Misteri Pohon Kaboa dan Hutan Sancang Petilasan Prabu Siliwangi

Minggu, 27 Januari 2019 - 05:00 WIB
Misteri Pohon Kaboa dan Hutan Sancang Petilasan Prabu Siliwangi
Misteri Pohon Kaboa dan Hutan Sancang Petilasan Prabu Siliwangi
A A A
Bagi masyarakat Sunda tak akan asing lagi dengan nama "Sancang". Karena hutan di ujung selatan Garut itu dilegendakan sebagai tempat "tilem" (menghilangnya) Maha Raja Padjajaran, Sri Baduga Maha Raja atau Prabu Siliwangi. Secara mistis pun dikenal dengan Harimau Sancang yang dianggap jelmaan Sang Prabu Siliwingi, termasuk tempat menaikan ilmu kedigjayaan dan kanuragan yang tersebar di berbagai tempat. Ada sancang satu sampai sancang sembilan sesuai tempat mencari ilmu.

Perkembangan zaman telah mengubah nama Sancang menjadi tak seangker dikira. Jika bertandang ke Hutan Sancang, akan berbanding terbalik dengan riwayat-riwayat dulu kala.

Cerita harimau yang berlalu lalang dan pohon kaboa yang diyakini memiliki kesaktian telah diabaikan masyarakat.

Ke Sancang, hampir tak pernah ada orang menemukan harimau atau pengalaman mistis. Mengunjungi Sancang bisa sekedar berwisata meski masih dijaga kealamiannya.

Masuk lah dari Garut Kota menuju Jalan Bungbulang. Perjalanan sekira lima jam akan disuguhi berbagai pemandangan. Di Cikajang dijumpai kebun teh, begitupun dari Bungbulang sampai Pameungpeuk dirindangi pepohonan dengan jalan mulus berhotmix.

Dari Pameungpeuk dengan jalanan curam berbelok akan ditemui suatu Perkebunan Karet dengan nama "Mira Mare". Siang atau malam tak lagi sepi karena banyak warung pinggir jalan.

Kemudian belok di Gapura Harimau yang menunjukkan jalan menuju Hutan Sancang. Rumah-rumah permanen seperti perkotaan dengan suasana perkampungan yang ramai memudarkan anggapan bahwa Hutan Sancang belum tersentuh modernisme.

Dealer motor sampai warung serupa mini market akan dijumpai di perkampungan. Papan nama kuncen berjajar sepanjang jalan, menawari jasa pemandu ke tempat yang dimitoskan memberi Ilmu Kedigjayaan. Siapa yang punya maksud naik jabatan, kekayaan dan lepas dari utang, katanya, tersedia tempat memohon di Hutan Sancang.

Di gerbang hutan, kita harus mengisi buku tamu dengan membayar tiket masuk. Roda dua atau empat harus terparkir di lahan dekat gerbang karena kendaraan tak diperkenankan masuk hutan.

Pepohonan besar dengan akar melilit menunjukkan hutan yang masih perawan. Namun motor-motor warga lalu lalang yang katanya nelayan Pantai Sancang.

Meski demikian, jika mengunjungi tempat yang dikeramatkan rasa merinding datang dengan sendirinya. Sebab terdapat saung penunggu yang katanya tempat beristirahat menuju Cikajayaan. Disana siapapun bisa bertapa, memanjatkan dzikir-dzikir diatas bebatuan dengan air gemercik jatuh menimpa petapa.

Hutan Sancang memang masih alami makanya masuk kawasan konservasi alam yang dilindungi Pemerintah. Namun, hutan yang bersentuhan dengan Samudera Indonesia ini sudah ramai oleh pemondokan nelayan, pemancing dan pengunjung yang sekedar jalan-jalan di Pantai Sancang.

Maka siapa saja yang pernah ke Hutan Sancang sekaligus Pantai Sancang, belum merasa kenyang kalau hanya satu kali menikmati rimbunya hutan dengan keindahan pantainya karena sudah menjadi objek wisata dadakan.

