Literasi Digital di Palu, Kemenkominfo Tekankan Bahaya Hoaks dan Penyalahgunaan Internet
loading...
A
A
A
PALU - Di tengah arus modernisasi yang memudahkan perkembangan teknologi, internet membawa banyak potensi yang tidak selalu berimbas positif. Bahaya hoaks merupakan salah satu implikasi nyata penyalahgunaan internet.
“Internet mempunyai 2 dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif, kita harus memperbanyak konten- konten positif untuk mengimbangi konten-konten negatif di internet”, ujar Ketua Tim Literasi Digital sektor Pendidikan, Bambang Tri Santoso dalam literasi digital yang digelar Kemenkominfo di Gedung Pascasarjana Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, dikutip Rabu (27/3/2024).
Bambang mengimbau seluruh peserta untuk turut berkontribusi di ruang digital dengan menciptakan konten-konten positif sebagai bentuk memerangi berita hoaks yang beredar di internet.
“Harapannya kegiatan literasi digital yang terselenggara bersama Universitas Tdulako ini dapat memberikan pemahaman praktis kepada peserta agar tidak lagi terdapat penyalahgunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari,” lanjutnya.
Bambang turut menyampaikan perihal empat pilar literasi digital yang dinilai penting untuk disampaikan kepada para peserta sehingga pemahamannya semakin meningkat ke arah yang lebih baik.
Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tadulako, Ahmad Herman membuka paparan Digital Ethics dengan pernyataan dualisme teknologi. Menurut Ahmad, teknologi adalah way of life, namun dapat juga menjadi senjata yang berbalik bagi penggunanya, salah satunya adalah kemunculan hoaks.
“Hoaks muncul dari penyalahgunaan teknologi dan informasi. Gencar dan tidak dapat dihentikan 100%, tapi yang mampu kita lakukan adalah menekan kemunculannya agar tidak berkembang menjadi masif dan menimbulkan gejolak sosial,” tutur Ahmad.
Dia melanjutkan, terdapat beberapa cara untuk kebal terhadap hoaks, antara lain adalah, baca keseluruhan isi berita, berpikir kritis, check dan recheck, kurangin baper terhadap informasi yang sensitif.
Selanjutnya tahan jempol sebelum sharing, lapang dada toleran dan sabar dalam interaksi serta melatih integritas, dengan selalu jujur, dan adil terhadap berita yang benar.
Kiat-kiat juga turut disampaikan oleh Pandu Digital Badge Hitam, Fajar Eri Dianto untuk mendekonstruksi informasi yang didapatkan pengguna internet. Terutama para mahasiswa Universitas Tadulako. Sedari awal, menurut Eri, mahasiswa harus kritis dengan beragam analisis.
“Contoh-contoh kiat-kiat tersebut bisa dimulai dari pemikiran untuk dapat memahami kontradiksi dalam makna sebuah info,sehingga dapat mengubah teks dan merumuskan pemaknaan yang sesuai dan sengaja disembunyikan,” jelas Eri.
Setelah memahami makna terselubung, mahasiswa diminta untuk menyusun ulang informasi yang yang didapat, dan merumuskan makna yang sebenarnya.
Sehingga terungkap makna terselubung dalam kabar tersebut. Kemudian berani untuk mengungkapkan makna yang terselubung tadi dengan benar.
Lihat Juga: Dilantik Jadi Anggota DPRD Termuda Kota Palu, Andika Riansa Siap Jadi Corong Aspirasi Anak Muda
“Internet mempunyai 2 dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif, kita harus memperbanyak konten- konten positif untuk mengimbangi konten-konten negatif di internet”, ujar Ketua Tim Literasi Digital sektor Pendidikan, Bambang Tri Santoso dalam literasi digital yang digelar Kemenkominfo di Gedung Pascasarjana Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, dikutip Rabu (27/3/2024).
Bambang mengimbau seluruh peserta untuk turut berkontribusi di ruang digital dengan menciptakan konten-konten positif sebagai bentuk memerangi berita hoaks yang beredar di internet.
“Harapannya kegiatan literasi digital yang terselenggara bersama Universitas Tdulako ini dapat memberikan pemahaman praktis kepada peserta agar tidak lagi terdapat penyalahgunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari,” lanjutnya.
Bambang turut menyampaikan perihal empat pilar literasi digital yang dinilai penting untuk disampaikan kepada para peserta sehingga pemahamannya semakin meningkat ke arah yang lebih baik.
Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tadulako, Ahmad Herman membuka paparan Digital Ethics dengan pernyataan dualisme teknologi. Menurut Ahmad, teknologi adalah way of life, namun dapat juga menjadi senjata yang berbalik bagi penggunanya, salah satunya adalah kemunculan hoaks.
“Hoaks muncul dari penyalahgunaan teknologi dan informasi. Gencar dan tidak dapat dihentikan 100%, tapi yang mampu kita lakukan adalah menekan kemunculannya agar tidak berkembang menjadi masif dan menimbulkan gejolak sosial,” tutur Ahmad.
Dia melanjutkan, terdapat beberapa cara untuk kebal terhadap hoaks, antara lain adalah, baca keseluruhan isi berita, berpikir kritis, check dan recheck, kurangin baper terhadap informasi yang sensitif.
Selanjutnya tahan jempol sebelum sharing, lapang dada toleran dan sabar dalam interaksi serta melatih integritas, dengan selalu jujur, dan adil terhadap berita yang benar.
Kiat-kiat juga turut disampaikan oleh Pandu Digital Badge Hitam, Fajar Eri Dianto untuk mendekonstruksi informasi yang didapatkan pengguna internet. Terutama para mahasiswa Universitas Tadulako. Sedari awal, menurut Eri, mahasiswa harus kritis dengan beragam analisis.
“Contoh-contoh kiat-kiat tersebut bisa dimulai dari pemikiran untuk dapat memahami kontradiksi dalam makna sebuah info,sehingga dapat mengubah teks dan merumuskan pemaknaan yang sesuai dan sengaja disembunyikan,” jelas Eri.
Setelah memahami makna terselubung, mahasiswa diminta untuk menyusun ulang informasi yang yang didapat, dan merumuskan makna yang sebenarnya.
Sehingga terungkap makna terselubung dalam kabar tersebut. Kemudian berani untuk mengungkapkan makna yang terselubung tadi dengan benar.
Lihat Juga: Dilantik Jadi Anggota DPRD Termuda Kota Palu, Andika Riansa Siap Jadi Corong Aspirasi Anak Muda
(shf)