Gua Cijaringo, Tempat Tafakur Ulama yang Bisa Menampung 300 Orang

Jum'at, 30 November 2018 - 05:00 WIB
Gua Cijaringo, Tempat Tafakur Ulama yang Bisa Menampung 300 Orang
Gua Cijaringo, Tempat Tafakur Ulama yang Bisa Menampung 300 Orang
A A A
Gua Cijaringo yang akrab disebut oleh masyarakat setempat dengan sebutan Gua Tanjung Barat merupakan salah satu tempat istirahat dan bertafakur ulama penyebar agama Islam pascakemerdekaan bernama KH Choer Affandi.

Gua tersebut berada di Blok Cisawah, Dusun Palumbungan, Desa/Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran. Dalam sejarahnya, KH Choer Affandi merupakan sosok ulama kharismatik yang lahir pada 12 September 1923 dari pasangan Raden Mas Abdullah bin Hasan Ruba’i seorang petani yang merangkap sebagai agen polisi Belanda berpangkat kopral dan Siti Aminah binti Marhalan.

Raden Mas Abdullah merupakan keturunan berdarah Mataram termasuk juga keturunan menak Sukapura dari Dalem Sawidak ke 33. Sedangkan Ibunya, Siti Aminah merupakan keturunan Wali Godog, Garut.

KH Choer Affandi merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, kakaknya bernama Husein, adiknya bernama Husnah. Menginjak remaja, KH Choer Affandi dijuluki santri kelana, karena sejak remaja hingga dewasa terus mencari ilmu agama dari satu pondok pesantren ke pondok pesantren lainnya, pilihan tersebut merupakan saran nenek dari pihak ayahnya untuk meneruskan jejak buyutnya mendalami ajaran Islam yaitu KH Alfi Hasan.

Pada usia 13 tahun, sekitar 1936, KH Choer Affandi mulai menekuni berbagai ilmu keagamaan dengan cara belajar di sejumlah Pondok Pesantren yang ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Pondok pesantren yang pernah beliau mondok di antaranya Pondok Pesantren Cipancur, Kabupaten Tasikmalaya pimpinan KH Dimyati selama 6 bulan. Selanjutnya ia berguru kepada KH Abdul Hamid ulama NU yang sangat anti Belanda mendalami ilmu Tauhid di Pesantren Pangkalan, Kabupaten Ciamis.

Pada waktu nyantri, KH Choer Affandi merasa ada perbedaan tradisi dari pengalaman satu Pondok Pesantren yang satu dengan lainnya sehingga ia kembali mondok di Pondok Pesantren Cikalang, namun hanya satu bulan saja.

Kemudian ia mondok di Pondok Pesantren Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya Pondok Pesantren peninggalan Almarhum KH Zenal Mustopa salahsatu pahlawan nasional yang diteruskan oleh KH Mansyur mendalami ilmu falak selama dua bulan.

Tidak hanya sampai di situ, KH Choer Affandi belajar ilmu logika di Tipar Sukabumi kepada KH Mahfudz dan belajar Ilmu Hadits Tafsir kepada KH Ahmad Sanusi di Pesantren Gunungpuyuh.

Perjalanan itu dilanjutkan oleh KH Choer Affandi mendalami ilmu tasawuf di Raden Haji Didi Abdul Majid di Wanasuka, Ciamis. Selanjutnya KH Choer Affandi belajar ilmu kema'rifatan kepada KH Sayuti di Grenggeng, Kebumen, Jawa Tengah.

Selama bertahun-tahun KH Choer Affandi belajar menimba ilmu agama dari berbagai pondok pesantren hingga akhirnya ia bertekad mengamalkan ilmu kepada masyarakat dan kembali ke kampung halaman ke Dusun Palumbungan, Desa/Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran. Tetapi saat itu kondisi nasional mengalami perubahan hingga akhirnya KH Choer Affandi melakukan penyebaran agama Islam di perkampungan secara perlahan.
Gua Cijaringo, Tempat Tafakur Ulama yang Bisa Menampung 300 Orang

Camat Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran Erik Krisna Yudha mengatakan, KH Choer Affandi menjadikan Gua Cijaringo atau Gua Tanjung Barat menjadi tempat istirahat dan bertafakur.

"Gua Cijaringo memiliki kemegahan di dalamnya dan terdapat pelataran tempat peristirahatan dengan kapasitas daya tampung 300 orang," kata Erik.

Erik menjelaskan, kondisi dalam gua layaknya ruangan sebuah pertemuan yang dilengkapi meja dan dipan yang jadi secara alami dari bahan batu.

"Gua ini memiliki panjang 300 meter dengan lebar 15 meter, sehingga bisa dikategorikan gua termewah jika dibandingkan dengan gua lain yang ada di Kabupaten Pangandaran," jelas Erik.

Erik memaparkan, para ahli supranatural memiliki keyakinan kalau dalam gua tersebut masih tersimpan benda pusaka yang masih bersifat ghaib dan tidak bisa dilihat kasat mata lahir.

"Selain memiliki nilai sejarah, Gua Tunjang Barat juga layak dijadikan objek destinasi wisata karena memiliki keindahan yang masih alami," paparnya.

Stalaktit batu yang dari bawah ke atas dan stalagnit batu dari atas ke bawah sangat artistik, sehingga jadi daya tarik pengunjung.

Erik mengakui, sesewaktu warga sering diherankan dengan kejadian aneh di lokasi gua. Bahkan pada salah satu malam Jum'at keliwon ada cahaya yang masuk ke dalam gua yang sempat jadi perbincangan warga setempat.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4501 seconds (0.1#10.140)