Mantan Kepala dan Bendahara BPBD Kepri Tersangka Korupsi Rp1,2 Miliar

Senin, 10 Desember 2018 - 11:32 WIB
Mantan Kepala dan Bendahara BPBD Kepri Tersangka Korupsi Rp1,2 Miliar
Mantan Kepala dan Bendahara BPBD Kepri Tersangka Korupsi Rp1,2 Miliar
A A A
TANJUNGPINANG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau menetapkan mantan kepala dan bendahara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Riau, Edi Irawan dan Maruli sebagai tersangka perkara korupsi. Edi dan Maruli diduga telah melakukan perjalan dinas fiktif tahun anggaran 2013-2016 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,276 miliar.

Dalam perkara ini diketahui pada 2013 pagu anggaran sebesar Rp1,486 miliar diduga dikorupsi Rp289 juta, 2014 pagu anggaran Rp1,824 miliar diduga dikemplang Rp470 juta, 2015 pagu anggaran Rp1,171 miliar diduga dicatut Rp321 juta, 2016 pagu anggaran Rp1,196 miliar diduga diselewengkan sebesar Rp195 juta.

Kepala Kejati Kepri Asri Agung Putra mengatakan, perkara ini diselidiki bidang tindak pidana khusus (pidsus) berdasarkan surat perintah penyidikan Kajati Kepri Nomor: Print-344/N.10/Fd.1/10/2018 tanggal 23 Oktober 2018. Asri menuturkan, setelah kasusnya ditingkatkan ke penyidikan, maka diambil kesimpulan bahwa keduanya ditetapkan sebagai tersangka, Jumat (7/12/2018).

"Setelah hasil penyelidikan pidsus dipaparkan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka. Dalam perkara ini kerugian negera diperoleh Rp1,276 miliar, jumlah ini bisa terus bertambah," kata Asri didampingi Wakajati Kepri A Muhammad Taufik, Asisten Intelijen Kejati Kepri Martono dan Asisten Pidsus Kejati Kepri Ferry Tass saat ekspos di kantor Kejati Kepri, Tanjungpinang, Senin (10/12/2018).

Asri menjelaskan, antara 2013-2016 BPDB Provinsi Kepri telah melakukan perjalan dinas bersumber dari APBD Provinsi Kepri. Dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) pagu anggaran untuk perjalanan dinas dalam dan luar daerah. "Modusnya perjalanan dinas tersebut menggunakan beberapa nama. Nama-nama itu fiktif, tidak melakukan perjalanan dinas, tetapi ditemukan laporan pertanggungjawaban atau rekayasa," katanya.

Edi selaku pengguna anggaran pada saat menandatangani surat perintah membayar (SPM) dinilai tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran materi dari bukti-bukti surat pertanggungjawaban (SPJ) dan dokumen kelengkapan administrasi pencairan. Sementara Maruli selaku bendahara mengeluarkan dokumen pencairan tanpa ada verifikasi, lembar check list dan paraf PPK, bendahara tetap mengajukan bukti-bukti (SPJ) dan dokumen kelengkapan administrasi pencairan beserta lembaran SPM dan SPJ pengguna anggaran untuk ditandatangani.

"Mereka ini membuat laporan fiktif untuk mencairkan anggarannya," ujarnya.

Dalam perkara keduanya melanggara Pasal 2 ayat 1 UURI No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi dan Pasal 3 UURI No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi. "Untuk keduanya saat ini belum ditahan karena sedang tindak lanjut pemberkasan. Kita lihat dulu keduanya apakah kooperatif atau tidak, kita lihat perkembangannya dulu," katanya.

Ferry Tass menambahkan, untuk menetapkan kedua tersangka penyidik telah memeriksa sebanyak 43 orang saksi. Dia menegaskan pihaknya akan menahan kedua tersangka setelah memintai keterangan masing-masing sebagai tersangka. "Mereka kan belum dimintai keterangannya sebagai tersangka. Setelah itu baru kita tahan," kata Ferry Tass.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8341 seconds (0.1#10.140)