Kisah Kiai Kamal, Murid Sunan Gunung Jati Pendiri Masjid Sekayu

Sabtu, 22 Februari 2020 - 05:00 WIB
Kisah Kiai Kamal, Murid Sunan Gunung Jati Pendiri Masjid Sekayu
Kisah Kiai Kamal, Murid Sunan Gunung Jati Pendiri Masjid Sekayu
A A A
Kiai Kamal adalah santri asal Cirebon, Jawa Barat, murid Sunan Gunung Jati yang merupakan pendiri Masjid Sekayu pada 1413. Dulu Mbah Kamal diriwayatkan adalah santri yang menonjol dibandingkan lainnya dan memiliki keberanian besar.

Konon Kiai Kamal diperintahkan oleh Sunan Gunung Jati bermukim di kawasan Sekayu yang masih rerimbunan hutan dengan pohon besar dengan mengumpulkan kayu jati. Dari wilayah Timur, diambil dari kawasan Purwodadi dan Kedung Jati Grobogan. Dari arah Selatan, diambilkan dari Ambarawa dan sekitarnya. Kenapa dipilih Kampung Sekayu, karena lokasinya sangat strategis sebagai sentra perdagangan.

Dengan kayu -kayu tersebut maka dibangunlah Masjid Sekayu. Masjid tersebut lebih dulu dibangun dari Masjid Demak yang dibangun pada 1420. Saat itu atapnya masih rumbia, tiang dari bambu dan lantai dari tanah murni. Masjid tertua di Jawa Tengah tersebut dipugar keempat pada 1814, dengan dinding papan, tiang dari kayu biasa, genteng untuk atap dari tanah liat. Dipugar kelima pada 16 November 1987, sejak saat itu namanya menjadi Masjid Sekayu.

Waktu itu Pelabuhan Semarang (Tanjung Mas) menjadi sentra perdagangan rempah-rempah, dan hilir mudik kapal asing dari Portugis, Spanyol, China dan banyak negara lainnya.

Sunan Gunung Jati, guru Kiai Kamal, secara bersamaan memegang kekuasaan di Cirebon (mengelola pondok pesantren), Sultan Hasanudin (anak Sunan Gunung Jati) memimpin kerajaan Islam Banten dan Pangeran Jayakarta memimpin Jakarta.

Bagian Komunikasi dan Informasi Masjid Taqwa Sekayu Ahmad Arief menuturkan, melihat ornamen pintu dan lorong yang ada di masjid ada dugaan kuat bahwa dulunya kampungnya merupakan kerajaan kecil.

Kerajaan tesebut masih berafiliasi dengan kerajaan Demak. Rumah di sekitar masjid, ada ornamen arah mata angin yang berarti simbol patih. Juga ada beberapa lorong dengan ornamen tumenggung. Nama jalan di kawasan itu ada yang Sekayu Kepatihan dan Sekayu Tumenggungan.

“Tidak jauh dari sini ada Jalan Depok. Saya yakin di sana dulu ada padepokan dan di wilayah Kranggan, merupakan tempat latihan bela diri atau dulu disebut kanuragan,” tuturnya.

Dia meyakini Kiai Kamal merupakan panglima perang. Jika kota dalam kondisi tidak mengalami kekacauan, turun ke bawah berdakwah. Sementara jika ada kekacauan, ikut mendamaikan masalah yang muncul saat itu.

“Istilahnya jika Kerajaan Demak itu Mabes TNI, maka Sekayu ini seperti Kodam yang menguasai wilayah sini. Hebatnya kiai dulu, pandai dalam agama juga mahir dalam berperang. Makanya Islam berkembang pesat di Jawa dan Sumatera, karena sepanjang pulau Jawa ada Raden Patah, Sunan Gunungjati, Sultan Hasanudin dan Pangeran Jayakarta,” timpalnya.

Karena kinerja baik yang ditunjukkan oleh Kamal sebagai penyuplai kayu, Sultan Patah memberinya hadiah berupa empat soko tiang dari pendopo Kerajaan Majapahit yang sekarang menjadi penyangga Masjid Sekayu. "Tadinya kayu jati itu berbentuk segi empat dan berukur tulisan Arab. Saat ini tiang tersebut sudah dibungkus dan berbentuk bulat sehingga tulisan Arab tidak kelihatan. Ini untuk menghindari penyalahgunaan terkait klenik dan jimat,” terangnya.

Sesepuh warga Sekayu, Sumardi (81) mengatakan, berdasarkan cerita-cerita dari orang terdahulu, Kiai Kamal adalah sosok penunggu masjid. Dulu, di dekat makamnya ada juga tempat istrinya dikebumikan, tapi saat akan dipindah karena perluasan masjid, tulang belulangnya sudah hilang.

“Dalam versi yang lain, Masjid Sekayu sendiri dibangun oleh Walisongo,” tutur Sumardi. Tidak diketahui pasti kapan Kiai Kamal wafat. Makamnya pada hari-hari tertentu banyak didatangi peziarah.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3033 seconds (0.1#10.140)