Perkuat Hubungan Kekeluargaan di Hari Raya nan Fitrah
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Hari Raya Idul Fitri direncanakan akan jatuh pada tanggal 24 Mei 2020 mendatang. Pelaksanaan lebaran tahun ini berbeda dibanding sebelumnya, warga khususnya yang muslim, mesti merayakan di tengah pandemi Covid-19 yang belum selesai.
Terlebih di Sulsel, imbauan agar melaksanakan salat Id di rumah masing-masing ditekankan. Potensi penularan Covid-19 lebih meluas dikhawatirkan terjadi. Hal ini dipertegas melalui edaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel bernomor: 29/DP.P.XXI/V/2020 terkait Taushiyah MUI Sulsel tentang Pelaksanaan Salat Idul Fitri1441 H dalam Kondisi Pandemi Covid-19.
Sekretaris Umum MUI Sulsel, Prof HM Galib tak menampik warga Sulsel utamanya yang muslim rindu dengan aktivitas salat di masjid. Apalalagi menjelang lebaran, banyak yang mengharapkan pelaksanaan salat Id digelar secara berjamaah.
"Tetapi kondisi Covid-19 mengubah pemahaman dan pengamalan agama kita, tapi tanpa mengurangi subtansinya untuk menjadikan kita pribadi yang bertakwa kepada Alllah SWT,"tukas Galib kepada SINDOnews.
Dia menegaskan, amalam ibadah yang dilaksanakan di rumah, diyakini tidak akan mengurangi pahala. Bahkan ketakwaan kepada Tuhan bisa terus dikuatkan dari rumah masing-masing.
Kata Dia, bulan Ramadan dan menjelang hari raya Idul Fitri 1441 H menjadi momen bagi umat untuk membangun kebersamaan keluarga. Momen ini baik untuk semakin memperkokoh ketahanan, keluarga, membangun amal solehnya, begitupula akhlak dari rumah.
"Laksanaan salat Id di rumah ini mestinya meningkatkan kesadaran kita bahwa kita mesti lebih banyak mempelajari agama, sehingga begitu dibutuhkan, misalnya kepala rumah tangga, itu harus jadi imam-khatib, meski sederhana, bisa dilakukan," paparnya.
Baca : Tahun Ini, Tidak Ada Salat Idul Fitri di Masjid Al-Markaz Al-Islami
Tidak hanya itu, dampak Covid-19 saat ini turut berimbas pada sektor ekonomi. Dengan kondisi demikian, diharapkan rasa solidaritas antar manusia dibutuhkan untuk saling membantu sesama.
Masyarakat Sulsel sedang mengalami masalah yang sama saat ini. Rasa yang sama yang dirasakan seluruh dunia. Gotong royong harus dibangun, tanpa harus memandang perbedaan yang ada.
"Saya kira Covid-19 mengajarkan kita saling tolong-menolong, saling membantu tanpa melihat apa paham keagamaannya, ataupun sukunya. Yang jelas kita mengalami masalah yang sama sebagai sesama hamba lemah. Dan kita harus memperkuat solidaritas dan saling tolong menolong," tegas Galib.
Upaya pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 juga dilakukan menyusul imbauan pemerintah agar masyarakat tidak mudik. Mereka yang jauh dari keluarga, memang harus diminta untuk bersabar.
Kendati begitu, bukan tidak mungkin momen Hari Raya Idul Fitri terlewat begitu saja. Meski jauh, momen silaturahmi bersama keluarga dari jauh tetap bisa dilakukan. Dengan memanfaatkan tekonologi atau aplikasi media sosial.
"Pemanfaatan memaksimalkan media sosial untuk saling memberi dan menerima permohonan maaf itu saya kira tidak mengurangi makna silaturahmi. Sekarang ini jiwa kita, hati kita saling terpaut, meskipun fisik berjauhan, tapi saling mendoakan dan menerima permohonan maaf bisa dilakukan walaupun tidak secara langsung," jelasnya.
Sementara penentuan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H akan ditentukan lebih lanjut. Kata Galib, sesuai tahun sebelumnya penentuannya setelah dilakukan pantauan rukyatul hilal lalu ditetapkan dalam sidang isbat oleh Kementerian Agama. "Ini kewenangan kementerian agama. Biasanya di malam 30 Ramadan, ada pantauan rukyatul hilal kemeterian agama,"tandas Galib.
