Polda Diminta Transparan Tangani Kasus Penembakan Maut di Barukang
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, mendesak Polda Sulsel transparan dalam penanganan kasus penembakan tiga warga di Jalan Barukang, Kecamatan Ujung Tanah.
Diketahui kasus yang menewaskan pemuda bernama Anjas (23) karena terkena luka tembak yang disinyalir dilepaskan polisi tepat mengenai kepala, serta melukai Amar (18) dan Iqbal (22) di bagian kaki.
Pengacara LBH Makassar yang mendampingi korban, Salman Aziz menyatakan Polda Sulsel seolah lempar tanggung jawab terkait peristiwa yang terjadi pada 30 Agustus 2020.
Terlebih, lanjut Salman, sampai sekarang belum ada pihak Polda Sulsel yang menjelaskan soal informasi penerbitan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) kasus itu.
"Ini semakin mengindikasikan bahwa keterangan yang telah dikeluarkan Polda Sulsel kepada Ombudsman RI Perwakilan Sulsel dan Kompolnas bahwa kasus ini telah didamaikan, tidak mampu dibuktikan dan hanya sebatas klaim sepihak," kata Salman kepada Sindonews, Jumat (6/8/2021).
Dia menekankan, tindak pidana yang disangkakan terhadap terlapor, yakni 11 anggota kepolisian bukan tindak pidana ringan. Sehingga kasus itu tidak bisa menggunakan pola restorative justice.
Adapun restorative justice, menurut Salman, hanya dapat diterapkan jika ancaman hukumannya maksimal tiga bulan penjara, sesuai Pasal 205 Ayat (1) KUHAP.
Penembakan yang dilaporkan keluarga korban melalui LBH Makassar disangkakan dengan pelanggaran Pasal 338 KUHPidana subsider 170 KUHPidana juncto Pasal 351 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHPidana.
Salman beranggapan, upaya polisi mendamaikan kasus tindak pidana penganiayaan atau penyiksaan oknum anggota polisi adalah cara lama. LBH mencatat sejumlah kasus serupa bahkan mandek dan tidak jelas kelanjutannya.
Kondisi ini menurut Salman, menjadi salah satu bukti bahwa tujuan perubahan dan perbaikan di internal kepolisian semakin jauh dari harapan, melalui tagline "Presisi", yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
"Diduga kuat anggota kepolisian Polda Sulsel semakin melanggengkan praktik impunitas dan semakin menjauh dari cita-cita reformasi kepolisian di tubuh Polri," ucap Salman.
Wakil Direktur Ditreskrimum Polda Sulsel AKBP Akbar, belum menjawab konfirmasi terkait persoalan ini. Termasuk Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan, sebelumnya buka suara menyikapi informasi mengenai SP3 kasus penembakan tiga warga di Jalan Barukang seperti yang disampaikan pihak LBH Makassar.
"Saya belum dapat keterangan tertulis dari Dirkrimum. Baru saya dapat info-info saja. Tapi keterangan tertulis belum diserahkan kepada saya," kata Zulpan saat ditemui di kantornya, Senin (2/8).
Sebelumnya ada 12 anggota polisi telah menjalani sanksi pelanggaran prosedural pengamanan internal dari Bid Propam Polda Sulsel. Vonis dibacakan dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis, 24 September 2020, lalu di Mapolda Sulsel.
Anggota yang bersalah terdiri dari tiga perwira dan sembilan bintara jajaran Polres Pelabuhan Makassar.
Adapun para polisi pelanggar itu masing-masing AKP TH, Iptu MS, Ipda MF yang berstatus sebagai perwira. Sementara bintara masing-masing adalah, Aipda IB, Aipda JM, Bripka MA, Bripka MI, Bripka US, Bripka YG, Brigpol IF, Brigpol HP dan Aiptu HM.
Mereka diganjar hukuman 21 hari kurungan penjara khusus, terhitung sejak vonis dibacakan. Selain itu beberapa hukuman administrasi turut diberikan, seperti tidak boleh melanjutkan pendidikan, kenaikan pangkat tertunda hingga mutasi jabatan.
