Kekuatan Hukum Sanksi Pelanggar Prokes Dinilai Lemah, Dewan Minta Langkah Konkrit Bupati
loading...
A
A
A
PURWAKARTA - Pimpinan DPRD Purwakarta meminta penghentian penggodokan peraturan bupati (perbup) yang memuat sanksi denda terhadap pelanggar protokol kesehatan (prokes).
Karena yang diterapkan sanksi sebaiknya berdasarkan kesepakatan masyarakat yang diwakili oleh DPRD.
Wakil Ketua DPRD Purwakarta Neng Supartini menilai, peraturan yang berkaitan dengan penanganan COVID-19 harus dalam bentuk peraturan daerah (perda). Sehingga sanksi yang termuat di dalamnya lebih memiliki landasan hukum yang kuat dan mengikat.
“Saya lebih sepakat perda bukan perbup. Jangan sampai ada celah hukum yang berpotensi untuk tidak mematuhi sanksi yang diterapkan kepada pelanggar prokes serta kekuatan hukumnya pun lemah. Apalagi pandemi ini tidak bisa diprediksi kapan akan berakhirnya,” ungkap Neng kepada SINDOnews, Minggu (22/11/2020).
Menurutnya, bupati harus mulai melakukan langkah-langkah konkrit untuk mengantisipasi, baik sanksi maupun solusi. (Baca juga: Kasus COVID-19 di Bandung Terus Bertambah, RSHS Rawat 116 Pasien)
“Sudah saja dimulai proses pembuatan perda , yaknu dengan penyusunan anggaran yang jelas serta masukkan dalam program legislasi daerah (prolegda). Jika sudah masuk ke dalam prolegda pastinya kami akan segera mensahkan dalam bentuk perda yang mengatur hingga pascapandemi,” tegas dia.
Sementara itu, Kabag Hukum Setda Purwakarta, Dani Abdurahman mengungkapkan, saat ini perbup tersebut masih dalam proses penyempurnaan dengan harapan regulasi ini segera diberlakukan. "Mudah-mudahan besok perbupnya sudah sempurna,” ungkapnya. (Baca juga: Optimistis Penjualan Mobil Membaik, Wuling Penetrasi Market Bandung)
Dia menejelaskan, saat ini dasar sanksi yang diterapkan masih mengaju pada perbup lama, yakni Perbup Nomor 198/2020 tentang Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Pelaksanaan Pembastasan Sosial Berskala Besar dan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Penanggulangan COVID-19 di Kabupaten Purwakarta.
Karena yang diterapkan sanksi sebaiknya berdasarkan kesepakatan masyarakat yang diwakili oleh DPRD.
Wakil Ketua DPRD Purwakarta Neng Supartini menilai, peraturan yang berkaitan dengan penanganan COVID-19 harus dalam bentuk peraturan daerah (perda). Sehingga sanksi yang termuat di dalamnya lebih memiliki landasan hukum yang kuat dan mengikat.
“Saya lebih sepakat perda bukan perbup. Jangan sampai ada celah hukum yang berpotensi untuk tidak mematuhi sanksi yang diterapkan kepada pelanggar prokes serta kekuatan hukumnya pun lemah. Apalagi pandemi ini tidak bisa diprediksi kapan akan berakhirnya,” ungkap Neng kepada SINDOnews, Minggu (22/11/2020).
Menurutnya, bupati harus mulai melakukan langkah-langkah konkrit untuk mengantisipasi, baik sanksi maupun solusi. (Baca juga: Kasus COVID-19 di Bandung Terus Bertambah, RSHS Rawat 116 Pasien)
“Sudah saja dimulai proses pembuatan perda , yaknu dengan penyusunan anggaran yang jelas serta masukkan dalam program legislasi daerah (prolegda). Jika sudah masuk ke dalam prolegda pastinya kami akan segera mensahkan dalam bentuk perda yang mengatur hingga pascapandemi,” tegas dia.
Sementara itu, Kabag Hukum Setda Purwakarta, Dani Abdurahman mengungkapkan, saat ini perbup tersebut masih dalam proses penyempurnaan dengan harapan regulasi ini segera diberlakukan. "Mudah-mudahan besok perbupnya sudah sempurna,” ungkapnya. (Baca juga: Optimistis Penjualan Mobil Membaik, Wuling Penetrasi Market Bandung)
Dia menejelaskan, saat ini dasar sanksi yang diterapkan masih mengaju pada perbup lama, yakni Perbup Nomor 198/2020 tentang Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Pelaksanaan Pembastasan Sosial Berskala Besar dan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Penanggulangan COVID-19 di Kabupaten Purwakarta.
(boy)