Senada,Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel, Prof Dr H Ambo Asse pun mengimbau pelaksanaan salat Idul Fitri dilaksanakan di rumah. Ancaman wabah Covid-19 yang masih mengintai menjadi alasannya.
Selain itu mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat apabila dibuka tempat pelaksanaan salat Id, maka sulit dihindari kontak personal. Dimana menurut ahli kesehatan, hal demikian menjadi salah satu faktor utama penyebaran Covid-19. Apalagi sulit mendeteksi orang yang terpapar virus ini.
"Ajaran agama Islam tentang kehidupan sangat luwes. Pelaksanaan ibadah memiliki alternatif-alternatif yang meringankan, yakni ibadah dapat dilaksanakan dengan baik dan khusyu di rumah," beber Ambo.
Maka PWM Sulsel menyampaikan shalat Idul Fitri 01 Syawal 1441 H yang bertepatan pada tanggal 24 Mei 2020 agar dilaksanakan di rumah masing-masing dengan mengikuti petunjuk pelaksanaan dari Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, kecuali pemerintah daerah masing-masing menetapkan bolehnya melaksanakan Salat Idul Fitri di lapangan atau di mesjid.
"Salat Idul Fitri adalah ibadah sunnah yang mana dalam kondisi darurat seperti ini bertemu dua kepentingan, yakni kepentingan ibadah dan kepentingan kesehatan yang mengarah kepada terancamnya jiwa. Maka kita menggunakan kaidah ushul Dar'ul Mafaasidi Muqaddamun 'Alaa Jalbil Mashalih, mendahulukan menolak mudharat daripada mengambil manfaat," paparnya.
Ambo menegaskan, ada hikmah di balik hari raya di tengah wabah virus korona saat ini. Hubungan emosional antar keluarga di lingkup rumah tangga, kata dia, bisa semakin dibangun.
"Tuhan mengingatkan bahwa posisi rumah tangga itu penting. Dewasa ini dengan perkembangan kehidupan sudah banyak diantara manusia yang menganggap sepele rumah tangga itu, hanya persoalan kecil, dan masih bisa diselesaikan dengan otak dingin, diselesaikan nafsu yang panas," beber Ambo.
Dia menuturkan, rumah tangga itu perlu dibina dengan baik, diantaranya hubungan antara suami isteri yang harmonis. Termasuk hubungan orang tua dan anak dalam bentuk kasih sayang, yang melahirkan rumah tangga sakinah mawaddah warahmah.
Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulsel, Dr KH Hamzah Harun Al Rasyid berharap, masyarakat Sulsel utamanya yang muslim, bijak menghadapi kondisi saat ini. Apalagi di tengah wabah Covid-19 yang disebut masih mengancam jiwa manusia.
"Dalam beragama tidak boleh hanya mengandalkan semangat dan emosi keberagamaan. Tetapi disana ada rambu-rambu yang mesti dipahami dan diikuti. Agar agama yang kita yakini kebenarannya, betul-betul berfungsi sebagai rahmat bagi kita, bukan sebaliknya," sebut Hamzah.
Dia melanjutkan, dalam rambu-rambu yang dimaksud sebagaimana dalam aturan Islam pembahasan ushul fikih. Dimana ada hukum yang seharusnya (azimah), tetapi ada juga hukum yang sesuai dengan kondisi faktual atau pengecualian (rukhsah).
Dijelaskan, azimahadalah hukum yang ditetapkan pertama kali atau hukum yang ditetapkan secara umum berlaku. Sedangkan, rukhsah dalam kaidah ushul fikih adalah keringanan bagi manusia mukallaf dalam melakukan ketentuan Allah SWT pada keadaan tertentu karena ada kesulitan.
"Contoh azimah adalah berpuasa pada bulan Ramadhan, wajib hukumnya bagi mukallaf. Namun bisa menjadi rukhsah untuk orang yang sakit atau dalam perjalanan dengan menggantinya di hari lain," bebernya.
Dalam kondisi di tengah Covid-19, aspek rukhsah masih berlaku. Kondisinya dinilai bisa mengancam nyawa manusia dan orang banyak. Atas hal itu, pelaksanaan ibadah pun dibolehkan dilakukan di rumah.
"Dalam kondisi ancaman Covid-19 masih eksis, maka PWNU berpandangan bahwa disana masih ada unsur bahaya yang mengancam keselamatan jiwa masyarakat. Maka tentu dalam posisi seperti ini masih berlaku aspek rukhsah dalam pelaksanaan ibadah termasuk pelaksanaan salat Idul Fitri di rumah masing-masing," urai dia.
