Posko Aduan Warga yang Dirugikan Penanganan Covid-19 Resmi Dibentuk
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kelompok masyarakat sipil di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, resmi membentuk wadah pelaporan bagi yang merasa dirugikan akibat regulasi sekaligus dampak dari penanganan COVID-19 . Posko aduan ini diresmikan secara virtual, Senin (30/8/2021).
Kelompok ini terdiri dari lembaga masyarakat dan NGO di Sulsel, salah satunya Lembaga Bantuan Hukum Makassar. Posko Kawal COVID-19 mulai membuka pintu pelaporan hari ini, masyarakat dapat mengadu langsung ke kantor LBH Makassar.
"Serta kantor organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam posko, serta juga secara online melalui call center dan aplikasi WhatsApp kawal COVID-19 di nomor telepon 0882020871007," kata Direktur LBH Makassar Muhammad Haedir dalam keterangan tertulis yang diterima.
Haedir menjelaskan, pembentukan posko ini dilatarbelakangi sejumlah persoalan yang muncul di masyarakat. Terkhusus, Kota Makassar yang saat ini sudah ditetapkan menjadi status PPKM Level 3. "Di mana sebelumnya Makassar menempati PPKM level, level tertinggi status krisis penanganan," jelasnya.
Menurut Haedir, dampak dari status tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pembatasan interaksi dan aktivitas sosial masyarakat yang berdampak buruk terhadap pemenuhan dan perlindungan hak asasi dan keadilan masyarakat.
Diantaranya pasien meninggal dunia karena tidak terlayani, siswa putus sekolah karena terbatasnya akses fasilitas untuk belajar daring, korupsi dana bantuan untuk masyarakat miskin, tindakan represif dan pelanggaran hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan.
Selain itu lanjut Haedir, regulasi yang dibuat oleh pemerintah mengabaikan hak-hak penyandang disabilitas, anak, perempuan dan kelompok rentan lainnya. "Hingga membatasi akses terhadap informasi publik terkait COVID-19 dan hak menyampaikan pendapat serta memperoleh keadilan," urainya.
Haedir menuturkan, wadah ini merupakan upaya dan tindakan serius untuk mengontrol pelanggaran dan pengabaian pemerintah terhadap hak asasi dan keadilan. Juga, pengawasan dan pengawalan terhadap bantuan masyarakat terdampak COVID-19.
Begitu juga, akses terhadap keadilan bagi korban represifitas dan diskriminasi pemerintah dalam menjalankan aturan. "Tindakan ini dianggap penting ditengah sikap pemerintah yang abai dalam merespon permasalahan masyarakat terdampak COVID-19 ," imbuhnya.
Koalisi masyarakat sipil juga merekomendasikan upaya perbaikan dalam penanganan COVID-19. Pertama, pemerintah didorong membuat tempat isolasi di darat selain isolasi apung. "Tempat Isolasi ini diharapkan ramah dan dapat diakses oleh penyandang disabilitas," paparnya.
Kedua, menemukan dan membuat sistem pendidikan yang efektif. Sistem pendidikan ini diharapkan dapat berjalan secara sistematis dan dapat dirasakan oleh semua peserta didik. Saat ini sistem pendidikan dirasakan hanya sporadik dan bersumber dari inisiatif warga.
Ketiga, menyalurkan bansos kepada seluruh masyarakat yang terdampak. Tidak hanya kepada mereka yang terdata miskin menurut Dinas Sosial. Mengingat, dampak COVID-19 terhadap masyarakat tidak hanya dirasakan oleh mereka yang miskin berdasarkan data kemiskinan dinas sosial.
Misalnya buruh korban PHK, perempuan buruh migran yang dideportasi selama pandemik, hingga pedagang kaki lima dan pengusaha UMKM. Keempat, membuat sistem informasi tentang COVID-19 yang ramah difabel dan kelompok rentan lainnya. Kelima, mendorong transparansi penggunaan anggaran COVID-19 .
Tidak hanya anggaran yang bersumber dari APBD tapi juga dari pihak swasta. Keenam, pemerintah kota membuat sebuah sistem pengaduan untuk seluruh layanan yang terdampak COVID-19, termasuk mekanisme pembagian bantuan sosial.
Ketujuh, pemerintah harus memastikan regulasi penanganan COVID-19 dapat diakses oleh seluruh warga negara, termasuk kepada mereka yang rentan. Kedelapan, pemkot secara terus menerus memonitoring dan evaluasi terhadap semua program penanganan. Terakhir, memastikan, tidak ada diskriminasi layanan warga berbasis status vaksin.
