Misteri 'Uga-Uga' di Kabupaten Pangandaran

Senin, 22 April 2019 - 05:00 WIB
Misteri Uga-Uga di Kabupaten Pangandaran
Misteri 'Uga-Uga' di Kabupaten Pangandaran
A A A
Lepasnya 10 Kecamatan ujung selatan Jawa Barat dari Kabupaten Ciamis menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) Kabupaten Pangandaran tahun 2012 lalu tak lepas dari konsep tataruang leluhur (orangtua) dulu.

Tataruang itu, sering diartikan dengan "Uga" atau konsep pengembangan daerah yang diamanatkan turun temurun..

Uga juga bisa diartikan prediksi panduan masyarakat masa kini akan sebuah arah pembangunan. Yang salah satunya mewujud dengan lahirnya Kabupaten Pangandaran.

Nama daerah Cijulang pun disebut-sebut bahwa Cijulang akan berdiri sendiri. "Cijulang Ngadeg Sorangan", begitu kata dalam Uga.

Namun, kata Cijulang tidak berdiri sendiri tetapi rangkaian dari Uga sebelumnya yang menyatakan, "Bandung Bakal Heurin Ku Tangtung (Bandung bakal penuh dengan bangunan tinggi), Sumedang Ngarangrangan (Sumedang seolah sendiri), Sukapura Ngadaun Ngora (Tasikmalaya selalu memuda), Cijulang Ngadeg Sorangan (Cijulang berdiri sendiri), Ciamis kari Amisna (Ciamis tinggal manisnya),".

Apa yang disebutkan dalam uga pun terbukti sudah bahwa Bandung sekarang sudah sumpek dengan segala pembangunan kota, Sumedang pascapemerintahan Prabu Geusan Ulun tak lagi menjadi daerah unggulan.

Sukapura Ngadaun Ngora selalu melahirkan daerah baru (dari Tasikmalaya menjadi Kota Kabupaten, Ciamis melahirkan Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran, serta Garut yang masih dalam proses melahirkan Kabupaten Garut Selatan).

Cijulang Ngadeg Sorangan diartikan lahirnya Kabupaten Pangandaran dan Ciamis kari Amisna bahwa Ciamis hanya dikenal atas peninggalan kejayaan Kerajaan Galuhnya.

Salah seorang tokoh masyarakat Cijulang, Abdul Gopar atau akrab disapa Opang menjelaskan, uga itu konsep masa depan yang kalau sekarang diartikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sementara sejarah kejadian yang telah terjadi.

"Jadi beda antara uga dan sejarah. Uga lebih pada konsep perencanaan meski banyak yang tidak memercayai," kata Opang beberapa waktu lalu.

Setiap daerah, Ujar Opang, memiliki uga masing-masing yang untuk Cijulang "menyempil" dari uga keseluruhan.

"Pertanyaan kenapa ada kata "Cijulang", padahal Cijulang sekarang hanya sebuah kecamatan di Kabupaten Pangandaran," ucapnya.

Kemudian Cijulang bukan nama suatu daerah, tetapi nama sungai yang terbentang dari Langkaplancar melintasi Cigugur, Parigi, Cijulang dan Cimerak. Maka dulu juga kewedanaan disini adalah kewedanaan Cijulang meliputi lima kecamatan yang dilintasi sungai.

Jadi, tuturnya, Cijulang Ngadeg Sorangan diartikan berdirinya DOB Kabupaten Pangandaran, meski pusat pemerintahan tidak di Kecamatan Cijulang tapi Kecamatan Parigi.

Opang pun menekankan agar uga ini dikupas tuntas supaya isi atau substansi uga terungkap yang sebenarnya karena dalam uga ada konsep tataruang yang berkaitan erat dengan potensi pengembangan suatu wilayah.

"Cuma diurang mah sok diterjemahkeun kana mistis wae, padahal uga teh konsep nu ilmiah, bisa diuji ku para akademisi (Hanya di kita mah sudah diterjemah pada hal mistis saja, padahal uga itu konsep ilmiah menyangkut tata ruang yang teruji secara akademik," kata Opang.

Meski Kabupaten Pangandaran berdiri Oktober 2012 lalu, sarana transportasi Kabupaten Pangandaran sangat fantastis. Pangandaran satu-satunya Kabupaten yang memiliki Landasan Pacu Pesawat Terbang komersil setelah Bandung dan Kota besar di Indonesia.

Untuk kereta api tak diragukan lagi. Kabupaten Pangandaran memiliki terowongan kereta api terpanjang di Indonesia.

Namun sayang, transportasi tersebut tinggal puing-puing yang dibuat saat Pemerintahan Hindia Belanda. Sejumlah stasiun dari Kota Banjar sampai Cijulang Kabupaten Pangandaran tinggal nama, hanya ada bekas bangunan kumuh, kotor, tak terawat.

Begitupun dengan Pantai Bojong Salawe Parigi yang mulai ditata menjadi kawasan Pelabuhan Samudera bertaraf Internasional.

