Wali Kota Surabaya Ternyata Tak Izin Cuti saat Kegiatan Politik Dukung Eri-Armuji

Sabtu, 31 Oktober 2020 - 13:28 WIB
loading...
Wali Kota Surabaya  Ternyata Tak Izin Cuti saat Kegiatan Politik Dukung Eri-Armuji
Deklarasi pasangan calon Eri Cahyadi dan Armuji di Taman Harmoni pada tanggal 2 September 2020. Foto/Dok SINDONews.
A A A
SURABAYA - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini t erbukti menyalahgunakan kewenangan jabatannya untuk mendukung calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Armuji. Hal tersebut terbukti dari keluarnya surat jawaban Gubernur Jawa Timur atas permintaan informasi KIPP terkait izin cuti kerja Wali Kota saat melakukan kegiatan politik dukung mendukung pasangan Eri pada 2 September 2020.

Saat itu kegiatan di fasilitas milik Pemerintah Kota Surabaya Taman Harmoni. Dalam surat Gubernur Jawa Timur bernomor 131/17318/011.2/2020 di jelaskan, “Untuk tanggal 2 September 2020 tidak pernah ada permohonan cuti kampanye kepada Gubernur Jawa Timur”.

Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jatim, Novli Thyssen mengungkapkan, adanya surat keterangan dari Gubernur Jawa Timur tersebut menjadi bukti bahwa ada pelanggaran prosedur dan etik yang dilakukan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Dimana wali kota melakukan kegiatan politik pada saat jam kerja aktif di hari rabu 2 September 2020. "Sangat disayangkan bila wali kota atas jabatannya melakukan kegiatan politik pada jam layan masyarakat Surabaya. Secara etik tidak patut dilakukan oleh Tri Rismaharini," katanya.(Baca: Eri Cahyadi Gandeng Pelaku Usaha Kembangkan Pelabuhan Tanjung Perak )

Selain itu, kegiatan politik yang dilakukan oleh Risma dalam mendukung pasangan calon Eri Cahyadi dan Armuji dilakukan di tempat yang menjadi fasilitas milik Pemerintah Kota Surabaya Taman Harmoni, terdapat larangan untuk mengunakan fasilitas milik pemerintah untuk kegiatan kampanye dukung mendukung pasangan calon.

Novli menjelaskan, pasal 76 ayat 1a Undang undang nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah secara tegas “melarang Kepala daerah membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan”.

Kemudian Pasal 71 ayat 3 Undang Undang 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota juga mengatur larangan kepada kepala daerah untuk menyalahgunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

"Dengan keluarnya surat keterangan dari Gubernur Jawa Timur tersebut, dapat dijadikan bukti bahwa ada kesalahan prosedur, tata cara, mekanisme yang dilakukan oleh Bawaslu Kota Surabaya terkait dengan penangganan pelanggaran atas laporan oleh KIPP Jawa Timur," tegasnya.

Menurut Novli, seharusnya Bawaslu Kota Surabaya bertindak aktif untuk mencari fakta kebenaran sebuah peristiwa hukum dengan mengumpulkan alat bukti dan barang bukti yang dibutuhkan dalam proses penanganan pelanggaran.

Termasuk salah satunya Bawaslu bisa berkirim surat ke Gubernur Jawa Timur, perihal menanyakan status Risma dalam jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya saat menghadiri deklarasi rekomendasi pemberian dukungan partai kepada pasangan calon Eri Cahyad i dan Armuji di Taman Harmoni pada tanggal 2 September 2020 tersebut.

KIPP menilai, peristiwa dukung mendukung Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kepada Paslon Pilwali Surabaya Eri Cahyadi dan Armuji adalah sebuah potret demokrasi yang tidak baik dalam penyelenggaraan Pilwali Kota Surabaya 2020. Satu sisi Walikota yang dalam jabatannya wajib netral tidak berpihak kepada salah satu calon justru memberikan dukungan politik saat jam kerja aktif berlangsung.

"Harusnya jam kerja aktif Wali Kota tersebut dipakai untuk melaksanakan urusan pemerintahan serta melayani masyarakat Surabaya, tidak dipergunakan untuk kegiatan politik," kata dia. ( )

Di sisi lain, Bawaslu Surabaya sebagai penyelenggara pemilihan yang diharapkan dapat menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik dan menjaga marwah serta martabat sebagai penyelenggara pemilihan yang berintegritas, justru memberikan kesan tidak profesional dalam menjalankan fungsi pengawasannya.

Bawaslu juga dinilai tidak profesional dalam menangani sebuah pelanggaran pemilihan, sehingga menciderai kepercayaan masyarakat kepada Bawaslu. "Terkait dengan peristiwa hukum di atas, Komite Independen Pemantau Pemilu akan melaporkan ketidakprofesionalan Bawaslu kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dan kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, KIPP akan melaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri serta ke Komisi ASN," tandas Novli.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3421 seconds (0.1#10.140)