Diketahui kasus yang menewaskan pemuda bernama Anjas (23) karena terkena luka tembak yang disinyalir dilepaskan polisi tepat mengenai kepala, serta melukai Amar (18) dan Iqbal (22) di bagian kaki.
Pengacara LBH Makassar yang mendampingi korban, Salman Aziz menyatakan Polda Sulsel seolah lempar tanggung jawab terkait peristiwa yang terjadi pada 30 Agustus 2020.
Terlebih, lanjut Salman, sampai sekarang belum ada pihak Polda Sulsel yang menjelaskan soal informasi penerbitan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) kasus itu.
"Ini semakin mengindikasikan bahwa keterangan yang telah dikeluarkan Polda Sulsel kepada Ombudsman RI Perwakilan Sulsel dan Kompolnas bahwa kasus ini telah didamaikan, tidak mampu dibuktikan dan hanya sebatas klaim sepihak," kata Salman kepada Sindonews, Jumat (6/8/2021).
Dia menekankan, tindak pidana yang disangkakan terhadap terlapor, yakni 11 anggota kepolisian bukan tindak pidana ringan. Sehingga kasus itu tidak bisa menggunakan pola restorative justice.
Adapun restorative justice, menurut Salman, hanya dapat diterapkan jika ancaman hukumannya maksimal tiga bulan penjara, sesuai Pasal 205 Ayat (1) KUHAP.
Penembakan yang dilaporkan keluarga korban melalui LBH Makassar disangkakan dengan pelanggaran Pasal 338 KUHPidana subsider 170 KUHPidana juncto Pasal 351 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHPidana.
Salman beranggapan, upaya polisi mendamaikan kasus tindak pidana penganiayaan atau penyiksaan oknum anggota polisi adalah cara lama. LBH mencatat sejumlah kasus serupa bahkan mandek dan tidak jelas kelanjutannya.
Kondisi ini menurut Salman, menjadi salah satu bukti bahwa tujuan perubahan dan perbaikan di internal kepolisian semakin jauh dari harapan, melalui tagline "Presisi", yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.
"Diduga kuat anggota kepolisian Polda Sulsel semakin melanggengkan praktik impunitas dan semakin menjauh dari cita-cita reformasi kepolisian di tubuh Polri," ucap Salman.
Wakil Direktur Ditreskrimum Polda Sulsel AKBP Akbar, belum menjawab konfirmasi terkait persoalan ini. Termasuk Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan, sebelumnya buka suara menyikapi informasi mengenai SP3 kasus penembakan tiga warga di Jalan Barukang seperti yang disampaikan pihak LBH Makassar.
"Saya belum dapat keterangan tertulis dari Dirkrimum. Baru saya dapat info-info saja. Tapi keterangan tertulis belum diserahkan kepada saya," kata Zulpan saat ditemui di kantornya, Senin (2/8).
Sebelumnya ada 12 anggota polisi telah menjalani sanksi pelanggaran prosedural pengamanan internal dari Bid Propam Polda Sulsel. Vonis dibacakan dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis, 24 September 2020, lalu di Mapolda Sulsel.
Anggota yang bersalah terdiri dari tiga perwira dan sembilan bintara jajaran Polres Pelabuhan Makassar.
Adapun para polisi pelanggar itu masing-masing AKP TH, Iptu MS, Ipda MF yang berstatus sebagai perwira. Sementara bintara masing-masing adalah, Aipda IB, Aipda JM, Bripka MA, Bripka MI, Bripka US, Bripka YG, Brigpol IF, Brigpol HP dan Aiptu HM.
Mereka diganjar hukuman 21 hari kurungan penjara khusus, terhitung sejak vonis dibacakan. Selain itu beberapa hukuman administrasi turut diberikan, seperti tidak boleh melanjutkan pendidikan, kenaikan pangkat tertunda hingga mutasi jabatan.
(agn)