Keberadaan Bandar Udara (Bandara) Nusawiru, jalur Kereta Api dan Pelabuhan Samudera Bojong Salawe sudah disebut dalam Uga. Dari Uga "Cijulang Ngadeg Sorangan", terdapat uga turunan menyangkut kedaerahan.

Disebutkan, "Sodong Kopo bakal jadi euntreupan papatong. Ngan mun tartib bakal papatong bener anu euntreup. Sabab tegal lame cadel keneh, can jadi tegal rame".

Sodong Kopo adalah nama kampung, tempat dibangunnya bandara dan Tegal Rame juga nama kampung yang bersebelahan dengan Sodong Kopo.

Papatong diartikan Helikopter atau pesawat terbang, hanya saja pesawat-pesawat itu belum begitu banyak karena Kampung Tegal Lame belum ramai.

Uga ini diartikan, sepinya bandar udara karena belum optimalnya pembangunan di Pangandaran. Merpati Airlines hanya bertahan sampai enam bulan karena sedikitnya penumpang. Tinggal Susi Air yang bertahan karena pemiliknya orang Pangandaran.

"Ada kesalahan perencanaan atas dibangunnya bandara ini. Pasalnya bukan bandara dulu yang dibangun, tetapi pariwisata dulu yang ditata sehingga ketika pariwisata sudah bagus, wisatawan tentu berdatangan yang tentunya banyak memanfaatkan jasa pesawat terbang," kata Abdul Gopar.

Kini, uga "Sodong Kopo bakal jadi euntreupan papatong. Ngan mun tartib bakal papatong bener anu euntreup. Sabab tegal lame cadel keneh, can jadi tegal rame" terbukti sudah. Bandara Nusawiru kurang diminati.

Uga berikutnya "Tong cangcaya ka sang walanda, anu nyata lain baraya. Nobros gunung norowongan nyieun sasak nu lungkawing pamohalan lamun euweuh nu di anjing cai (Jangan percaya sama Belanda karena bukan saudara. Menerobos gunung membuat jembatan ditebing curam bukan tanpa sebab karena ada penghidupan lagi),".

Uga tersebut dapat kita buktikan bahwa Belanda telah membuat jalur kereta api dari Banjar sampai Cijulang. Belanda juga membuat terowongan sampai menjadi terowongan terpanjang di Indonesia yang dinamai terowongan Wilhelmina, ditambah jembatan kereta yang diprediksi mengeluarkan uang begitu besar untuk sekedar membuat jalur transportasi kereta.

Timbul pertanyaan, untuk apa Kolonial Belanda membuat jalur kereta sampai mengeluarkan uang begitu besar ?. Untuk sekedar mengangkut orang atau ada sesuatu kekayaan alam yang akan diambil ?.

Kalau sebatas hasil bumi seperti rempah-rempah, apakah sebanding dengan biaya yang dikeluarkan ?.

Pertanyaan ini, tutur Abdul Gopar, perlu dijawab dan para ahli membuktikan kontruksi kereta tersebut untuk mengangkut hasil tambang, bukan orang.

Sehingga, perlu dikaji dan digali lebih dalam bahwa di kawasan Cijulang Kabupaten Pangandaran ini terdapat potensi tambang yang harus dicari jenis tambangnya.

"Yang jelas bagi saya mah sudah kelihatan secara kasat mata adalah pasir besi. Saya meyakini kandungan itu bukan hanya besi tapi titanium dan uranium muda. Dan Belanda dulu sudah mendeteksi akan hal itu, meski sekarang dilanjut China karena China mampu mengurai teknologi tersebut," ujarnya.

Uga terakhir adalah "Lamun kembang wijaya kusuma kasiram minyak, kalakay nyampay ka batu karas". Bunga Wijaya Kusuma besar dan tumbuh di daerah Nusakambangan pantai Cilacap yang kini menjadi pelabuhan laut. Pelabuhan tersebut menjadi pusat muat barang Pertamina (Minyak).

Ketika sudah menjadi pusat angkut industri minyak negara, Pertamina. Pelabuhan itupun menjadi ramai sehingga harus ada alternatif baru mengalihkan muatan-muatan pelabuhan.

Dalam uga tadi disebutkan, lamun kembang wijaya kusuma kasiram minyak, kalakay nyampay ka batu karas. Kalakay (ranting) ini diartikan perahu, kapal-kapal terapung yang suatu saat bakal bersandar di Batu Karas.

Dan akan bersandarnya kapal-kapal tersebut segera terwujud ketika Pantai Bojongsalawe Parigi sedang dibangun menjadi Pelabuhan Samudera Bertaraf Internasional.

"Dulu kan, pantai bojong salawe satu pesisir dengan pantai batu karas. Sekarang saja yang masuk kecamatan Parigi, padahal satu garis sempadan sama," ujar Opang.

Untuk itu, Uga sebagai konsep tata ruang, konsep arah pembangunan di Kabupaten Pangandaran harus terus digali karena sudah banyak yang terbukti.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6608 seconds (0.1#10.140)