Himad Purelang Tolak Pernyataan BP Batam soal Status Quo Rempang-Galang

Minggu, 28 Februari 2021 - 23:32 WIB
loading...
Himad Purelang Tolak Pernyataan BP Batam soal Status Quo Rempang-Galang
Himad Purelang Tolak Pernyataan Badan Pengusahaan (BP) Batam soal status quo Pulau Rempang dan Pulau Galang. Ilustrasi Pulau Galang/Tangkapan Layar Youtube Hosea
A A A
BATAM - Himad Purelang Tolak Pernyataan BP Batam soal status quo Pulau Rempang dan Galang. Dimana menurut Himad Purelang pernyataan Badan Pengusahaan Batam melalui Memby Untung Pratama, yang menyatakan bahwa Rempang-Galang tidak lagi berstatus quo sejak 2011 merupakan pernyataan yang keliru.

Status quo Rempang-Galang otomatis hilang dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2011 tentang perubahan atas PP Nomor 46 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam sehingga disebutnya rangkaian pulau-pulau Rempang Galang tidak lagi berstatus quo adalah pendapat yang keliru.

Ketua Pendiri Himad Purelang Iskandar Sitorus mengatakan, atas pemikiran yang salah ini, dirinya telah menulis surat kepada Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Republik Indonesia di Jakarta, Gubernur Kepulauan Riau di Tanjung Pinang, Wali Kota Batam di Batam, Kepala BP Batam di Batam dan redaksi media cetak dan elektronik di Batam.



Melalui suratnya bernomor : 009/Pengurus Pusat/HIMADPURELANG/II/2021 tertanggal 25 Februari 2021, Iskandar Sitorus menegaskan, bahwa pendapat itu sesat dan menyesatkan.

Iskandar menyatakan, ada empat alasan Himad Purelang Menolak pernyataan status quo diatas.

Pertama, tidak satupun perundangan yang menjustifikasi bahwa kewenangan terhadap tanah menjadi kewenangan BP Batam. Kewenangan terkait tanah, air dan udara sampai saat ini masih menjadi kewenangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI.

Kedua, BP Batam adalah pemohon Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang sampai saat ini tidak ada disetujui oleh negara untuk memiliki HPL diseluruh rangkaian pulau-pulau Rempang Galang. Untuk pulau Batam, silahkan saja BP Batam menata kelola HPL dengan baik.

Ketiga, sebagai pemohon pelepasan hak atas tanah negara seperti diatur Undang-undang Pokok Agraria(UUPA) dirangkaian pulau-pulau Rempang Galang, maka Himad Purelang berbadan hukum nomor: AHU-21172.40.10.2014 hendak ikut membuka fakta sesungguhnya tentang rangkaian pulau-pulau tersebut agar publik tidak terjebak klaim-klaim tanpa dasar hukum.

Baca Juga: Menikmati Keindahan Matahari Terbenam di Pantai Vio-Vio,

Ke empat, untuk membaca dan menafsirkan Peraturan Pemerintah terkait seperti yang diklaim oleh BP Batam, kami persilahkan saja melihat disini: https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2011/6TAHUN2011PP.HTM; supaya tidak terjebak seperti tafsir oleh BP Batam tersebut.

Menguatkan argument diatas, Iskandar Sitorus menyampaikan dan menyertakan empat fakta-fakta hukum administrasi negara.

1. Himad Purelang mendapat surat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI (dahulu BPN RI) nomor: 3321/25.1-600/XI/2010 perihal tanggapan atas permohonan penggarapan atas tanah negara di pulau Rempang Galang dan pulau-pulau disekitarnya tanggal 2 November 2010 lalu terbit SK Kepala BPN RI nomor: 227/KEP-25.2/IV/2013 tanggal 4 April 2013 tentang pembentukan tim pengkajian dan penanganan kasus pertanahan yang berpotensi konflik strategis. Saat itu tim tersebut dikenal dengan nama Tim 13 BPN RI.