Terlepas dari pandemi corona yang tak kunjung berlalu hingga menjelang Idul Fitri, Hamzah mengingatkan, agar masyarakat berusaha berpikir positif. Tidak terlalu berlarut-larut dalam kesedihan yang panjang.
"Mari kita berusaha mengambil hikmah dari pandemi ini. Hikmah mungkin terasa pahit tapi bila kita renungi maknanya akan membuat kita saling introspeksi diri dan selanjutnya berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi," sebut Hamzah.
Dikatakan, salah satu hikmah besar yang dapat dipetik dari wabah corona menjelang akhir Ramadan ini adalah bisa jadi semakin lebih dekat dengan keluarga.
"Ya, meski harus saya akui, ini hanya berlaku bagi mereka yang telah berkeluarga, memiliki anak, dan masih tinggal dalam satu kota. Pasangan suami istri serta anak-anak mereka yang semula memiliki kesibukan sendiri dan jarang berkumpul, kini menjadi lebih sering bertatap muka di rumah," sambungnya.
Momentum ini tentu dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk lebih saling mengakrabkan diri. Bahkan lebih fokus melihat tumbuh kembang anak yang bisa jadi selama ini dilalaikan karena kesibukan.
Suami yang menjadi kepala keluarga dan sebelumnya mungkin tidak pernah menjadi imam salat, kini dituntut untuk menjadi imam salat bagi istri dan anak-anaknya di rumah. Artinya, sang suami dituntut untuk belajar lebih mendalam terkait tata cara menjadi imam dan belajar tentang kekhusyukan saat salat.
Hikmah lain yang bisa dipetik dari wabah corona di bulan Ramadan ini, yakni seseorang bisa jadi merasakan begitu besar manfaatnya menabung. Meski Hamzah yakin, setiap orang tahu manfaat menabung, namun justru pada kenyataannya banyak orang yang enggan mempraktikannya.
"Seberapa pun penghasilan kita, sebaiknya memang harus ada yang disisihkan untuk ditabung. Tujuannya untuk menghadapi hal-hal yang tak diinginkan yang bisa terjadi sewaktu-waktu," saran Hamzah.
Baca Juga : Warga Sulsel Diimbau Laksanakan Salat Idul Fitri di Rumah
Terlebih di Sulsel, imbauan agar melaksanakan salat Id di rumah masing-masing ditekankan. Potensi penularan Covid-19 lebih meluas dikhawatirkan terjadi. Hal ini dipertegas melalui edaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel bernomor: 29/DP.P.XXI/V/2020 terkait Taushiyah MUI Sulsel tentang Pelaksanaan Salat Idul Fitri1441 H dalam Kondisi Pandemi Covid-19.
Sekretaris Umum MUI Sulsel, Prof HM Galib tak menampik warga Sulsel utamanya yang muslim rindu dengan aktivitas salat di masjid. Apalalagi menjelang lebaran, banyak yang mengharapkan pelaksanaan salat Id digelar secara berjamaah.
"Tetapi kondisi Covid-19 mengubah pemahaman dan pengamalan agama kita, tapi tanpa mengurangi subtansinya untuk menjadikan kita pribadi yang bertakwa kepada Alllah SWT,"tukas Galib kepada SINDOnews.
Dia menegaskan, amalam ibadah yang dilaksanakan di rumah, diyakini tidak akan mengurangi pahala. Bahkan ketakwaan kepada Tuhan bisa terus dikuatkan dari rumah masing-masing.
Kata Dia, bulan Ramadan dan menjelang hari raya Idul Fitri 1441 H menjadi momen bagi umat untuk membangun kebersamaan keluarga. Momen ini baik untuk semakin memperkokoh ketahanan, keluarga, membangun amal solehnya, begitupula akhlak dari rumah.
"Laksanaan salat Id di rumah ini mestinya meningkatkan kesadaran kita bahwa kita mesti lebih banyak mempelajari agama, sehingga begitu dibutuhkan, misalnya kepala rumah tangga, itu harus jadi imam-khatib, meski sederhana, bisa dilakukan," paparnya.
Baca : Tahun Ini, Tidak Ada Salat Idul Fitri di Masjid Al-Markaz Al-Islami
Tidak hanya itu, dampak Covid-19 saat ini turut berimbas pada sektor ekonomi. Dengan kondisi demikian, diharapkan rasa solidaritas antar manusia dibutuhkan untuk saling membantu sesama.
