Sutopo, Sosok Bersahaja Selalu Rangking Satu Semasa Sekolah

Senin, 08 Juli 2019 - 05:56 WIB
Sutopo, Sosok Bersahaja Selalu Rangking Satu Semasa Sekolah
Sutopo, Sosok Bersahaja Selalu Rangking Satu Semasa Sekolah
A A A
BOYOLALI - Kabar meninggalnya Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho membuat keluarga, sanak saudara, teman, kerabat dan orang orang yang mengenalnya sejak kecil merasa kehilangan.

Di tanah kelahirannya di Boyolali, anak pasangan Suharsono dan Sri Roosmandari itu dikenal sebagai sosok yang cerdas, dan bersahaja.

Semasa duduk di bangku SD hingga SMA, Sutopo dikenal sebagai anak yang sangat cerdas. Rangking satu selalu diduduki ketika bersekolah di SDN 1 Boyolali, SMPN 1 Boyolali dan SMAN 1 Boyolali.

Bahkan ketika kuliah S1 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan S2 serta S3 di Institut Pertanian Bogor (IPB), nilai camlaude selalu didapatkan ketika lulus. “Dari cerita orangtua dan istri saya, orangnya memang kutu buku,” kata Achmad Jadmiko, adik ipar Sutopo saat ditemui rumah duka di Jalan Jambu, Kampung Surodadi, RT 03/RW 09, Kelurahan Siswodipuran, Kecamatan Boyolali Kota, Kabupaten Boyolali, Minggu (7/7/2019).
Sutopo, Sosok Bersahaja Selalu Rangking Satu Semasa Sekolah

Anak pertama dari dua bersaudara itu semasa kecil hingga remaja memang jarang bermain keluar. Hari harinya selalu diisi dengan belajar untuk meraih ilmu sebanyak banyaknya. Meski demikian, sosoknya tak lepas dari kehidupan sosial yang positif.

Ketika remaja, Sutopo giat menjadi aktivis Karang Taruna di kampung, dan pengurus OSIS. Kala itu, orangtuanya masih ngontrak rumah di Kelurahan Pulisen, Boyolali Kota. Ketika Sutopo kuliah, orangtuanya baru memiliki rumah sendiri yang sampai kini ditempati.

Ayah Sutopo, Suharsono dulunya merupakan Kepala Sekolah SD. Sedangkan ibunya, Sri Roosmandari sebagai pegawai di Pengadilan Negeri (PN) Boyolali.

Ketika di rumah, Sutopo diantaranya memiliki hobi bernyanyi dengan adiknya. Sebagai kakak, terkadang juga usil terhadap adiknya, Rini Satiti Wulandari. “Namun kalau sudah urusan pekerjaan, sikapnya professional,” urainya.

Meski memiliki ilmu tinggi, Sutopo dalam keseharian tetap bersahaja. Orangnya penuh tanggungjawab dan perhatian terhadap orangtua. Sosoknya sangat idealis sebagaimana karakter orangtuanya. Meski sudah memiliki rumah sendiri di Jakarta, Sutopo tetap baik dengan para tetangga di tanah kelahirannya di Boyolali.
Sutopo, Sosok Bersahaja Selalu Rangking Satu Semasa Sekolah

Menjaga silaturahmi dengan para tetangga selalu dilakukan ketika pulang kampung. “Kalau silaturahmi dengan tetangga selalu jalan kaki, nggak pernah pakai motor,” kenangnya.

Ketika pria kelahiran 7 Oktober 1969 itu divonis terkena kanker paru paru stadium 4 sekitar 1,5 tahun lalu, hal itu sangat mengejutkan. Sebab selama ini juga tidak pernah mengalami sakit atau gejala gejala serius tertentu. Hanya terakhir kali sebelum diketahui menderita kanker paru paru, Sutopo mengalami batuk-batuk.

Meski tidak batuk berat, Sutopo tetap memeriksakan diri ke medis dan kemudian baru diketahui telah terkena kanker yang parah. Kedua orangtuanya dan keluarga juga sempat syok.

Terlebih ayahnya, Suharsono setengah tak percaya. Sebab ia yang merokok tidak terkena kanker paru paru. Namun Sutopo yang sama sekali tidak merokok justru terkena. Sutopo telah menjalani perawatan di Guangzhou Modern Hospital Tiongkok sejak satu bulan terakhir.

Terakhir kali, Sutopo pulang ke Boyolali sekitar 3 bulan lalu. Saat itu, ia mampir ke rumah orangtuanya di sela sela perjalanan dinasnya ke Yogyakarta.

