Kasus Firli Bahuri, Pakar Hukum: Penanganan Perkara Harus Ada Kepastian Hukum

Senin, 26 Februari 2024 - 20:39 WIB
loading...
Kasus Firli Bahuri, Pakar Hukum: Penanganan Perkara Harus Ada Kepastian Hukum
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad mengatakan demi kepastian hukum terhadap Firli Bahuri hendaknya dikembalikan kepada mekanisme Pasal 109 UU Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2029-2023, Firli Bahuri sudah diperiksa sebanyak empat kali sejak kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul yasin Limpo (SYL) bergulir. Berkas perkara Firli sudah tiga kali dikembalikan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada penyidik Polda Metro Jaya .

Secara umum, alasan pengembalian berkas perkara tersebut karena belum layak disebabkan hasil penyidikan belum lengkap. Sesuai Pasal 110 dan Pasal 138 (1) KUHAP, berkas tersebut telah dikembalikan kepada penyidik disertai petunjuk guna penyempurnaan hasil penyidikan.



Perjalanan perkara tersebut dimulai dari laporan tanggal 9 Oktober 2023, sprindik tanggal 9 oktober 2023, pemeriksaan terhadap 90 saksi, dan pemeriksaan berulang kali terhadap tersangka Firli Bahuri. Akan tetapi kemudian dikembalikan lagi oleh Kejati DKI, dengan alasan berkas tidak lengkap atau petunjuk guna penyempurnaan hasil penyidikan belum terpenuhi telah menimbulkan ketidakpastian hukum.

Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad mengatakan demi kepastian hukum terhadap Firli Bahuri hendaknya dikembalikan kepada mekanisme Pasal 109 UU Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP.

"Bahwa perkara yang sudah berulang-ulang dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka, tetapi belum layak karena hasil penyidikan belum lengkap, maka dapat dikategorikan tidak cukup bukti," ujar Suparji dalam keteranganya, Senin (26/2/2024).

Menurutnya, terhadap suatu perkara yang tidak cukup bukti maka dihentikan perkaranya. Pemeriksaan dalam rangka menemukan alat bukti untuk membuat terang-benderang perkara harus sesuai dengan fakta dan dilakukan secara profesional serta terbebas dari conflict of interest.

"Kepastian hukum merupakan keniscayaan dalam negeri hukum. Penegakan hukum harus mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap tindakan hukum termasuk penyidikan," jelasnya.



"Asas kepastian hukum mensyaratkan adanya kesesuaian dan keajegan, dan keadilan baik secara prosedural maupun subtansi antara ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tindakan hukum oleh lembaga yang berwenang," pungkasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4230 seconds (0.1#10.140)