Pohon Kaboa
Wajar kalau Sancang tak seangker yang dikira. Di Pantai yang lebih banyak batu karang dengan pasir putih menghampar terdapat Kampung Nelayan yang bersebelahan dengan tumbuhnya Pohon Kaboa.

Pohon yang diyakini tempat adanya Prabu Siliwangi masih berdiri kokoh, memenuhi pinggir pantai yang secara mitos dimana ada Pohon Kaboa, disanalah Prabu Siliwangi pernah ada.

Pohon itu pun hanya tumbuh di Pantai Sancang menggenapi berbagai 'petilasan' (Bekas Singgah) Sang Prabu seperti seperti Batu Cikajayaan, Karang Gajah dan lokasi Pohon Kaboa. Tempat itu dianggap suci sehingga tak seorang pun berani merusaknya.

"Siapa yang berani merusak, Harimau Sancang siap-siap menerkam meski harimau tersebut jarang sekali ditemui," ujar Ketua Pengawas Sancang, Abidin.

Asal muasal Pohon Kaboa, diyakini masyarakat Sancang sebagai jelmaan Siliwangi dan Pasukan-pasukan Siliwangi. Konon, ketika Kiansantang pulang dari Tanah Arab ingin mencoba kesaktian ayahnya, Siliwangi.

Dikejarlah Siliwangi sampai ke Hutan dan Laut Sancang tadi, setelah dikejar dari Cirebon, Godog Garut, Gunung Gelap Pameungpeuk, Cilauteureun, dan Santolo. Lalu Siliwangi menyelam ke dasar laut sampai muncul di laut Sancang diikuti anaknya tadi Kiansantang.

Akan tetapi, Kiansantang tidak menjumpai Siliwangi karena yang ada hanya prajurit-prajurit Siliwangi. Terus ia bertanya dimana Siliwangi, dan para prajurit menggelengkan kepala.

Ketika Prajurit-prajurit p menggelengkan kepala, Kiansantang melihat kayu tegak (berupa tongkat) menancap pinggir pantai. Kiansantang berujar jangan-jangan itulah (kayu tegak) Siliwangi. "Boa-boa ieu Siliwangi (Mungkin ini Siliwangi)," gumamnya.

Atas prasangka itulah Kiansantang mengeluarkan perintah kepada siapa yang mengikuti dirinya akan terus menjadi manusia, sementara yang ikut ayahnya, Siliwangi akan menjadi pohon.

Maka jadilah Prajurit-prajurit yang ikut Siliwangi menjadi pohon tadi yang sekarang disebut Pohon Kaboa. "Nyak sabab tina boa-boa Siliwangi tea, tangkal eta disebut kaboa. Boa-boa atawa siapa tahu lamun dina bahasa Indonesa mah (Ya karena dari ucapan mungkin ini Siliwangi sehingga pohon tersebut disebut pohon kaboa)," tutur Abidin.

Kini Pohon yang dianggap jelmaan Pasukan Siliwangi itu menjadi pohon yang dilindungi Pemerintah. Selain memiliki nilai sejarah, keberadaan pohon kaboa juga berfungsi menangkal abrasi pantai dari serangan ombak.

Maka tak ada yang berani mengambil apalagi merusak pohon kaboa karena jelmaan Pasukan Siliwangi itu.

Mengenai keyakinan masih ada satu Pohon Kaboa asli yang dianggap jelmaan Siliwangi, Abidin menyatakan makna hanya satu pohon yang asli adalah berupa keyakinan ke pada yang Maha Tunggal yakni Allah SWT. Ketika manusia yakin Allah itu satu, hakikatnya sudah memiliki pohon kaboa yang satu itu.

Begitupun dengan nama Sancang, diyakini memiliki arti "Sa" artinya "Sarasa urang, rasa urang ka batur, rasa batur ka urang (Satu rasa kita, rasa kita ke orang lain dan rasa orang lain ke kita)", serta kata "Cang" artinya menggantungkan diri ke yang maha memiliki yakni Allah SWT.

Jadi Sancang berarti bagaimana manusia saling merasakan perasaan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhannya. Maka itulah "Sancang".
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3753 seconds (0.1#10.140)