“Kalau perjalanan dinas ke Solo, Yogyakatta atau Semarang, biasanya memang selalu mampir ke Boyolali,” ucapnya.
Sutopo, Sosok Bersahaja Selalu Rangking Satu Semasa Sekolah

Rasa kehilangan dan kesedihan juga dirasakan oleh Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Boyolali Kurniawan Fajar Prasetyo yang merupakan teman sebangku Sutopo semasa SMP. “Ia (Sutopo) orang yang cerdas, bergerak dinamis,” ungkap Kurniawan.

Semasa SMP, dirinya mengenal Sutopo sebagai sosok yang serius dan selalu merampungkan pekerjaan. Sutopo juga sering membantu dirinya menyelesaikan pekerjaan di sekolah. Ketika diajak bercanda, Sutopo hanya sesekali merespons.

Sebagai teman dekat, dirinya juga sering usil terhadap Sutopo. “Tali sepatunya sering saya jadikan satu, sehingga ketika berjalan kemudian terjatuh,” kenangnya.

Semasa SD dan SMP, Sutopo lebih akrab dipanggil Kentut. Nama panggilan itu dari keluarga dan orang orang dekatnya. Sosoknya sangat mumpuni ketika bekerja di BNPB. Dirinya sering berkomunikasi dengan Sutopo karena bergelut di bidang yang sama, yakni penanggulangan bencana.

Orangnya sangat dekat dengan para relawan. Dalam penyampaian informasi juga kebencanaan juga sangat akurat dan cepat. Informasi yang disampaikan Sutopo selalu menjadi acuan BPBD di daerah.

Seminggu yang lalu, dirinya sempat berkomunikasi dengan Sutopo dan berbicara tentang penyakit yang dideritanya. Kala itu, ia menyampaikan tentang benjolan leher bagian belakang. Komunikasi antara kedua sahabat itu dilakukan melalui pesan whatsaap.

Rasa duka juga sangat dirasakan Sri Suwarti,78, guru almarhum Sutopo semasa sekolah di SDN 1 Boyolali. Dirinya adalah guru mata pelajaran IPS dan PMP. “Saya mengajarnya IPS dan PMP itu sewaktu kelas 4, 5 dan 6,” kata Sri Suwarti saat melayat di rumah duka.

Salah satu kenangan yang melekat di benaknya adalah ketika dirinya jalan kaki dalam perjalanan berangkat ke sekolah untuk mengajar. Ketika dirinya melewati rumah orangtua Sutopo semasa masih di Jalan Teratai Kelurahan Pulisen, Sutopo masih di rumah dan tengah bersih bersih.

Hal itu hampir dilihatnya setiap hari. Sehingga kesan sebagai orang yang rajin telah melekat sejak kanak kanak. Ketika mulai naik kelas 4, dirinya mulai mengajar Sutopo. “Anaknya memang cerdas, tidak nakal, dan lomba sekolah selalu diikutkan dan juara,” urainya.

Sutopo dalam mengerjakan soal jarang sekali salah. Kalau salah satu saja, Sutopo nampak kecewa dan telinganya kelihatan memerah. Saat didekati dan ditanya yang salah apa, mata Sutopo terlihat mau menangis.

“Kalau olahraga keringatnya banyak sekali. Selain IPS dan PMP, saya juga mengajar olahraga,” kenangnya. Sejak kecil, Sutopo sosoknya sangat tenang. Ia tidak pernah nakal atau usil terhadap teman temannya. Sebagai anak yang rajin, apa yang diajarkan guru selalu dicatat dan kemudian dibukukan sendiri.

Sehingga buku catatan mata pelajarannya sangat tebal. Ketika Sutopo menjadi sosok yang penting di BNPB, sebagai guru dirinya merasa sangat bangga. Bahkan ketika hari raya, Sutopo juga selalu datang ke rumahnya untuk bersilaturahmi. Baru tiga Lebaran terakhir ini Sutopo tidak datang ke rumahnya. Selain bertambah sibuk, dirinya menduga karena Sutopo mulai merasakan sakit kanker yang dideritanya.

Dirinya kala itu juga mendapatkan informasi mengenai penyakit yang dialami mantan muridnya tersebut. “Saya terus berdoa agar Allah mengampuni dosanya dan menyembuhkan penyakitnya. Sehingga dapat segera kembali bekerja dengan sehat dan kuat,” tuturnya. Sehingga ketika mengetahui Sutopo meninggal dunia, dia merasa sangat kehilangan.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5952 seconds (0.1#10.140)