2. Kemudian Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN RI menyurati Kepala Kantor Wilayah BPN provinsi Kepulauan Riau bernomor: 197/25.2-600/I/2014 tanggal 13 Januari 2014 dengan perihal: catatan dan bahan masukan untuk percepatan realisasi pendaftaran tanah dirangkaian pulau-pulau Rempang Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau untuk memaksimalkan kinerja Tim 13 BPN RI.

3. Lalu terbit surat Kepala Kantor Wilayah BPN provinsi Kepulauan Riau nomor: 109/18.21.600/I/2014 tanggal 29 Januari 2014 ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan kota Batam dan surat Kepala Kantor Pertanahan kota Batam yang ditujukan ke Himad Puelang bernomor: 71/600.21.71/II/2014 tanggal 17 Februari 2014.

4. Lantas ada surat dari Kepala kantor Pertanahan kota Batam nomor: 137/21.71-100/III/2014 tanggal 17 Maret 2014 dengan perihal: menjawab surat Kepala Kantor Wilayah BPN provinsi Kepulauan Riau nomor: 109/18.21.600/I/2014 tanggal 29 Januari 2014 dan surat Kepala Kantor Wilayah BPN provinsi Kepulauan Riau nomor: 256/18-21.600/IV/2014 tanggal 1 April 2014 ditujukan kepada Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN RI menjawab surat bernomor: 197/25.2-600/I/2014 tanggal 13 Januari 2014.

Terkait surat terbaru kepada Himad Purelang dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI nomor: HT.02/804-400/XI/2020 tanggal 18 November 2020 dengan hal mekanisme penetapan hak dan pendaftaran tanah dari pelepasan tanah negara di pulau Rempang dan pulau Galang kota Batam, provinsi Kepulauan Riau, Iskandar menyatakan, pihaknya sedang berupaya sesuai UUPA untuk memperoleh hak atas tanah milik negara di pulau Rempang.

"Ini salah satu yang sedang kami upayakan pelepasannya dari negara. Maka menjadi wajar, jika Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam tidak mengetahui apalagi memahami pernyataan BP Batam itu seperti dimuat salah satu media lokal di Batam ," kata Iskandar dalam pernyataan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (28/2/2021).

Iskandar menegaskan, sebagai warga negara yang taat hukum, Himad Purelang berpegang pada keputusan Panja Penyelesaian Konflik dan Sengketa Pertanahan di Komisi II DPR RI yang hasilnya menyebut lahan tersebut adalah dalam kondisi konflik rakyat dengan Otorita Batam (sekarang BP Batam) dan sudah ada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia nomor 227/KEP-25.2/IV/2013.

Atas pernyataan yang sesat diatas, Iskandar menyerukan, agar BP Batam menyadari posisinya didepan UUPA. Jangan berpolemik. BP Batam harus menyadari bahwa mereka adalah pengguna uang negara yang jikalau tata kelolanya keliru maka akan mudah diaudit auditor keuangan negara dan bisa disidik aparat hukum, baik Kejaksaan Agung RI melalui Kejari Kepri dan Kajari Batam maupun KPK.

Iskandar juga mengingatkan, jangan sampai BP Batam menganggarkan pembangunan atau perencanaan pembangunan di atas lahan yang bukan miliknya. Karena jika salah, nanti bisa berpotensi korupsi.

"Masih kita ingat bagaimana Pemko Batam membangun pasar wisata di Pantai Melur yang malah sekarang sudah rata dengan tanah? Itu berpotensi besar merugikan keuangan negara," tegasnya.

Untuk itu, pemerhati kesehatan ini mengajak, untuk bersama-sama menunggu pemerintah menyelesaikan permasalahan tersebut.

BP Batam cukup menyelesaikan kewajibannya untuk berkinerja yang baik dan maksimal mengelola uang negara. "Jangan buat pendapat yang keliru," kata Iskandar Sitorus.
(sms)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2306 seconds (0.1#10.140)