kepentingan publik. "Jika di luar koridor aturan itulah membuat gubernur berkata demikian. Kalau masyarakat berperilaku menghalangi pembangunan ya penjarakan," katanya.
Meski demikian, lanjut Serfasius pemerintah dalam mengatasi konflik agraria harus tetap mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018.
Perpres tersebut dibuat untuk menangani sengketa dan konflik agraria, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan, serta memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
"Semuanya ada di situ. Salah satunya demi kepentingan publik, negara berhak sejauh hak-hak masyarakat seperti mekanisme pembebasan lahan dengan cara ganti rugi dan lain-lain atau menyisakan manfaat ekonomi untuk masyarakat," jelas kandidat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Pelita Harapan (UPH) ini
Dia meminta para politisi agar tidak membuat pernyataan yang berlebihan atas kasus tersebut yang berpotensi mengganggu hubungan masyarakat dan pemerintah NTT.
"Publik, termasuk para politisi jangan seenaknya membuat pernyataan karena akan berpotensi menggangu hubungan masyarakat dan pemerintah daerah NTT dalam membangun," kata putra asal Belu, NTT itu.
(don)