Masyarakat Sulsel sedang mengalami masalah yang sama saat ini. Rasa yang sama yang dirasakan seluruh dunia. Gotong royong harus dibangun, tanpa harus memandang perbedaan yang ada.
"Saya kira Covid-19 mengajarkan kita saling tolong-menolong, saling membantu tanpa melihat apa paham keagamaannya, ataupun sukunya. Yang jelas kita mengalami masalah yang sama sebagai sesama hamba lemah. Dan kita harus memperkuat solidaritas dan saling tolong menolong," tegas Galib.
Upaya pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 juga dilakukan menyusul imbauan pemerintah agar masyarakat tidak mudik. Mereka yang jauh dari keluarga, memang harus diminta untuk bersabar.
Kendati begitu, bukan tidak mungkin momen Hari Raya Idul Fitri terlewat begitu saja. Meski jauh, momen silaturahmi bersama keluarga dari jauh tetap bisa dilakukan. Dengan memanfaatkan tekonologi atau aplikasi media sosial.
"Pemanfaatan memaksimalkan media sosial untuk saling memberi dan menerima permohonan maaf itu saya kira tidak mengurangi makna silaturahmi. Sekarang ini jiwa kita, hati kita saling terpaut, meskipun fisik berjauhan, tapi saling mendoakan dan menerima permohonan maaf bisa dilakukan walaupun tidak secara langsung," jelasnya.
Sementara penentuan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H akan ditentukan lebih lanjut. Kata Galib, sesuai tahun sebelumnya penentuannya setelah dilakukan pantauan rukyatul hilal lalu ditetapkan dalam sidang isbat oleh Kementerian Agama. "Ini kewenangan kementerian agama. Biasanya di malam 30 Ramadan, ada pantauan rukyatul hilal kemeterian agama,"tandas Galib.
Senada,Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel, Prof Dr H Ambo Asse pun mengimbau pelaksanaan salat Idul Fitri dilaksanakan di rumah. Ancaman wabah Covid-19 yang masih mengintai menjadi alasannya.
Selain itu mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat apabila dibuka tempat pelaksanaan salat Id, maka sulit dihindari kontak personal. Dimana menurut ahli kesehatan, hal demikian menjadi salah satu faktor utama penyebaran Covid-19. Apalagi sulit mendeteksi orang yang terpapar virus ini.
"Ajaran agama Islam tentang kehidupan sangat luwes. Pelaksanaan ibadah memiliki alternatif-alternatif yang meringankan, yakni ibadah dapat dilaksanakan dengan baik dan khusyu di rumah," beber Ambo.
Maka PWM Sulsel menyampaikan shalat Idul Fitri 01 Syawal 1441 H yang bertepatan pada tanggal 24 Mei 2020 agar dilaksanakan di rumah masing-masing dengan mengikuti petunjuk pelaksanaan dari Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, kecuali pemerintah daerah masing-masing menetapkan bolehnya melaksanakan Salat Idul Fitri di lapangan atau di mesjid.
"Salat Idul Fitri adalah ibadah sunnah yang mana dalam kondisi darurat seperti ini bertemu dua kepentingan, yakni kepentingan ibadah dan kepentingan kesehatan yang mengarah kepada terancamnya jiwa. Maka kita menggunakan kaidah ushul Dar'ul Mafaasidi Muqaddamun 'Alaa Jalbil Mashalih, mendahulukan menolak mudharat daripada mengambil manfaat," paparnya.
Ambo menegaskan, ada hikmah di balik hari raya di tengah wabah virus korona saat ini. Hubungan emosional antar keluarga di lingkup rumah tangga, kata dia, bisa semakin dibangun.
"Tuhan mengingatkan bahwa posisi rumah tangga itu penting. Dewasa ini dengan perkembangan kehidupan sudah banyak diantara manusia yang menganggap sepele rumah tangga itu, hanya persoalan kecil, dan masih bisa diselesaikan dengan otak dingin, diselesaikan nafsu yang panas," beber Ambo.
Dia menuturkan, rumah tangga itu perlu dibina dengan baik, diantaranya hubungan antara suami isteri yang harmonis. Termasuk hubungan orang tua dan anak dalam bentuk kasih sayang, yang melahirkan rumah tangga sakinah mawaddah warahmah.
Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulsel, Dr KH Hamzah Harun Al Rasyid berharap, masyarakat Sulsel utamanya yang muslim, bijak menghadapi kondisi saat ini. Apalagi di tengah wabah Covid-19 yang disebut masih mengancam jiwa manusia.
"Dalam beragama tidak boleh hanya mengandalkan semangat dan emosi keberagamaan. Tetapi disana ada rambu-rambu yang mesti dipahami dan diikuti. Agar agama yang kita yakini kebenarannya, betul-betul berfungsi sebagai rahmat bagi kita, bukan sebaliknya," sebut Hamzah.
Dia melanjutkan, dalam rambu-rambu yang dimaksud sebagaimana dalam aturan Islam pembahasan ushul fikih. Dimana ada hukum yang seharusnya (azimah), tetapi ada juga hukum yang sesuai dengan kondisi faktual atau pengecualian (rukhsah).
Dijelaskan, azimahadalah hukum yang ditetapkan pertama kali atau hukum yang ditetapkan secara umum berlaku. Sedangkan, rukhsah dalam kaidah ushul fikih adalah keringanan bagi manusia mukallaf dalam melakukan ketentuan Allah SWT pada keadaan tertentu karena ada kesulitan.
"Contoh azimah adalah berpuasa pada bulan Ramadhan, wajib hukumnya bagi mukallaf. Namun bisa menjadi rukhsah untuk orang yang sakit atau dalam perjalanan dengan menggantinya di hari lain," bebernya.
Dalam kondisi di tengah Covid-19, aspek rukhsah masih berlaku. Kondisinya dinilai bisa mengancam nyawa manusia dan orang banyak. Atas hal itu, pelaksanaan ibadah pun dibolehkan dilakukan di rumah.
"Dalam kondisi ancaman Covid-19 masih eksis, maka PWNU berpandangan bahwa disana masih ada unsur bahaya yang mengancam keselamatan jiwa masyarakat. Maka tentu dalam posisi seperti ini masih berlaku aspek rukhsah dalam pelaksanaan ibadah termasuk pelaksanaan salat Idul Fitri di rumah masing-masing," urai dia.
Terlepas dari pandemi corona yang tak kunjung berlalu hingga menjelang Idul Fitri, Hamzah mengingatkan, agar masyarakat berusaha berpikir positif. Tidak terlalu berlarut-larut dalam kesedihan yang panjang.
"Mari kita berusaha mengambil hikmah dari pandemi ini. Hikmah mungkin terasa pahit tapi bila kita renungi maknanya akan membuat kita saling introspeksi diri dan selanjutnya berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi," sebut Hamzah.
Dikatakan, salah satu hikmah besar yang dapat dipetik dari wabah corona menjelang akhir Ramadan ini adalah bisa jadi semakin lebih dekat dengan keluarga.
"Ya, meski harus saya akui, ini hanya berlaku bagi mereka yang telah berkeluarga, memiliki anak, dan masih tinggal dalam satu kota. Pasangan suami istri serta anak-anak mereka yang semula memiliki kesibukan sendiri dan jarang berkumpul, kini menjadi lebih sering bertatap muka di rumah," sambungnya.
Momentum ini tentu dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk lebih saling mengakrabkan diri. Bahkan lebih fokus melihat tumbuh kembang anak yang bisa jadi selama ini dilalaikan karena kesibukan.
Suami yang menjadi kepala keluarga dan sebelumnya mungkin tidak pernah menjadi imam salat, kini dituntut untuk menjadi imam salat bagi istri dan anak-anaknya di rumah. Artinya, sang suami dituntut untuk belajar lebih mendalam terkait tata cara menjadi imam dan belajar tentang kekhusyukan saat salat.
Hikmah lain yang bisa dipetik dari wabah corona di bulan Ramadan ini, yakni seseorang bisa jadi merasakan begitu besar manfaatnya menabung. Meski Hamzah yakin, setiap orang tahu manfaat menabung, namun justru pada kenyataannya banyak orang yang enggan mempraktikannya.
"Seberapa pun penghasilan kita, sebaiknya memang harus ada yang disisihkan untuk ditabung. Tujuannya untuk menghadapi hal-hal yang tak diinginkan yang bisa terjadi sewaktu-waktu," saran Hamzah.
Baca Juga : Warga Sulsel Diimbau Laksanakan Salat Idul Fitri di Rumah
(sri)