Narkoba di Sulsel Mengkhawatirkan, Polisi Harus Ungkap Hingga Bandar

Minggu, 29 Agustus 2021 - 21:39 WIB
loading...
Narkoba di Sulsel Mengkhawatirkan,...
Jajaran Kepolisian saat mengungkap peredaran sabu sekitar 45 kilogram di salah satu hotel di Makassar. Foto: Istimewa
A A A
MAKASSAR - Pengungkapan narkoba dalam jumlah besar sepekan belakangan oleh Direktorat Narkoba Polda Sulsel menjadi perhatian penggiat anti narkoba, umumnya menyebut polisi harus menelusuri bandar atau pemilik dari total 75 Kilogram sabu-sabu dan 40.000 butir pil ekstasi.

Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Sulsel, Jamil Misbach menyatakan ketiga terduga pelaku yang diamankan haruslah ditelisik mendalam. Polisi tidak boleh berhenti dan mengeklaim mereka hanya pengedar , sebab menurutnya irasional jika disebut pengedar.



"Setahu saya itu biasanya kalau pengedar itu hanya kurir dengan barang kecil-kecil saja. Kalau sampai berkilo-kilo apalagi puluhan kan bukan uang kecil. Apalagi kalau polisi sudah pasti lama lacak ini kasus. Makanya polisi harus menangkap siapa bandarnya, siapa pemiliknya," tegasnya, Minggu (29/8/2021).

Menurutnya kondisi peredaran narkoba di Sulsel, patut diatensi bersama. Terlebih dengan situasi pandemi Covid-19, begitu mudah dan besar temuan narkoba yang didapatkan aparat penegak hukum. Jamil menekankan perlunya penggalakan bersama untuk mengatasi narkoba.

"Ini sudah danger tidak bisa kita main-main lagi, jangan lagi hanya mengharapkan polisi saja bergerak, harus dilibatkan pemerintah, tenaga pendidik, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Semua harus bertanggung jawab untuk masalah narkoba ini," tegas Jamil.

Pengamat Anti Narkoba , Haswandy Andy Mas menilai pengungkapan dengan barang bukti puluhan kilogram sabu bukan sebuah prestasi. Menurutnya selama ini polisi hanya memperbanyak perkara saja, penangkapan hanya seputar pemakai, pecandu, kurir dan pengedar.

Dia mencontohkan kasus seorang yang disebut sebagai bandar di Pinrang, bernama Kijang, ia disebutkan satu-satunya yang bisa sampai meja hijau, namun belakangan divonis bebas. "Karena ternyata ada bandar lain sebenarnya yang tidak dilimpahkan," ucapnya.

"Artinya dari sisi pemberantasan nya itu gagal, yang ada memperbanyak pengguna, kurir, pecandu, pengedar . Sementara bandar sebenarnya tidak ditemukan. Dalam lima tahun terakhir tidak ada kasus bandar yang disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar, yang banyak hanya itu tadi," sambung Haswandy.





Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar ini menilai, hal itu yang jadi tolok ukur gagalnya pemberantasan narkoba di Sulsel. Menurutnya hanya memperbanyak narapidana narkoba di lapas dan rutan berstatus pengguna, kurit, pecandu dan pengedar.

"Yang sebenarnya mereka adalah korban dari bandar-bandar yang masih berkeliaran di luar sana. Salah satu indikator besarnya, banyaknya kasus pengguna dan pecandu di Makassar, tapi bandarnya tidak ditangkap," tegas Haswandy.

Dia menambahkan ketiga terduga pengedar yang ditangkap di hotel kawasan Makassar, bisa jadi contoh gagalnya pemberantasan narkoba. Mengingat SY, BJ, dan FTR diamankan setelah tiba di hotel. Padahal, kata Haswandy bisa dicegah di awal kedatangannya.

"Kalau mau memerangi, dari awal datang apakah lewat laut dan udara sudah ditangkap. Ternyata sudah di hotel. Artinya ada sindikat atau oknum instansi pengawasan yang bermain, ada baking. Mungkin saja ada pejabat yang sudah mendeteksi awal itu, tapi dilindungi sampai lolos di hotel," tukasnya.
(agn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1650 seconds (0.1#10.140)