La Nina di Jateng, Waspadai Klaster Pengungsian Bencana
loading...
A
A
A
SEMARANG - Sebagian wilayah di Jawa Tengah telah memasuki musim penghujan . Kalangan DPRD Jateng mengingatkan agar dilakukan pemetaan bencana sekaligus pemetaan titik-titik pengungsian.
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto menekankan mesti ada penambahan titik pengungsian di semua daerah. Terutama daerah yang memiliki potensi bencana tinggi.
Bencana yang disebabkan curah hujan tinggi biasanya banjir dan tanah longsor. Alasan penambahan titik pengungsian adalah untuk mencegah penularan COVID-19 saat terjadi bencana alam. (BACA JUGA: Direktur Televisi Swasta Tewas Setelah Alami Kecelakaan Tunggal)
Terlebih lagi, kata dia, BMKG memprediksi Jawa Tengah termasuk wilayah yang terkena anomali iklim La Nina. La Nina diketahui membawa efek peningkatan curah hujan pada wilayah yang dilalui. Peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan maupun akibat La Nina berpotensi memicu terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
“Jika terjadi bencana dan banyak pengungsi yang berada di satu titik maka akan rawan terjadi penularan COVID-19. Bisa menjadi klaster pengungsian. Maka, segera dilakukan pencegahan dengan melakukan pemetaan wilayah pengungsian. Protokol kesehatan mesti tetap dijalankan di pengungsian,” kata Yudi, Kamis (8/10/2020).
Sesuai data BPBD Jawa Tengah, banjir rawan terjadi di 32 kabupaten/kota atau 91,42% wilayah Jateng. Jumlah kecamatan yang rawan banjir ada 295 dan tersebar di 1.674 desa. Di lokasi itu ada 743.264 KK.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Jateng ini mengatakan, melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, setidaknya ada 7 daerah yang berpotensi terjadi banjir yakni Solo Raya, Pati, Purworejo, Cilacap, Demak, Kudus, dan Jepara.(BACA JUGA: Debat Cawapres AS: Harris dan Pence Saling Serang soal Penanganan Covid-19)
Untuk lokasi yang rawan longsor ada di 29 kabupaten yang tersebar di 320 kecamatan dan 2.136 desa. Jumlah KK yang tinggal di lokasi tersebut 642.019.
Itu belum termasuk ancaman tsunami (Cilacap, Kebumen, Purworejo, Wonogiri), gempa bumi dan gunung berapi. Gas beracun di Wonosobo, Banjarnegara, Batang, Pekalongan. Jadi hampir semua wilayah di Jawa Tengah memiliki potensi bencana.
“Pemetaan bencana harus lebih detil. Pemasangan early warning system, dan alatnya juga di cek. Apakah masih fungsi atau tidak,” ungkapnya.
Sesuai prediksi, awal musim hujan tak akan terjadi bersamaan di 35 kabupaten/kota di Jateng. Penghujan akan dimulai pada dasarian Oktober (10 hari pertama Oktober) untuk wilayah selatan Jateng, Seperti Cilacap dan Kebumen. Beberapa wilayah lain baru akan mengalami hujan pada November.
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto menekankan mesti ada penambahan titik pengungsian di semua daerah. Terutama daerah yang memiliki potensi bencana tinggi.
Bencana yang disebabkan curah hujan tinggi biasanya banjir dan tanah longsor. Alasan penambahan titik pengungsian adalah untuk mencegah penularan COVID-19 saat terjadi bencana alam. (BACA JUGA: Direktur Televisi Swasta Tewas Setelah Alami Kecelakaan Tunggal)
Terlebih lagi, kata dia, BMKG memprediksi Jawa Tengah termasuk wilayah yang terkena anomali iklim La Nina. La Nina diketahui membawa efek peningkatan curah hujan pada wilayah yang dilalui. Peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan maupun akibat La Nina berpotensi memicu terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
“Jika terjadi bencana dan banyak pengungsi yang berada di satu titik maka akan rawan terjadi penularan COVID-19. Bisa menjadi klaster pengungsian. Maka, segera dilakukan pencegahan dengan melakukan pemetaan wilayah pengungsian. Protokol kesehatan mesti tetap dijalankan di pengungsian,” kata Yudi, Kamis (8/10/2020).
Sesuai data BPBD Jawa Tengah, banjir rawan terjadi di 32 kabupaten/kota atau 91,42% wilayah Jateng. Jumlah kecamatan yang rawan banjir ada 295 dan tersebar di 1.674 desa. Di lokasi itu ada 743.264 KK.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Jateng ini mengatakan, melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya, setidaknya ada 7 daerah yang berpotensi terjadi banjir yakni Solo Raya, Pati, Purworejo, Cilacap, Demak, Kudus, dan Jepara.(BACA JUGA: Debat Cawapres AS: Harris dan Pence Saling Serang soal Penanganan Covid-19)
Untuk lokasi yang rawan longsor ada di 29 kabupaten yang tersebar di 320 kecamatan dan 2.136 desa. Jumlah KK yang tinggal di lokasi tersebut 642.019.
Itu belum termasuk ancaman tsunami (Cilacap, Kebumen, Purworejo, Wonogiri), gempa bumi dan gunung berapi. Gas beracun di Wonosobo, Banjarnegara, Batang, Pekalongan. Jadi hampir semua wilayah di Jawa Tengah memiliki potensi bencana.
“Pemetaan bencana harus lebih detil. Pemasangan early warning system, dan alatnya juga di cek. Apakah masih fungsi atau tidak,” ungkapnya.
Sesuai prediksi, awal musim hujan tak akan terjadi bersamaan di 35 kabupaten/kota di Jateng. Penghujan akan dimulai pada dasarian Oktober (10 hari pertama Oktober) untuk wilayah selatan Jateng, Seperti Cilacap dan Kebumen. Beberapa wilayah lain baru akan mengalami hujan pada November.
(vit)