Kelompok ini terdiri dari lembaga masyarakat dan NGO di Sulsel, salah satunya Lembaga Bantuan Hukum Makassar. Posko Kawal COVID-19 mulai membuka pintu pelaporan hari ini, masyarakat dapat mengadu langsung ke kantor LBH Makassar.
"Serta kantor organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam posko, serta juga secara online melalui call center dan aplikasi WhatsApp kawal COVID-19 di nomor telepon 0882020871007," kata Direktur LBH Makassar Muhammad Haedir dalam keterangan tertulis yang diterima.
Haedir menjelaskan, pembentukan posko ini dilatarbelakangi sejumlah persoalan yang muncul di masyarakat. Terkhusus, Kota Makassar yang saat ini sudah ditetapkan menjadi status PPKM Level 3. "Di mana sebelumnya Makassar menempati PPKM level, level tertinggi status krisis penanganan," jelasnya.
Menurut Haedir, dampak dari status tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pembatasan interaksi dan aktivitas sosial masyarakat yang berdampak buruk terhadap pemenuhan dan perlindungan hak asasi dan keadilan masyarakat.
Diantaranya pasien meninggal dunia karena tidak terlayani, siswa putus sekolah karena terbatasnya akses fasilitas untuk belajar daring, korupsi dana bantuan untuk masyarakat miskin, tindakan represif dan pelanggaran hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan.
Selain itu lanjut Haedir, regulasi yang dibuat oleh pemerintah mengabaikan hak-hak penyandang disabilitas, anak, perempuan dan kelompok rentan lainnya. "Hingga membatasi akses terhadap informasi publik terkait COVID-19 dan hak menyampaikan pendapat serta memperoleh keadilan," urainya.
Haedir menuturkan, wadah ini merupakan upaya dan tindakan serius untuk mengontrol pelanggaran dan pengabaian pemerintah terhadap hak asasi dan keadilan. Juga, pengawasan dan pengawalan terhadap bantuan masyarakat terdampak COVID-19.
Begitu juga, akses terhadap keadilan bagi korban represifitas dan diskriminasi pemerintah dalam menjalankan aturan. "Tindakan ini dianggap penting ditengah sikap pemerintah yang abai dalam merespon permasalahan masyarakat terdampak COVID-19 ," imbuhnya.
Koalisi masyarakat sipil juga merekomendasikan upaya perbaikan dalam penanganan COVID-19. Pertama, pemerintah didorong membuat tempat isolasi di darat selain isolasi apung. "Tempat Isolasi ini diharapkan ramah dan dapat diakses oleh penyandang disabilitas," paparnya.
Kedua, menemukan dan membuat sistem pendidikan yang efektif. Sistem pendidikan ini diharapkan dapat berjalan secara sistematis dan dapat dirasakan oleh semua peserta didik. Saat ini sistem pendidikan dirasakan hanya sporadik dan bersumber dari inisiatif warga.
Ketiga, menyalurkan bansos kepada seluruh masyarakat yang terdampak. Tidak hanya kepada mereka yang terdata miskin menurut Dinas Sosial. Mengingat, dampak COVID-19 terhadap masyarakat tidak hanya dirasakan oleh mereka yang miskin berdasarkan data kemiskinan dinas sosial.
Misalnya buruh korban PHK, perempuan buruh migran yang dideportasi selama pandemik, hingga pedagang kaki lima dan pengusaha UMKM. Keempat, membuat sistem informasi tentang COVID-19 yang ramah difabel dan kelompok rentan lainnya. Kelima, mendorong transparansi penggunaan anggaran COVID-19 .
Tidak hanya anggaran yang bersumber dari APBD tapi juga dari pihak swasta. Keenam, pemerintah kota membuat sebuah sistem pengaduan untuk seluruh layanan yang terdampak COVID-19, termasuk mekanisme pembagian bantuan sosial.
Ketujuh, pemerintah harus memastikan regulasi penanganan COVID-19 dapat diakses oleh seluruh warga negara, termasuk kepada mereka yang rentan. Kedelapan, pemkot secara terus menerus memonitoring dan evaluasi terhadap semua program penanganan. Terakhir, memastikan, tidak ada diskriminasi layanan warga berbasis status vaksin.
(agn)